"Apa papa dan mama sudah kehilangan akal? Deva baru 18 tahun pa. Deva masih mau kuliah, soal hutang nanti akan Deva lunasi setelah Deva bekerja nanti. Emang berapa sih hutang kalian?" tanya Deva sembari mondar mandir dan sesekali memegang dahinya.
"200 milyar. Kamu mati dan hidup sekali lagipun, nggak akan mampu melunasi hutang itu kalau hanya bekerja sebagai karyawan biasa." Jawab Edward.
"Du-Dua ratus milyar?" Deva syok.
"Iya. Emang kamu pikir cuma 20 juta? mana mungkin mama tega membiarkan anak kesayangan mama menikah muda hanya karena hutang sekecil itu. Sungguh mama tidak beruntung memiliki hanya dua orang putri. Coba kalau ada dua belas putri, pasti ada salah satu dari mereka yang rela berkorban." Jawab Yasmin sembari mengeluarkan air mata buayanya.
"Ma...bukannya Deva nggak mau berkorban. Tapi apa emang nggak punya jalan lain? Deva masih pengen kuliah ma," tanya Deva.
"Kamu kuliah mau bayar pakai apa? daun? lagian tujuan kuliah buat apa sih? cari duit kan? ngapain kamu susah-susah mikirin itu? kalau kamu menikah dengan cucu kakek hanggono, kamu tidurpun beralaskan duit. Tahu duit nggak kamu?" ucap Edward dengan berapi-api.
"Sekarang kita sudah bangkrut. Papa nggak bisa lagi memenuhi semua meinginanmu lagi, termasuk buat kuliah. Rumah ini akan disita sebagai pelunas hutang. Dan kita terpaksa tidur di kolong jembatan kalau itu sampai terjadi," sambung Edward dengan memasang wajah memelas.
"Sudahlah pa. Jangan paksa Deva lagi. Mungkin sudah nasib kita hidup melarat diusia tua. Bukan salah Deva juga, dia berhak hidup lebih baik dari kita dengan mengikuti jalan pikirannya sendiri," ucap Yasmin dengan wajah mendung.
"Sekarang kamu kemasi pakaianmu. Besok kita terpaksa hidup mulung dulu, agar bisa membangun rumah kardus. Kakek Hanggono memang memberikan keringanan untuk kita sampai kamu dapat ijazah. Tapi buat apa menunggu selama itu, kalau kamu tetap menolak. Toh lambat laun rumah ini akan disita, jadi kita cepat pergi saja dari rumah ini," sambung Yasmin yang kemudian beranjak dari tepi tempat tidur Deva.
Yasmin dan Edward keluar dari kamar Deva, dan melakukan TOS setelah pintu kamar itu tertutup.
"Apa papa yakin Deva akan setuju dengan melihat kesedihan kita tadi?" tanya Yasmin.
"Papa yakin. Meski terlihat keras, tapi Deva mempunyai hati yang lembut. Kita tinggal memoles akting kita sekali lagi, pasti dia akan setuju." Jawab Edward.
Sementara itu Deva yang pikirannya sedang kacau, terduduk lemas ditepi tempat tidur. Harapannya yang ingin sekolah tinggi, seperti pupus sudah. Namun dia tidak menyerah begitu saja, dia memasukkan dua lembar pakaian kedalam tas ransel dengan tujuan pergi ke ruman Leoni, kakak yang beda usia 12 tahun darinya.
"Kamu mau kemana?" tanya Yasmin yang menghentikan langkah Deva saat akan keluar pintu.
Deva menatap Yasmin yang tengah mengenakan baju daster, sembari memegang pisau dan satu siung bawang putih ditangannya. Hal yang tidak pernah dia lihat selama 18 tahun dia hidup. Deva menatap disekeliling dapur, tidak ada satupun pelayan di rumah itu yang biasa mengerjakan segalanya.
"Kamu cari apa? pelayan sudah mama pulangkan. Kita tidak sanggup lagi buat bayar mereka. Sekarang kita sudah miskin, rumah inipun menumpang sementara waktu sampai benar-benar disita," ucap Yasmin yang kembali menebar racun dipikiran Deva.
"Deva mau kerumah kak Leoni dulu. Besok Deva pulang." Jawab Deva.
Yasmin berpura-pura setuju, meskipun sebenarnya dia sangat khawatir Leoni akan mempengaruhi Deva agar menolak perjodohan itu. Setelah Deva keluar pintu, Yasmin segera naik keatas untuk memberitahu Edward tentang kepergian Deva ke rumah Leoni.
"Kenapa kamu harus khawatir. Sekarang Leoni tidak jauh berbeda dengan kita keadaannya. Suaminya juga masih nganggur sejak bangkrut. Jadi mana mungkin dia bisa menolong Deva keluar dari masalah perjodohan itu," ucap Edward.
"Iya juga ya? masalah kita cuma bisa diselesaikan jika ada uang 200 milyar itu," ujar Yasmin.
