Destiny

Hari sabtu yang biasanya Oka gunakan untuk tidur sampai siang, kini harus terganggu karena dia harus pergi ke bandara untuk menjemput kakak dan keponakannya yang datang dari Surabaya.

“Om Onta!!!!”

Seorang gadis kecil berumur 3 tahun berlari dengan senyum lebar ketika melihat Oka berdiri di pintu kedatangan yang langsung menggendongnya

“Om O…ka!”

“Om O…ta!”

“Om Oka!”

“Om Onta!”

“Hadeuh!” Oka menyerah mengajarkan keponakannya yang mengggemaskan itu untuk memanggilnya dengan nama yang benar, dia kini menghadiahi gadis cilik itu ciuman bertubi-tubi yang membuat Zelia terkikik geli.

“Kalau datang ke Jakarta itu bisa tidak pakai penerbangan agak siangan gitu? Tidak perlu sesubuh ini.”

“Jam 10 bukan subuh, Ka.” Bentari mencium pipi adik kesayangannya yang mengeluh karena harus bangun pagi menjemputnya ke bandara. Tapi walaupun mengeluh seperti itu, percayalah Oka tak pernah menolak sekalipun untuk menjadi sopir kakak-kakaknya, walau sesibuk apapun.

“Khusus week end dan hari libur, percayalah ini masih subuh,” ucap Oka sambil menurunkan Zelia dan mengambil alih koper dari tangan Bentari. “Mas Abhi kenapa tidak ikut?”

“Tadinya mau ikut, tapi tiba-tiba ada kasus jadi tak jadi ikut.”

Saat ini mereka tengah berjalan menuju tempat parkir dimana si putih terparkir.

“Dikirain mau jemput pakai si Ganteng.”

“Oh, tidak dong, yang naik si Ganteng itu khusus orang ganteng saja, yang cantik seperti Zi dan yang biasa-biasa saja seperti Kakak, cukup pakai si putih, mobil operasional keluarga BUMI.”

“Kurang ajar! Baru juga ketemu lima menit sudah ngajak berantem saja.”

“Hahaha.”

Si putih mulai meninggalkan area bandara Halim Perdana Kusuma, untung saja jalanan tidak begitu padat, mungkin karena akhir pekan dan masih pagi.

“Ka, kita langsung ke teteh saja, biar Zi sama teteh, nanti kamu antar kakak meeting sama teman kakak yang mau nikah ini ya.”

“Zi syama mama Nana?”

“Iya, Zi sama mamah Nana dulu ya, papah Raka kan sudah janji mau ajak Zi sama aa berenang.”

“Asyiiik.”

Seperti yang sudah direncanakan Oka dan Bentari menitipkan Zelia kepada Kirana, dan mereka berdua kini menuju sebuah hotel bintang lima yang berada di kawasan yang sama dimana kantor BUMI berada.

“Teman kakak ini model atau artis terkenal?”

“Bukan, dia teman SMA kakak.”

“Wow, apa semua teman kakak itu Sultan?”

“Tidak juga, hanya saja calon suaminya ini putra … pejabat.”

Oka kini mengangguk paham bagaimana teman kakaknya bisa menikah di ballroom hotel yang biasa dipakai para pejabat juga para konglomerat di Jakarta untuk melangsungkan acara pernikahan putra putri mereka.

“Kakak yang jadi WO nya?”

“Iya, hebat kan? Secara tidak semua WO bisa masuk sini, biasanya mereka sudah punya WO sendiri yang bekerja sama dengan hotel, tapi … hei! Siapa yang tidak mengenal Anggi Santoso?”

“Sombong!” decih Oka yang hanya membuat Bentari tertawa.

Ya, semenjak menikah Bentari memang sudah benar-benar pensiun dari dunia selebritisnya, dia hanya menjadi seorang istri juga ibu, dan berawal dari menjadi wedding organizer bagi kakak dan orang-orang terdekatnya, Bentari akhirnya memutuskan membuatnya menjadi lebih professional, dan akhirnya pelan-pelan WO nya mulai dikenal banyak orang.

“Bi, maaf terlambat! Dari tadi ya?” Seorang perempuan terlihat elegan datang dengan terburu-buru yang langsung disambut Bentari dengan ciuman di pipi kiri dan kanannya.

“Santai, aku juga baru sampai kok.”

“Pasti capek banget ya, dari Surabaya langsung ke sini?”

“Tidak, santai saja ada sopir ini.” Bentari tersenyum sambil mengenalkan Oka kepada temannya. “Ini sopir pribadiku kalau di Jakarta, Asoka.”

“Oh, ini si bungsu ya?”

“Iya, anak emasnya ayah.”

Oka memutar matanya mendengar ucapan Bentari sambil mengulurkan tangannya.

“Asoka.”

“Jingga,” ucap perempuan bernama Jingga itu dengan senyum ramah. “Mirip sama kamu, Bi.”

“Ya maklum saja, cetakannya sama.”

“Hahaha.”

“Jadi bagaimana nih? Mau cek lokasi sekarang atau masih ada yang mau ditunggu?” tanya Bentari.

“Kita tunggu mamah, calon mertua sama calon suamiku dulu ya, mereka sudah di jalan kok. Tadi aku langsung dari kantor, jadi tidak bareng mereka.”

Bentari mengaguk mengerti, mereka kembali duduk di café hotel kemudian memesan minuman.

“Jadi … akhirnya kamu menerimanya?”

Jingga terdiam sesaat sebelum tersenyum dan menganggukan kepala.

