2. MEMINANG

Memasuki pekarangan rumah yang cukup luas dengan banyak pepohonan buah dan sayuran di sekitar rumah sederhana milik Mariam. Maklumlah, kediaman Mariam yang ternyata tinggal dipuncak Bogor Jawa barat tenyata memiliki perkebunan teh yang sangat luas.

Hawa dingin menusuk kulit milik gadis itu yang tidak siap dengan membawa jaket maupun mantel hangat. Sebelum turun dari mobil ambulans. Dokter Rendra membalut tubuh Mariam dengan jaket miliknya.

Karena pintu mobil ambulans sudah dibuka, Mariam tidak mampu menolaknya. Orang-orang datang mengeluarkan keranda milik rumah sakit yang terdapat jenasah ustadz Abdul Muid untuk dibawa ke dalam rumah duka.

Beberapa tetangga dan para jamaah sudah siap menyambut jenasah ustadz Abdul Muid.

"Neng Mariam, kami turut berdukacita ya sayang." Ucap para ibu-ibu yang memeluk Mariam dengan tangisan.

"Maafkan Abi saya ibu-ibu!" Ucap Mariam yang juga ikut terisak.

Rupanya ustadz Abdul Muid orang yang cukup berpengaruh di desa itu. Para tetangga dengan sukarela mau begadang sampai pagi untuk menunggu jenazah sambil melantunkan ayat suci Alquran dan dzikir untuk jenazah.

Dokter Rendra Kusuma tidak mau beranjak dari tempatnya. Ia ikut membaur dengan masyarakat setempat tanpa menyebutkan status sosialnya.

"Maaf den!" Anda siapanya neng Mariam?" Tanya salah satu warga yang merasa asing dengan wajah dokter Rendra dan beberapa orang temannya yang ikut dalam rombongan pengantar jenazah ustad Abdul Muid.

"Saya teman dekatnya Mariam." Ujar dokter Rendra spontan.

Para bawahannya saling berpandangan mendengar pengakuan dokter Rendra pada warga setempat.

"Oh, pantas baru lihat. Tapi, selama ini neng Mariam tidak pernah dekat dengan lelaki manapun dan tidak ada satu orang pun pemuda di kampung ini yang berani mendekatinya. Gadis itu sangat alim hingga setiap pemuda merasa sangat segan kepadanya.

Tapi mengapa anda mengaku sebagai teman dekatnya?" Tetangga Mariam merasa sangsi dengan pengakuan dokter Rendra dan terkesan tidak mempercayai dokter muda itu.

Rendra tampak cuek dan bangkit menjauhi para warga sambil pura-pura menerima panggilan telepon dari seseorang.

Teman-temannya mengikuti dokter Rendra dan mulai mempertanyakan pengakuan dokter Rendra barusan dengan putri pasien.

"Dokter Rendra, mengapa anda nekat mengaku teman dekat nona Mariam?" Tanya dokter Emil.

"Aku spontan saja menjawabnya dan aku harap itu menjadi kenyataan." Ujar dokter Rendra cuek.

"Apakah dokter Rendra yakin gadis itu mau menjadi pasangan dokter Rendra?" Tanya dokter Rei.

"Yakin sih nggak, tapi aku harus mendapatkan gadis itu." Ucap dokter Rendra dengan tekad yang kuat.

"Dokter, gadis itu tidak akan menyukai orang-orang seperti kita yang jauh dari agama.

Nona Mariam akan memilih lelaki Sholeh yang akan menjadi imam sholatnya, sedangkan dokter Rendra baca surat alfatihah aja masih belum hafal." Tutur temannya sambil cekikikan.

"Aku tidak peduli, aku belum pernah bertemu dengan seorang wanita manapun yang berani menasehatiku tentang surga dan neraka. Mengancamku dengan kemiskinan dan kematian." Ucap dokter Rendra yang mengisahkan kembali pertemuannya dengan Mariam yang baru sekilas terjadi hari ini.

"Gila kamu dokter Rendra, kenapa sampai nekat merayu gadis sealim dia?" Tapi kata-kata gadis itu seakan membius orang yang baru mengenalnya. Benar dokter? Anda mau mendapatkan gadis alim itu?" Yakin dia akan menerima anda?" Tanya dokter Emil.

"Cukuplah Allah yang akan membolak balikan hatinya untuk bisa menerima lamaranku." Ucap dokter Rendra penuh harap.

