Pengakuan

Berbagai cara dilakukan untuk membuatku mau membuka mulut. Tetapi, rasa takut malah membuatku semakin mengunci mulut. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika ayah dan semua orang tahu siapa pelakunya.

Apakah benar aku akan mendapatkan keadilan? Sementara aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah anak guru mengaji yang keadaan perekonomiannya sangatlah pas-pasan. Bahkan kadang lebih sering kekurangan.

Tetapi, itu bukan sebuah alasan orang lain bisa menghancurkan kehormatan kami. Begitu yang selalu dikatakan oleh mas Yuda. Ia bahkan berjanji padaku akan melindungi jika aku mau memberitahu siapa pelakunya.

"Assalamualaikum," suara seseorang memgucap salam, sehingga membuyarkan diskusi kamu.

"Wa'alaikumussalam Warahmatullaah. Temannya Ayu?" tanya mas Yuda yang duduk di dekat pintu masuk.

Aku nyaris meloncat dari tempat tidur saat melihat sosok yang kini berada di depan pintu kamar tempatku di rawat. Dia, dia berani datang ke sini. Monster itu, apakah masih kurang yang ia lakukan kepadaku sehingga sekarang ia berani muncul di sini. Mau apalagi ia? Apakah ia akan kembali menghancurkan hidupku?

"Mohon maaf nak, kalau mau ketemu Ayu nanti saja ya. Ayu masih harus menjalani pemeriksaan sama ibu-ibu polwan," ayah berusaha mengusirnya dengan sopan, sepertinya ayah tak ingin menunda untuk tahu siapa sebenarnya orang yang telah melakukan perbuatan bejat itu padaku.

"Pak, sebentar!" ia berusaha bertahan. "Perkenalkan, saya Juan Utomo. Ayah saya adalah Prayudi Utomo, ibu saya Fenita Utomo. Mungkin bapak mengetahui keluarga saya?"

Siapa yang tak tahu keluarga terhormat itu. Ayah yang terlihat ogah-ogahan mulai bersikap sebaliknya. Mempersilahkan Juan untuk masuk dan duduk, sementara dua polwan yang berada di ruangan ku juga menunjukkan sikap hormatnya pada putra tunggal pejabat itu.

"Sebenarnya, maksud kedatangan saya ke sini untuk ...." ia melirik ke arahku.

Aku sudah tak tahan, muak dengan wajah itu. Kembali aku berteriak histeris sehingga membuat orang-orang kembali panik. Mbak Tika dan mbak Yuni sampai memelukku erat agar tak meronta-ronta.

"Yu, maafkan saya. Sungguh saya khilaf. Saya tidak bermaksud menyakiti kamu." Juan maju, ia berusaha mendekat, tapi terhalang ayah yang masih kebingungan dengan sikapku yang tiba-tiba histeris.

"A ... ada apa ini? Kenapa putri saya menangis histeris. Kamu nggak ngapa-ngapain putri saya, kan?" tanya ayah.

"Ya pak. Sayalah pelakunya..saya yang sudah merenggut kehormatan Ayu. Saya ...." belum sempat Juan mengakui semuanya, tiba-tiba tinju ayah sudah melayang menghajar pipinya yang mulus hingga berubah menjadi warna keunguan. Sejak awal rupanya ayah sudah menaruh curiga padanya, namun tertahan karena menurut ayah sangat kecil kemungkinan seorang pelaku kejahatan berani menemui keluarga korbannya.

"Ja ... jadi kamu pelakunya. Kamu bajingan itu?" Ayah meloncat, menerjang Juan hingga ia jatuh tersungkur. Dua polwan yang berada di dalam kamarku dengan sigap menghalangi ayah agar tak lagi menyerang Juan, namun sayangnya mereka kewalahan menghalangi sebab tak hanya ayah, mas Yuda pun ikut menyerang Juan, mereka berdua bersatu menghajar lelaki yang sudah menghancurkan masa depan anak perempuan dan adik perempuan mereka.

Merasa kewalahan menghalangi ayah dan mas Yuda, dua polwan itu meminta bantuan polisi dan satpam yang berada di sekitar sana. Hanya dalam hitungan detik, kini ayah dan mas Yuda tak bisa berkutik karena mereka dipegang oleh masing-masing tiga orang.

