4. Memaafkan

Mariam termangu mendengar penuturan dokter Rendra yang sangat tersinggung dengan perkataannya.

Bibi Ijah dan bibi Luky juga menyayangkan sikap Mariam yang terlalu banyak menuntut mendapatkan lelaki sempurna yang sesuai dengan kriterianya.

"Neng Mariam, tidak semua manusia di dunia ini sempurna. Semua orang memiliki dosa dalam hidupnya.

Yang tidak ada dosa hanya malaikat. Dan malaikat tidak akan pernah mau disandingkan dengan manusia karena bahan ciptaannya aja beda.

Hanya manusia dan manusia yang Allah sudah pasangkan yaitu laki-laki dan perempuan untuk melanjutkan keturunan diatas muka bumi ini, mengapa sekarang neng Mariam seakan ingin menjadi manusia alim sendiri?" Surga itu buat umat nabi Muhammad kecuali yang enggan. " Ucap bibi Ijah memahamkan Mariam.

"Iya bibi saya tahu itu, tapi tidak ada salahnya saya memiliki impian sendiri tentang calon suami saya yang sesuai dengan keimanan saya." Timpal Mariam.

"Yang sholeh-Sholeha juga belum tentu dijamin masuk surga." Ucap bibi Luky.

"Tapi lebih parah lagi yang seumur hidupnya tidak pernah beribadah." Ucap Mariam acuh.

"Kasihan tuan dokter, capek-capek datang ke sini meyakinkan neng Mariam malah disambut acuh, tega pisan eii." Ucap bibi Ijah sedih.

"Sudahlah bibi, aku mau istirahat. Kalau dia masih menyukai aku, dia juga akan datang lagi. Dia ternyata sangat pemarah sekali, jadi orang menang tampang doang." Umpat Mariam sambil berjalan menuju kamarnya.

"Kalau semua lelaki ditolaknya, entah jadi apa tuh gadis, apakah dia kira jadi perawan tua itu enak apa?" Lagi sehat masih bisa mandiri, kalau lagi sakit mau panggil siapa?" Kucing?" Gerutu bibi Luky sambil menyapu.

"Sudahlah kita doakan saja, semoga dokter Rendra marahnya cuma sebentar. Orang kalau kadung cinta, apa saja dilakoni." Timpal bibi Ijah.

Di kamar Mariam juga tidak begitu peduli dengan kemarahan Dokter Rendra kepadanya. Dia juga tidak berharap banyak pada hubungan mereka karena hatinya belum terlalu condong pada laki-laki itu.

Dokter Rendra membawa kendaraannya dengan sangat kencang hingga hampir menabrak kendaraan lain yang berada di jalan tol.

Setibanya di rumah sakit, dokter Rendra menyesali perbuatannya karena telah berkata-kata kasar pada Mariam.

"Dia tidak salah, aku yang salah. Jika aku memang mencintainya, harusnya aku lebih tahu diri untuk mendapatkan hatinya.

"Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan hatinya lagi?" Ujar dokter Rendra yang ingin meminta maaf kepada Mariam.

"Selamat malam dokter Rendra!" Ucap Rey yang merupakan sahabat akran dokter Rendra.

"Malam dokter Rey!" Balas Dokter Rendra kurang bersemangat.

"Ada masalah apa?" Tanya dokter Rey kepo.

Dokternya Rendra menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan Mariam.

"Apakah benar, kamu ingin menjadikan Mariam sebagai istrimu?" Tanya dokter Rey.

"Iya dokter Rey, aku takut ada orang lain yang menikung aku duluan untuk mendapatkan cintanya."

"Kalau begitu, sebaiknya kamu kembali lagi ke puncak lalu minta maaf kepadanya dan langsung melamarnya. Tidak perlu terlalu resmi tapi dapatkan dulu kepercayaannya setelah itu kamu bisa diskusi dengan kedua orang tuamu untuk melamarnya." Ucap dokter Rey.

Keesokan harinya, dokter Rendra kembali menemui Mariam dan meminta maaf atas perbuatannya kemarin. Mariam juga meminta maaf pada dokter Rendra karena kata-katanya yang telah menyakiti dokter Rendra.

"Sekarang aku butuh jawaban dari kamu Mariam, apakah kamu masih mau menerima pinanganku?" Tanya dokter Rendra penuh harap.

"Bawalah keluarga Abang untuk meminangku!" Ucap Mariam dengan tersenyum malu. Bibi Ijah dan bibi Luky yang sedang menemani Mariam mengucapkan syukur kepada Allah.