"Semoga saja dokter Rendra, nona Mariam tidak menolakmu pinanganmu. Ternyata kita dibawa ke sini juga, karena ada maunya, kirain merasa bersalah karena tidak tepat waktu menolong ayahnya gadis itu." Ucap dokter Raditya.

"Sudahlah bercandanya, kita lagi di rumah duka." Ucap dokter Rey.

Semuanya terdiam dan menikmati wedang jahe yang disediakan oleh tetangganya Mariam.

"Silahkan di minum tuan-tuan, biar perutnya hangat. Makin malam akan makin terasa dingin menusuk tulang." Ucap pak RT yang menghampiri dokter Rendra dan teman-temannya.

Tidak lama kemudian, seorang pelayan Mariam mengantarkan kembali jaket milik dokter Rendra dari Mariam.

Dokter memakai jaketnya kembali dan sebelumnya itu ia mencium bau parfum milik Mariam yang menempel di jaket miliknya.

"Mariam, semoga aku bisa langsung mencium harum tubuhmu suatu hari nanti jika Allah berkehendak kita berjodoh sayang," pinta dokter Rendra yang sudah memakai jaket miliknya.

Keesokan paginya, pemakaman ayahanda Mariam dilakukan dengan sangat khidmat. Ketegaran Mariam menerima takdirnya sebagai gadis yatim piatu mengundang banyak pujian dari kalangan jamaah ayahnya.

Setelah semua para pengantar jenazah pulang ke kediaman mereka masing-masing, kini hanya tinggal Mariam dan dokter Rendra Kusuma yang setia menemani gadis itu.

Walaupun Mariam tahu kehadiran dokter Rendra yang ingin menebus kesalahannya karena melalaikan tugasnya sebagai dokter hanya karena keangkuhan pria tampan itu yang merupakan CEO rumah sakit tersebut, namun gadis ini tidak goyah sedikitpun dengan kekecewaannya terhadap dokter Rendra.

Setelah cukup lama berdoa di atas pusara sang ayah, Mariam mulai melangkah dengan tenang tanpa melirik ke arah dokter Rendra. Dokter Rendra tidak begitu mempersalahkan dirinya dicuekin oleh Mariam. Justru ia ingin meminta maaf kepada gadis itu dengan cara apapun untuk menebus kesalahannya.

"Mariam!"

Dokter Rendra berusaha menghalang-halangi langkah kaki Mariam yang berjalan begitu cepat agar bisa menjauhi dokter Rendra.

"Mariam, aku mohon maaf telah melalaikan tugasku hingga membuat ayahmu meninggal."

"Yah, saya sudah memaafkan anda, sekarang pulanglah dan kembali ke tugasmu sebagai seorang dokter. Dengan kamu kembali secepatnya ke rumah sakit milikmu, itu berarti aku telah memaafkan kamu. Tebus lah dosamu itu dengan cara yang lebih mulia." Ujar Mariam bijak.

"Benarkah, anda sudah memaafkan saya, nona Mariam?" Tanya dokter Rendra yang masih kelihatan ragu atas ucapan Mariam.

"Dengan cara apa saya bisa meyakinkan anda, kalau saya saat ini sudah memaafkan anda?" Mariam menghentikan langkahnya dan menatap tajam wajah dokter Rendra yang terlihat kusut karena semalaman ia tidak tidur.

"Aku ingin kamu menjadi istriku Mariam, aku meminang kamu sekarang. Jika benar kamu sudah memaafkan aku, tolong terimalah pinanganku!"

Dokter Rendra nekat meminang Mariam dalam keadaan gadis ini masih berduka.

"Apakah anda sinting ataukah sedang kelihatan keren di depanku agar aku bisa takluk dengan niat tulus anda itu?" Tanya Mariam dengan nada sengit.

"Setidaknya, aku ingin menggantikan tempat ayahmu yang selama ini telah membesarkan dan melindungi kehormatanmu sebagai putrinya dan aku ingin merawatmu dan mencintaimu serta melindungi kehormatanmu sebagai istriku yang sholeha, apakah itu salah?" Ujar dokter Rendra.

"Tuan dokter Rendra yang baik hati, apakah saat ini kamu sedang Iba pada hidupku ataukah ingin menebus rasa bersalahmu karena kepergian ayahku?" Tanya Mariam yang masih kesal dengan dokter Rendra.

"Tidak, bukan seperti itu cara aku ingin menjadikanmu istriku, tapi ini semua ku lakukan karena aku sangat mencintaimu Mariam." Ungkap dokter Rendra membuat jantung Mariam berdegup kencang.