“Ya, mau bagaimana lagi, Bi, mungkin ini sudah jalanku. Dan pria yang aku cintai, ternyata bukan jodohku.”

Oka menatap perempuan di hadapannya yang terlihat tegar, masih berusaha tersenyum walau jelas-jelas terlihat kesedihan yang teramat dalam dari kalimat yang baru saja dia ucapkan.

“Bertahun-tahun kami berdua telah berjuang untuk mendapatkan restu dari ayah, tapi …” Jingga menggelengkan kepala dengan senyum yang justru menyiratkan kesedihan.

“Segala cara sudah dia lakukan untuk meluluhkan hati ayah, tapi ayah terlalu keras kepala dan akhirnya aku yang menyerah, Bi, sudah terlalu lelah menjalin hubungan tanpa restu orangtua.”

Bentari mengangguk mengerti, dan Oka kini paham kalau ternyata teman kakaknya itu akan menikah bukan dengan pria yang dia cintai.

“Ending nya masih tidak jelas, masih abu-abu, bukan karena dia tidak ingin menikahiku, bukan. Tapi ya, lagi-lagi soal restu yang tak bisa digapai.”

Jingga memainkan gelas minumannya dengan pandangan menerawang, sedangkan Bentari hanya bisa menatapnya dengan penuh simpati.

“Umurku semakin hari semakin bertambah begitu juga dengan orangtua yang semakin tua, jadi aku tak boleh lagi egois.” Jingga menghela napas berat sebelum kembali berkata. “Akhirnya aku menyerah. Aku ikuti kemauan ayah untuk menikahi pria pilihannya, dan membuat pria yang paling aku cintai terluka.”

Suara Jingga sedikit bergetar, matanya menyorotkan kesedihan.

“Dia pria luar biasa, Bi, seperti namanya … Samudera.” Bibirnya menyunggingkan senyum ketika menyebut nama pria yang dia cintai. “Dia memiliki hati yang sangat tulus, penyabar juga penyayang, bahkan jenjang karirnya pun luar biasa, dan semua orang mengetahui seluar biasa apa dia … kecuali ayah … atau mungkin ayah tahu itu, tapi ego ayah terlalu tinggi hingga segala kelebihannya kalah dengan latar belakang calon suamiku yang sekarang.”

Jingga tertunduk berusaha menyembunyikan kesedihannya, dengan mata berkaca-kaca dan suara bergetar dia kembali melanjutkan ceritanya.

“Aku tak akan mungkin lupa sorot kecewa juga terluka di matanya ketika ku katakan padanya … aku menyerah. Tapi seperti yang aku bilang, dia adalah lelaki terhebat yang pernah ku miliki, bahkan dalam kesedihannya dia masih bisa tersenyum dan mendoakan kebahagianku, dia bahkan memujiku karena aku lebih memilih mengikuti kemauan orangtuaku daripada memilihnya, karena dia tak mau aku menjadi anak durhaka.”

Jingga menatap Bentari dan dengan suara tercekat dia kembali berkata,

“Dia … seluar biasa itu, Bi, dan aku telah kehilangan lelaki luar biasa itu.”

Sebagai sahabat tak banyak yang bisa Bentari lakukan saat ini selain menggenggam tangan Jingga memberinya kekuatan.

“Mudah-mudahan dengan restu dari orangtua, kamu akan bahagia dengan calon suamimu yang sekarang, seperti doa Samudera untukmu.”

“Aamiin.” Jingga mengamini doa Bentari dengan senyum yang tulus.

“Bagaimana calon suamimu? Apa dia baik?”

“Aku pernah bertemu dengannnya beberapa kali dan … ya, dia baik, cukup dewasa, jadi aku pikir tidak akan susah untukku belajar mencintainya.”

“Kamu punya waktu seumur hidup untuk belajar mencintainya.”

Jingga mengangguk sambil tersenyum.

“Itu mereka!” Jingga berdiri diikuti Bentari juga Oka yang seketika langsung mematung dengan mata membulat ketika melihat siapa yang baru saja datang.

“Hei, maaf tadi macet banget,” ucap sang pria berusaha terlihat ramah walaupun matanya jelas-jelas menyiratkan keterkejutan ketika mereka bertiga sampai di meja dimana Jingga, Bentari juga Oka berada.

“Tidak apa-apa, tadi kita jadi bisa ngobrol dulu, maklum sudah lama tidak bertemu.”

“Anggi?” Mamahnya Jingga yang mengenali Bentari langsung menyapa Bentari yang tersenyum lebar.

“Iya, Tante, apa kabar?”

“Baik, Sayang, aduh tambah cantik saja.”

“Tante juga, masih cantik, tetap awet muda.”

“Hahaha, kamu ini!”

“Mas, kenalin ini teman SMA ku dulu sekaligus yang akan menjadi WO kita nanti.” Jingga mengenalkan Bentari kepada calon suaminya yang kini pucat pasi menatap Bentari juga Oka.

“Apa kabar … Mas Atharya, ya?” tanya Bentari santai.

*****

Terpopuler

Comments

maDENa

maDENa

maaf sy baru join baca ini. rekomen dr temen.
tp sdkit bingung dg tokoh2 yg spertinya sdh punya kisah sebelumnua.
jd sblum lnjut baca polaris.. harus baca yg mana dulu biar nyambung ya?
mohon info. terimakasih

2024-08-30

0

Reni Novitasary

Reni Novitasary

si merah k mana??

2024-07-10

0

sakura🇵🇸

sakura🇵🇸

wowww....kejutan untuk oka nih🤭 ada secercah harapan ketemu arunika

2023-12-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!