"Tapi meski ada 200 milyarpun, aku tidak akan menyiakan kesempatan berbesanan dengan orang sekaya mereka. Dasar Devanya saja yang bodoh kebanyakkan mikir. Buat apa kuliah, kalau nggak bisa membuat kaya. Sekarang sarjana banyak juga yang nganggur," ucap Edward.
"Papa benar. Mama juga lulusan sarjana, ujungnya jadi ibu rumah tangga biasa. Pokoknya bagaimanapun caranya, Deva harus setuju menikah dengan Decky," timpal Yasmin.
Dilain tempat, Deva baru saja tiba dikediaman Suwiryo. Saat ini Leoni, Ferdy dan keponakan kecilnya memang tengah menumpang dirumah mertuanya sejak Ferdy mengalami kebangkrutan enam bulan yang lalu.
"Deva?" Leoni tersenyum senang saat melihat Deva berada diambang pintu.
Deva melihat penampilan Leoni tidak secantik dulu lagi. Wajah yang kusam, dengan mengenakan daster sobek dibagian kancing bajunya.
"Kakak mau pergi?" tanya Deva saat melihat Leoni menenteng kantung plastik hitam, yang diapun tidak tahu apa isi didalamnya.
"Kakak mau buang sampah disitu." Jawab Leoni sembari menunjuk kearah tong sampah dengan bibirnya.
Deva mengikuti arah pandang Leoni, dan membiarkan kakaknya itu lewat untuk membuang sampah.
"Masuk yuk!" Leoni menggandeng lengan adiknya itu, agar masuk kedalam rumah bersamanya.
"Bu," sapa Deva pada ibu mertua Leoni yang saat ini tengah berwajah masam.
Leoni hanya bisa menelan ludahnya, karena takut ibu mertuanya itu bicara macam-macam didepan Deva. Sementara Deva yang belum tahu apa-apa, meraih tangan Sumarni dan menciumnya.
Rumah mertua Leoni memang lebih sederhana dari rumah Deva saat ini. Tapi meski begitu dia terpaksa merangkul Leoni dan Ferdy tinggal satu atap, karena tidak bisa berbuat lebih sejak kebangkrutan putranya itu.
"Kak," sapa Deva saat melihat Ferdy baru keluar dari kamar sembari bermain ponsel.
"Eh Dev. Udah lama?" tanya Ferdy yang tangannya diraih oleh adik iparnya itu untuk dicium.
"Baru datang kak." Jawab Deva.
"Oke santai saja ya? kakak mau nelpon teman dulu," ujar Ferdy yang kemudian dianggukki oleh Deva.
"Mama, papa apa kabar? apa kalian mengalami kesulitan setelah papa bangkrut?" tanya Leoni.
"Tadi kakek Hanggono datang kerumah untuk menagih hutang. Dia ingin menyita rumah kita, tapi mama, papa malah ingin menjadikan aku sebagai alat pelunas hutang." Jawab Deva.
"Pelunas hutang bagaimana?" tanya Leoni terkejut.
"Kakek Hanggono ingin aku menikahi cucunya, sebagai syarat pelunasan hutang 200 milyar yang papa pinjam." Jawab Deva dengan wajah sedih.
"Apa? kenapa papa, mama tega begitu sih?' tanya Leoni.
Sumarni yang diam-diam menguping, jadi tidak sabar ingin ikut nimbrung. Karena menurutnya itu juga sebagai peluang buat putranya.
"Tidak ada salahnya dengan orang tuamu itu. Coba kalian pikirkan nasib mereka kalau sampai rumah kalian disita. Orang tua kalian mau tinggal dimana? mama nggak mau ya rumah mama dijadikan tempat penampungan. Disini bukan panti sosial," ucap Sumarni yang membuat Deva jadi terkejut.
"Kalian sebagai anak juga tidak boleh egois. Orang tua kalian susah payah membesarkan kalian, menyekolahkan kalian. Sudah saatnya kalian balas budi. Kamu juga akan dinikahkan dengan cucu Hanggono, bukan menikah dengan Hanggono tua bangka itu. Jadi tidak ada ruginya kan?"
"Kalau kamu menikah dengan cucunya dan hidup enak, kamu juga bisa membantu orang tuamu membangun usaha kembali. Bisa bantu kakak iparmu juga. Emang kamu mau keponakkan kamu hidup melarat, baju nggak bisa ganti-ganti? maaf saja ya, bukan saya kejam. Tapi nampung orang juga nggak bisa selamanya, kami makan untuk dua mulut saja susah," sambung Sumarni.
"Astaga...kehidupan rumah tangga seperti apa yang kak Leoni jalani selama ini? apa kak Leoni tidak bahagia selama ini?" batin Deva yang melihat kearah Leoni yang sudah tertunduk.
Niat hati ingin menginap dan bercerita banyak hal dengan sang kakak, tapi Deva akhirnya kembali pulang dengan menambah beban dihatinya karena memikirkan nasib Leoni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Fenty Dhani
👍👍👍
2024-02-09
0
Siti Muhtarom
ada bener nya jg apa yg d katakan mertuanya kakamu itu
2022-11-11
0
Senajudifa
salken dr kutukan cinta mampirlh jika berkenan sdh kufavoritkan y
2022-07-12
0