Deggg..

"Anda sedang kesambat ya Tuan dokter?" Bagaimana mungkin, hanya dalam waktu satu malam anda bisa mencintai aku?" Mariam berjalan lebih cepat karena sudah hampir tiba di rumahnya.

"Karena aku baru menemukan sosok gadis yang telah menyadarkan aku tentang Haq dan batil. Aku diperingatkan tentang surga dan neraka. Aku di perkenalkan tentang kekuasaan Allah tanpa batas.

Sikap keangkuhanku selama ini aku pertahankan dan tidak satupun yang berani menasehatiku dalam kebaikan sampai aku dipertemukan denganmu dalam suasana yang tidak kondusif." Ucap dokter Rendra kelihatan sangat tulus pada Mariam.

Langkah Mariam terhenti. Gadis ini membalikkan tubuhnya menatap wajah tampan Rendra sesaat lalu kembali tertunduk.

"Beri saya waktu untuk melakukan sholat istikharah tuan dokter. Jika Allah memberikan aku petunjuk, bahwa kamu adalah jodohku, insya Allah, aku akan menerima pinanganmu.

Pulanglah dokter!" Aku tidak ingin jadi bahan fitnah jika satu langkah kakimu berani masuk ke halaman rumahku." Ucap Mariam tegas dan sangat menyejukkan hati dokter Rendra.

"Subhanallah!" Maha suci Engkau ya Robby karena telah mempertemukan aku dengan bidadariku." Gumam dokter Rendra membatin.

"Assalamualaikum Mariam!"

"Semoga Allah menjadikan aku sebagai suamimu untuk dunia dan akhirat, aaamiin.

Terimakasih!" Ucap dokter Rendra penuh tawadhu.

"Waalaikumuslam Warahmatullahi wa barokatuh. Hati-hati di jalan tuan dokter." Ucap Mariam mendoakan keselamatan untuk dokter Rendra.

Mariam menutup pintu pagar rumahnya yang terbuat dari bambu yang cukup tinggi hingga dirinya tidak kelihatan dari luar pagar.

Selain dirinya yang tinggal di rumah sederhana itu, Mariam juga memiliki tiga orang pelayan yang menemaninya.

Selain itu ia juga memiliki karyawan yang mengurus perkebunan teh dan sayuran yang selama ini biasa diawasi langsung oleh abinya.

"Neng!" Apakah itu tuan dokter yang merawat ustadz Abdullah?"

"Iya bibi."

"Ih, ganteng pisan, baik lagi. Ko ada ya dokter sebaik itu mau antar sendiri jenasah pasiennya." Ujar bibi Nur.

"Entahlah bibi."

Mariam masuk ke kamarnya dan mengambil wudhu untuk melakukan solat Dhuha.

Sementara di jalan tol menuju Jakarta, dokter Rendra terus memikirkan Mariam dengan segala pesona gadis itu.

Hatinya seakan sudah dirasuki oleh untaian kalimat indah dari lisan seorang Mariam, gadis alim berparas cantik dan sangat cerdas.

Gadis yang sudah menyelesaikan tesis S2 nya di Kairo Mesir ini, saat ini sedang mengajukan diri sebagai dosen di salah satu universitas yang ada di Jakarta.

"Mariam, mengapa baru sekarang kita dipertemukan?" Aku sangat malu padamu karena telah melecehkan kamu dengan kalimat bodohku yang menjatuhkan kehormatanmu sebagai gadis alim.

Mariam semoga Allah memilih aku menjadi suamimu walaupun aku bukan imam yang terbaik yang akan kamu miliki dan mungkin kamu idamkan." Ujar dokter Rendra lirih.

Sementara Mariam duduk di atas sajadahnya dengan terus berdzikir sambil terus mengusap air matanya.

Rasanya makin sepi hatinya ketika ditinggalkan oleh dokter Rendra yang sempat membuatnya nyaman saat berjalan berdua dari pemakaman tadi.

"Ya Allah, tentukan jodohku sesuai dengan kehendak-Mu ya Robby." Pinta Mariam dalam doanya di waktu Dhuha.

Mariam memejamkan matanya membayangkan wajah abinya yang telah membesarkan dirinya seorang diri. Alih-alih wajah abinya yang muncul dalam pejaman matanya, malah wajah dokter Rendra yang sedang bermain-main dalam pelupuk matanya.

Terpopuler

Comments

Ully

Ully

lanjut

2022-06-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!