Siang itu dokter Rendra yang juga merupakan seorang dosen di salah satu kampus sedang berbincang dengan rektor dan putri rektor kampus itu yang bernama Risma.
Risma yang sangat tergila-gila dengan dokter Rendra nampak genit di depan dokter Rendra sambil membahas kurikulum baru yang akan mereka sosialisasikan ke mahasiswa.
Usai percakapan alot itu yang dikendarai oleh rektor yang tidak sejalan dengan dokter Rendra selaku dekan fakultas kedokteran.
Tuan Zaid melirik putrinya agar putrinya itu bisa merayu dokter Rendra supaya keputusannya bisa diterima.
Dokter Rendra beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan ruang kerja dokter Zaid menuju ruang kerjanya sendiri.
"Dokter Rendra!"
Tunggu sebentar!" Pinta ibu Isma yang juga dosen di fakultas tersebut.
"Maaf ibu Isma!" Aku banyak pekerjaan hari ini." Tolak dokter Rendra halus.
"Tapi dokter, jika anda menyetujui kesepakatan yang sudah diambil oleh ayahku, anda bisa dipromosikan sebagai wakil rektor." Ucap dokter Risma.
"Dengar anak manja!"
Aku tidak tergiur dengan jabatan seperti ayahmu yang sangat haus jabatan itu, bahkan terlihat seperti penjilat, jika kamu mau mendapatkan jabatan itu silahkan ambil saja untuk dirimu, dokter Risma karena aku sedikitpun tidak berminat untuk jabatan tidak penting itu." Dokter Rendra menarik tengkuk ibu Isma merapatkan ke keningnya dengan nada gusar.
Tepat di saat yang sama, Mariam melihat adegan itu ketika membuka pintu ruang kerja dosen yang memang ternyata sepi, hanya dokter Rendra dan ibu Isma yang berada di ruangan itu.
Keduanya menoleh melihat ke arah Mariam yang sedang melotot ke dokter Rendra.
"Mariam!" Panggil dokter Rendra lirih.
"Apakah kamu mengenali gadis itu?" Tanya Bu Isma.
"Tidak!" Aku tidak mengenalnya." Dokter Rendra menyangkal mengenal Mariam.
"Permisi!" Saya mencari ibu Hanna. Apakah beliau ada?" Tanya Mariam gugup.
Mariam kelihatan tidak mau tahu dengan hubungan dokter Rendra dan wanita yang bersama dengan dirinya.
"Maaf mbak! anda salah fakultas mbak. Ibu Hanna mengajar psikologi, jadi fakultasnya bukan disini." Ucap ibu Isma lembut lalu menggandeng tangan dokter Rendra yang nampak canggung didepan Mariam, gadis yang dilamarnya sebulan yang lalu.
"Maafkan saya!" Terimakasih."
Mariam menutup pintu kaca itu lagi dan mencari ibu Hanna di fakultas lain.
"Astaghfirullah!" Apa yang dilakukan oleh dokter Rendra di sini?" Bukankah dia adalah pemilik rumah sakit?" Mengapa dia bisa berada di sini?" Apakah dia mengajar di sini juga?"
Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi rongga dada Mariam, namun tidak ada satupun yang ia temukan jawabannya.
Ia malah terlihat kecewa dengan dokter Rendra, lelaki yang kelihatannya begitu serius melamarnya sebulan yang lalu di hari pemakaman ayahnya.
"Kirain tulus, nggak tahunya sama saja tabiatnya seperti itu. Lebih baik lupakan saja. Semua itu hanya kisah semu yang tidak berarti." Mariam menyalakan mesin mobilnya, hendak meninggalkan kampus tersebut.
Tok...tok..tok!"
Mariam melihat dokter Rendra yang memintanya untuk menurunkan kaca mobil.
Mariam tidak peduli dengan permintaan dokter Rendra. Ia kemudian menjalankan mobilnya tanpa menghiraukan teriakan dokter Rendra. Dokter Rendra menghadang mobil Mariam. Mariam membunyikan klakson mobilnya berkali-kali agar dokter Rendra menghindar dari mobilnya.
Ketika mobil Mariam berhenti, dokter Rendra buru-buru menghampiri pintu mobil Mariam. Gadis itu menurunkan kacanya.
"Ada apa Tuan dokter?" Tolong jangan menghalangi perjalanan saya!"
Ujar Mariam dengan wajah datar.
"Mariam apa yang kamu saksikan tadi, tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku dan ibu Isma tidak memiliki hubungan kekasih. Hubungan kami hanya sebagai rekan kerja saja dan tidak lebih dari itu." Ucap dokter Rendra gugup.
"Apakah kita memiliki hubungan tuan Rendra, hingga kamu ingin mengklarifikasi hubungan kamu dengan rekan kerjamu padaku?" Apakah anda lupa bahwa tadi anda mengatakan kepada ibu Risma mu itu, kalau anda tidak mengenal saya bukan?" Buatlah diri kita tidak pernah saling kenal satu sama lainnya. Mudah bukan?"