"Lepaskan saya, biar saya bunuh bajingan itu. Bagus dia datang ke sini, jadi saya tidak perlu susah-susah untuk mencarinya." teriak ayah.

"Pak, tenang dulu. Kalau bapak main hakim sendiri, justru bapak yang akan mendapatkan masalah hukum." Polwan senior itu kembali mengingatkan ayah. Namun, yang namanya seorang ayah ketika menghadapi situasi putrinya dilecehkan, ia tak akan pernah peduli dengan itu semua.

"Saya tidak peduli jika setelah ini harus mati membusuk di penjara, yang penting saya bisa mematahkan kaki dan tangannya, membuatnya mati di tangan saya!" Tegas ayah yang emosinya masih membara.

"Silakan kalau bapak mau memukuli saya sampai mati juga tidak apa-apa, saya siap menerimanya. Saya datang ke sini untuk mempertanggungjawabkan semua kesalahan saya pada Ayu. Apapun hukuman yang akan bapak berikan, saya siap!" ujar Juan dengan suara bergetar usai dipukuli ayah dan mas Yuda.

Keributan di kamar tempatku di rawat akhirnya terselesaikan juga. Polisi berhasil membawa Juan pergi, setelah sebelumnya ia mengundang keributan. Tak hanya memancing emosi keluargaku, ia juga sudah membuat pengumuman di media dengan mengakui semua perbuatannya.

Entah apa mau anak itu. Aku benar-benar tak mengerti jalan pikirannya. Beraninya ia datang ke sini mengakui semuanya dan mengatakan akan bertanggung jawab. Apa yang akan dipertanggungjawabkannya? Ia sudah menghancurkan semuanya dan aku sudah tak memiliki harapan apapun lagi.

***

Suasana kamar tempat aku dirawat sudah sepi. Di dalam kamar, ada mbak Yuni dan mbak Tika tengah menemaniku. Sementara ayah dan mas Yuda duduk di kursi tunggu sembari melamun.

"Sekarang apa rencana kita, Yah?" Tanya mas Yuda. Semua orang langsung melihat ke arahnya.

"Ayah akan bunuh anak itu." kata ayah.

"Astagfirullah Yah, jangan bicara seperti itu," mbak Yuni berusaha mencegah.

"Lalu menurut kamu ayah harus apa? Dia sudah merenggut kehormatan putriku, apa aku harus diam saja melihatnya bebas setelah menghancurkan harga diri kita semua?" bapak menatap tajam mbak Yuni. Tatapan yang sebelumnya tak pernah ku lihat.

"Yah, kan sudah dikatakan sama polisi supaya menyerahkan semuanya pada pihak yang berwajib. Mereka sedang berupaya memberikan keadilan untuk kita. Jadi ayah bersabar, jangan sampai malah menjadi masalah untuk kita semua kedepannya." kata mbak Yuni.

"Hah, saya sudah tidak peduli dengan itu semua. Saat ini yang terpenting adalah membalaskan apa yang sudah dia lakukan. Dia harus mati di tangan ayah agar kedepannya tak ada laki-laki yang sembarangan pada putriku!" tegas ayah.

"Yah," aku menatap ayah dengan tatapan mengubah. Tak tega rasanya jika ayah harus mendapatkan masalah gara-gara aku. "Maafkan Ayu, semua karena Ayu. Harusnya Ayu bisa menjaga diri baik-baik," aku menangis, menutup wajah dengan kedua tangan.

"Nak, hei, siapa yang menyalahkan kamu. Ayah tahu Ayu pasti sudah menjaga diri sebaik mungkin, tetapi anak tengil itu saja yang kurang ajar, berani melakukan perbuatan bejatnya pada putri kesayangan ayah." ayah mengusap kepalaku, tampak betul ia berusaha tegar meski sebenarnya hati ayah tak kalah hancur. Ayah mana yang bisa tenang melihat putrinya dijahati seperti itu. "Ayu tenang saja, ayah pasti akan balaskan semuanya. Tak peduli mereka dari keluarga terhormat sekalipun, kita akan mendapatkan keadilan itu. Ayah janji padamu, nak! Setelah ini kamu akan mengangkat kembali kepalamu di hadapan orang banyak!" janji ayah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!