"Alhamdulillah, terimakasih ya Allah atas pilihan jodoh yang Kau berikan kepada neng Mariam."

Sebagaimana kebahagiaan bibi Ijah dan bibi Luky, dokter Rendra langsung sujud syukur setelah mendengar permintaan Mariam.

"Mariam, insya Allah, aku akan memberi tahukan keluargaku untuk segera meminangmu, sayang." Hampir saja dokter Rendra memeluk tubuh Mariam, namun Mariam langsung menatap tajam wajah dokter Rendra yang kembali tertunduk lesu.

"Sekarang pulanglah dokter Rendra!" Aku tidak ingin ada ghibah di kampung ini."

"Baik sayang!"

"Satu hal lagi yang perlu Abang ingat, jangan memanggilku dengan sebutan sayang sebelum kita resmi menikah!" Tegas Mariam.

Dokter Rendra mengangguk cepat, ia harus mengikuti setiap aturan yang ditetapkan oleh Mariam." Ini aturan Allah bang, jadi Abang tidak boleh banyak protes karena apa yang disampaikan Allah dalam ayatnya melalui lisan Rosulullah ada kebaikan yang membawa manfaat untuk kita. Jika kita bertakwa, pintu rejeki Allah akan di buka dari mana saja. Itulah salah satu cara kita bersyukur." Lanjut Mariam makin membuat dokter Rendra kagum dengan gadis alim ini.

"Assalamualaikum Ade, aku pamit pulang dulu!"

"Waalaikumuslam Warahmatullahi!" Ujar Mariam dengan mengatupkan kedua tangannya melepaskan kepergian sang pangeran hati.

Setibanya di mansion, dokter Rendra menyampaikan niat baiknya kepada kedua orangtuanya.

"Benarkah kamu ingin menikah?" Tanya ayahnya ragu.

"Iya ayah!"

Ayah pasti kenal dengannya karena dia adalah gadis yang nekad masuk ke pesta kita untuk meminta aku melakukan operasi kepada ayahnya. Tapi sayang, ayah tidak bisa diselamatkan malam itu juga." Ucap dokter sedih.

"Mana mungkin kamu bisa terpikat dengan gadis berjilbab itu?" Walaupun ayah memperhatikan wajahnya hanya sekilas, tapi dia berpakaian syar'i yang jauh dibawah seleramu anak muda." Ucap Tuan Hendra.

Sesaat dokter Rendra terdiam, ia lalu menceritakan tentang hal konyol pada ayahnya, bagaimana ia telah melecehkan Mariam.

Nyonya Andara membekap mulutnya tidak percaya dengan pengakuan putranya. Disamping itu ia sangat mengagumi jawaban cerdas yang disampaikan Mariam kepada putra nakalnya.

"Dasar anak nakal!" Bisa-bisanya kamu merendahkan gadis itu demi syahwatmu." Nyonya Andara cemberut.

"Bunda, maafkan aku bunda!" Aku ingin menebus kesalahanku pada gadis itu, mengagumi akhlaknya dan Insya Allah mencintainya.

Aku yakin dan percaya bahwa Mariam adalah gadis yang sangat aku impikan yang akan melahirkan keturunan aku yang sholih dan bisa membawaku ke Jannah, aaamiin.

"Sejak kapan kamu serelijius ini Rendra?" Canda ayahnya lalu mengajak makan malam bersama putra mereka yang jarang makan di rumah bersama mereka.

Sementara di kediaman Mariam, bibi Ijah dan bibi Luky menanyakan bagaimana keluarga besar dokter Rendra.

"Neng, bibi bukan mau ikut campur dengan urusan jodoh neng, bibi hanya mau tanya, apakah neng mengenal sosok keluarga besar dokter Rendra itu?" Tanya bibi Ijah hati-hati.

"Belum bibi, tidak ada satupun dari keluarga itu yang aku kenal kecuali dokter Rendra. Aku cukup bermunajat kepada Allah meminta petunjuk kepadaNya.

Jika jawaban Allah sudah mantap dalam hati dan jiwaku, aku yakin keluarga besarnya akan memilihku dan menyayangi aku sepenuh hati." Ujar Mariam percaya diri.

"Baiklah, semoga tidak ada cerita yang menghalangi pernikahan kalian neng." Ucap neng Ijah yang sedang mengupas jagung rebus untuk Mariam.