Mariam menekan gas mobil sedikit tinggi membuat dokter Rendra tersentak dan mundur. Dalam sekejap mobil milik Mariam sudah keluar dari tempat parkir kampus tersebut.
"Ah sial!" dokter Rendra menendang ban mobil orang lain yang ada ditempat parkir tersebut dengan perasaan kesal.
Ini semua gara-gara ibu Isma hingga aku harus kehilangan kepercayaan Mariam kepadaku. Bagaimana cara aku meyakinkan lagi gadis alim itu?" Dokter mengacak pinggang sambil menengadahkan wajahnya ke atas langit, seakan meminta pertolongan Tuhan agar dimudahkan niatnya untuk mendapatkan kembali kepercayaan Mariam.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Mariam mendengus kesal. Karena takut dikuasai emosinya oleh setan, gadis ini langsung berwudhu dan sholat mut'ah dua rakaat untuk menghilangkan sakit hatinya dan memohon petunjuk Allah.
Air mata kepasrahannya ia tumpahkan kepada Tuhannya. Hatinya terasa sangat sakit karena harus melihat adegan yang cukup menegangkan tadi.
Setelah cukup baik dalam menenangkan hatinya, gadis ini melanjutkan dengan melantunkan ayat suci Alquran. Ia terus membaca hingga hatinya benar-benar kuat kembali menata hidupnya.
"Permisi neng Mariam!" Di luar ada tamu untuk neng Mariam." Ucap BI Ijah santun.
Mariam tidak menanyakan siapa tamunya, ia lantas keluar begitu saja tanpa menanggalkan mukenanya.
Dokter Rendra yang sudah berdiri di ruang tamu tanpa ingin duduk terlebih dahulu, menunggu Mariam dengan cemas.
Langkah Mariam terhenti, saat melihat siapa tamunya. Karena setan dalam dirinya sudah pergi, ia kembali tampil dengan wajah lembut nan sejuk.
Dokter Rendra yang menatap wajah cantik Mariam nampak terpesona dengan penampilan Mariam yang masih menggunakan mukenanya.
"Assalamualaikum!" Sapa Mariam untuk membuyarkan lamunan dokter Rendra.
"Waalaikumuslam, Mariam!" Jawab dokter Rendra dengan bibir bergetar karena jantungnya yang tidak bisa di ajak tenang.
"Selama ini, hatinya tidak pernah bergetar berhadapan dengan wanita cantik manapun. Tapi mengapa dengan Mariam aku jadi mati kutu begini. Kaki dan tanganku seperti terikat. Dan lidahku kelu seperti di lakban. Ada apa denganku. Mengapa pesona gadis ini telah menghisap semua keberanianku?" Pikiran dokter Rendra makin berkecamuk.
"Mau minum apa tuan?" Tanya bi Ijah sopan.
"Terserah pemilik rumah saja." Jawab dokter Rendra.
"Siapkan teh herbal saja BI Ijah, seperti yang aku ajarkan kepada kalian!" Titah Mariam pada pelayannya.
"Silahkan sampaikan tujuan anda!" Ujar Mariam tegas.
"Mariam, aku datang untuk menjelaskan duduk perkaranya tentang apa yang kamu lihat tadi siang. Aku harap kamu mempercayai perkataanku, demi Allah aku tidak melakukan hal keji pada ibu Isma.
Setelah mendengarkan penjelasan dariku, terserah kamu boleh memutuskan apa yang terbaik menurutmu." Ucap dokter Rendra tanpa melihat lagi mata jeli nan menawan milik Mariam yang setiap saat seakan menusuk langsung ke jantungnya.
"Permisi Tuan!" Tehnya." Ucap BI Ijah.
"Terimakasih bibi!" Dokter Rendra mengangguk hormat pada BI Ijah, hal yang tidak pernah ia lakukan pada pelayannya di mansionnya.
"Silakan diminum dokter!" Tawar Mariam.
"Terimakasih Mariam!" Dokter Rendra mengetahui kualitas teh hijau yang disiapkan untuknya. Teh mahal yang biasa ia minum setiap kali berkunjung ke Cina.
"Tehnya sangat enak Mariam, kualitasnya sama bagusnya dengan teh yang ada di negeri Cina untuk para bangsawan Cina atau konglomerat yang bisa menikmati teh jenis ini." Ucap Dokter Rendra.
"Aku tahu tentang itu dokter Rendra, teh milik kami sudah banyak di ekspor ke luar negeri karena nilai kualitasnya sudah diakui dunia." Ucap Mariam.
Bibirnya dokter Rendra menyunggingkan senyumnya yang sangat manis hingga memperlihatkan dua lesung pipi miliknya yang makin menambah ketampanan dokter Rendra.
Deggg..