"Aamiin!" Jawab mereka serentak lalu menikmati makanan umbian rebus serta jagung rebus kesukaan Mariam.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Persiapan untuk melamar Mariam sudah hampir sempurna. Dokter Rendra menghubungi Mariam tentang kedatangan mereka.

"Assalamualaikum Mariam!"

"Waalaikumuslam, Abang!"

"Insya Allah, besok pagi saya dan keluarga akan meminangmu, apakah kamu sudah siap?"

"Dengan senang hati, Abang." Mariam makin berdebar karena akan bertemu dengan calon mertuanya besok.

Telepon ditutup dengan cepat agar tidak ada hembusan nada setan yang akan menggoda mereka.

"Kenapa dimatikan secepatnya?" Padahal aku sedang merindukannya dan ingin bicara banyak dengannya." Dokter Rendra mengerutkan dahinya namun makin gregetan dengan sikap Mariam yang selalu menjaga sikapnya.

"Mariam, seperti apa dirimu. Wajahmu saja sangat cantik, bagaimana dengan aslinya?"

"Hayo Abang lagi ngelamun yang jorok ya." Canda adiknya Rendra yang bernama Sindy.

"Bikin kaget aja!" Dokter Rendra mengacak rambut adiknya gemas.

"Abanggg!" Sebel deh. Masa rambut Ade sudah rapi di acak-acak gini sih." Teriak Sindy kesal.

"Makanya, jangan suka jahil!" Emang enak sudah cantik malah jadi berantakan." Rendra berlari ke kamarnya menghindari Sindy yang ingin membalasnya.

"Kalian ini sudah besar masih bertengkar aja. Lagian kamu mau ke mana Sindy, sudah secantik itu?" Emang kamu lupa besok ada acara lamaran untuk abangmu Rendra?"

"Nggak lupa bunda, tenang saja aku tidak akan bangun kesiangan ko." Ujar Sindy yang ingin pergi kencan dengan kekasihnya.

"Malam Tante!" Aku ingin menjemput Sindy." Ucap Reno yang merupakan kekasih Sindy.

"Jangan pulang kemalaman Reno karena besok ada acara lamaran untuk Rendra. Kamu sekalian saja ikut kalau kamu mau." Ucap nyonya Andara.

"Siap Tante!" Ayo berangkat!" Reno menggandeng tangan Sindy tanpa sungkan di depan nyonya Andara.

Nyonya Andara adalah ibu sambung dokter Rendra sejak perceraian yang terjadi antara tuan Hendra dengan nyonya Widia ketika Rendra berusia lima tahun.

Nyonya Widia yang sudah menikah lagi dengan pria berkebangsaan Turki dan menetap di sana.

Dokter Rendra yang saat itu sudah mengenal ibunya yang rela meninggalkan ia dan ayahnya karena suatu hal yang tidak diketahui tuan Hendra saat itu.

Dokter Rendra menjadi benci pada ibu kandungnya dan tumbuh sebagai anak yang pemberontak. Karena kelembutan nyonya Andara, lambat laun dokter Rendra mulai merubah sikapnya.

Tapi kehidupan malam dengan berbagai wanita menjadi candunya di luar sana. Namun semenjak bertemu dengan Mariam, dokter Rendra pelan-pelan memperbaiki dirinya secara sembunyi-sembunyi karena ia malu melakukan sholat wajib tanpa diketahui oleh keluarganya.

Sejak perkataan tentang kematian dan neraka yang dilontarkan oleh Mariam dengan penolakan yang sangat tegas namun tidak terkesan mengguruinya, membuat dokter Rendra takluk di depan pesona gadis alim yang bernama Mariam.

Sementara itu, Tuan Hendra memberitahukan pernikahan putranya kepada mantan istrinya Widia yang ditanggap dingin oleh ibu dari dokter Rendra itu.

"Mengapa jawabanmu begitu sinis?" Kamu bicara seolah Rendra bukan putra kandungmu. Dasar perempuan laknat. Sejak melahirkan Rendra, kamu sedikitpun tidak pernah menyayanginya." Bentak tuan Hendra di ruang kerjanya.

"Aku begini karena ibumu tuan Hendra, dia yang telah menghancurkan hidupku hingga aku ingin mati dan merasa gagal menjadi seorang ibu.

"Kamu terus menyalahkan aku, tapi kamu tidak pernah menanyakan mengapa aku tidak menyayangi Rendra."

Telepon ditutup sepihak oleh nyonya Widia. Hatinya makin sakit mengenang penderitaannya yang disebabkan oleh ibu mertuanya dulu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!