Debar jantung Mariam seakan terhenti melihat senyum dokter Rendra yang sangat menawan. Tapi ia kembali beristighfar, takut kalau permainan setan sedang berada di antara mereka.
Dokter Rendra menceritakan kembali bagaimana kronologi antara ia dan Bu Isma saat berada di ruang dosen. Mariam mendengarnya dengan terus berzikir untuk mendapatkan kekuatan dari Allah.
"Begitulah ceritanya Mariam." Dokter Rendra mengakhiri ceritanya dengan mengusap wajahnya.
Sementara Mariam menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan lembut sambil membaca taauz.
Sekarang dokter Rendra menunggu keputusan Mariam, apa yang akan diucapkan oleh gadis ini untuk menanggapi curahan hatinya.
"Bagaimana Mariam?" Tanya dokter Rendra dengan perasaan cemas.
"Apakah demi meluruskan permasalahan tadi, anda rela datang ke sini dan menjelaskan semuanya kepada saya. Untuk apa?"
Saya sendiri tidak begitu peduli dengan gaya hidup anda yang terlihat menakutkan jika anda menjadi diri anda sendiri dan melepaskan topeng kedokteran anda yang terlihat terhormat di hadapan banyak orang." Ucap Mariam yang terlihat masih kecewa dengan dokter Rendra yang mudah sekali mendekati para wanita.
"Begini Mariam, saya sangat berharap kamu mempercayai perkataanku karena saya akan tetap menjadikan anda istri saya. Itu sudah tekad dan janji saya sebagai seorang pria yang sangat mencintai kamu dan sebagai seorang pria yang telah berjanji pada almarhum ayahmu untuk menjagamu dengan segenap jiwa ragaku." Ucap dokter Rendra tanpa putus asa untuk meyakinkan Mariam.
"Kehidupan kita sangat jauh berbeda. Pendidikan, latar belakang keluarga, gaya hidup dan pandangan hidup kita sangat jauh berbeda, apakah aku sanggup menerima semua kekurangan kamu atau tidak, itu yang membuat aku takut untuk bermimpi hidup bersamamu kelak.
Jadi kalau bisa tolong cari pasangan yang sesuai dengan selera awal kamu dengan menemukan wanita yang mudah kamu ajak untuk ke tempat tidur demi menghangatkan tubuhmu, tuan dokter Rendra." Ucap Mariam sinis.
"Oh iya, aku hampir lupa latar belakang keluargaku yang tidak seperti keluarga anda yang terpandang dari sisi yang kental dengan religi.
Aku bahkan tidak bisa menyebutkan satu huruf Al-Qur'an karena orangtuaku tidak memperhatikan kebutuhan rohaniku untuk mengisi jiwaku yang hampa dengan nilai-nilai moral sehingga aku tumbuh menjadi lelaki pecandu tubuh wanita cantik manapun yang bisa memuaskan hasrat birahiku.
Maafkan saya nona Mariam, ternyata surga yang anda tawarkan kepada saya terlalu tinggi untuk saya raih karena saya bukan berasal dari golongan sesama anda sebagai orang yang berilmu tinggi dalam mengenal nilai ketakwaan."
Permisi!" Assalamualaikum."
Dokter Rendra meninggalkan Mariam yang terpaku mendengar penuturan dokter Rendra yang merendahkan martabat dirinya sebagai manusia biasa yang jauh dari agama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
DAN INGAT MARIAM, IBLIS ITU HNY 2 HAL YG DILAKUKANNYA KPD MANUSIA,, PERTAMA,, JIKA TDK BISA GODA MANUSIA MNJADI JAHAT, MAKA IBLIS AKAN GODA MANUSIA UNTUK JDI MANUSIA YG MRASA LBH BAIK DRIPADA MANUSIA LAINNYA, DN DITANANKN DIHATINYA SIFAT SOMBONG & RIYA'.. DN LO TELH TERGODA OLEH GODAAN IBLIS..
2023-06-20
2
Sulaiman Efendy
SEHARUSNYA MARIAM TDK BOLEH BICARA SPRTI ITU SEOLAH2 RENDRA SEORANG PENDOSA YG DOSANYA TK TRMAAFKN, SDGKN DIRINYA ADALH ORG SUCI YG GK ADA DOSANYA,, INGAT MARIAM, ALLAH LBH MNCINTAI PENDOSA YG MNANGISI DOSANYA DN INGIN BRTAUBAT, DRIPADA TANGISAN SEORANG ALIM ATAS DZIKIR2NYA, TPI TDK BSA MNJAGA LISANNYA,, DN LISAN LO TLH MRENDAHKN RENDRA,, SEOLAH OLAH RENDRA MNUSIA PLING KOTOR, DN LO PLING SUCI, INGAT MARIAM, ALLAH TDK SUKA DGN ORG YG SOMBONG, KRN MNUSIA SOMBONG SAHABATNYA IBLIS..
2023-06-20
2