Rasanya segar dan wangi, bau pesing yang menempel ditubuhku sudah hilang. Aku juga sudah siap dengan pakaian dinasku. Rambutku sudah tertata rapi, kiyis-kiyis pokoknya. Aku berdiri di depan cermin besar, memastikan penampilanku sudah rapih dan sempurna.
"Ternyata aku ganteng juga," pujiku. Dari pada tidak ada yang memuji lebih baik memuji diri sendiri. Tapi emang tampangku itu lumayan loh, badanku apalagi. Seragam kerjaku yang pas badan sangat menguntungkan, jadi otot-otot ditubuh ku bisa tercetak dan terlihat dari luar. Pantas saja para gadis di pabrik klepek-klepek saat melihat ku.
Jam di dinding kamar menunjukkan pukul setengah satu siang. Pas waktunya kalau aku berangkat sekarang. Jam kerja ku dimulai dari jam satu, perjalanan dari rumah menggunakan motor butut ku sekitar lima belas menit tapi aku lebih suka datang lebih awal. Maklum lah, karyawan teladan.
"Bu, aku berangkat dulu." Aku pamit pada ibu yang masih sibuk ngurusin bayi Sasha.
"Iya, hati-hati ya. Nggak usah ngebut-ngebut bawa motornya," ujar ibu memberi nasehat yang sama setiap hari. Pasti semua orang tua akan mengatakan hal seperti itu pada anaknya yang akan berangkat bekerja.
"Iya Bu, Ehh ini anak cantik belum bobo siang..." Wajahnya sangat menggemaskan seperti ibunya. Hihihi
"Iya ini dari tadi rewel enggak mau bobo."
"Lapar mungkin Bu, inikan sudah siang." Kasian sekali masih bayi harus sering ditinggal ibunya bekerja.
"Tapi dia kan baru lima bulan, Ris. Belum boleh makan kalau kata bidan." Lagi-lagi ibu motong namaku jadi Ris, anak cowok kekar begini kenapa kalau dipanggil Ris, seolah namaku Risa.
"Haris Bu..." protes dong.
"Iya iya... ehh ini bagaimana,. ibu bingung." Ternyata bayi kecil itu mulai menangis dan memukul-mukul da-da ibuku. Sepertinya aku tau dia kenapa.
"Bu. Dia sepertinya mau nen," ujarku sampai memberi isyarat pada ibu.
"Ya ampun ibu lupa, kamu haus ya nak. Maafin nenek ya... Ayo kita pulang, nenek mau hangatin susu buat kamu." Ibu pun pergi begitu saja tanpa peduli padaku yang sejak tadi ada di sana. Sepertinya ibu sangat menikmati waktunya bersama bayi Sasha. Mungkin kalau aku memberi nya cucu, hidupnya tidak kesepian lagi.
Aku menyalakan motor butut ku menggunakan kaki, perlu sedikit perjuangan dan tenaga untuk menyalakannya. Maklum lahh kan motor tua jadi tombol starter nya sudah tidak berfungsi lagi.
"Akhirnya nyala juga, ayo berangkat son." Ku tepuk motor kesayangan ku lalu mulai menarik gas dan berangkat ke pabrik.
Panas, angin dan debu jadi santapan setiap hari. Beda sekali dengan orang-orang yang kemana-mana menggunakan mobil. Mereka tidak perlu takut kepanasan dan kehujanan. Tapi aku tidak pernah merasa malu dengan keadaan, selagi masih bisa makan maka dia akan bersyukur.
Ada belokan di depan, pabrik tempat ku bekerja sudah dekat. Pabrik rambut palsu terbesar di daerah sini, sudah hampir tiga tahun aku bekerja disini. Pekerjaannya tidak begitu berat, hanya menjaga pos keamanan yang ada di depan dan juga keliling dua jam sekali untuk mengecek keamanan di bagian dalam pabrik.
Aku parkir kan motor ku di pojokan. Lalu ku hampiri pos keamanan. Rupanya di sana sudah ada Roni, rekanku hari ini.
"Hai Ron, sudah datang," sapaku pada laki-laki yang umurnya lebih tua dua tahun dariku. Dia juga masih jomblo seperti ku. "Kenapa mukamu kusut begitu?" tanyaku.
"Tuh... dari penggemar mu. Kapan aku bisa mendapatkan penggemar sepertimu." Dia galau rupanya, gara-gara melihat tumpukan kado dan makanan di meja yang ditujukan untuk ku.
"Sabar bro, kamu itu ganteng kok. Pasti banyak yang mau sama kamu. Kalau mau kamu ambil aja semuanya, aku sudah makan di rumah sebelum berangkat." Aku menepuk pundak Roni. Aneh memang, dia itu wajahnya sedikit lebih cakep dari wajah ku tapi para gadis yang bekerja di pabrik ini lebih suka padaku.
"Enggak enggak, itukan punyamu. Bisa habis aku dikeroyok gadis-gadis bar bar itu."
Aku tertawa renyah, ada-ada saja Roni itu. "Ya sudah kalau nggak mau. Aku bagikan ke bapak-bapak tukang becak saja kalau begitu."
"Ehh tunggu, aku minta satu deh... kebetulan aku juga laper," kata Roni sambil tersenyum memamerkan deretan giginya.
"Nih..." Aku pun memberikan nya satu kotak makanan. Setelah ini sisanya aku berikan pada bapak-bapak tukang becak yang mangkal di sekitar pabrik.
"Alhamdulillah, kecipratan lagi. Sering-sering saja nak Haris." Wajah-wajah yang tak lagi muda dan terlihat sangat kelelahan itu tampak sumringah setelah mendapatkan makanan yang aku bagikan.
"Sama-sama pak." Aku pun kembali ke pos penjagaan.
Inilah pekerjaan ku, menjaga keamanan pabrik rambut palsu ini. Siapa yang berani macam-macam disini akan berhadapan langsung dengan ku. Hehehe... Gini-gini kalau melawan maling atau segerombolan rampok aku sanggup mengalahkan mereka sendiri. Makanya di sini tidak ada yang berani berbuat macam-macam selama ada aku.
"Waktunya keliling, ayo..." ajak Roni, dia sangat bersemangat kalau waktunya berkeliling. Memang gadis-gadis pabrik disini cukup cantik-cantik dan seksi-seksi tapi tetap saja mereka tidak bisa mengalahkan pesona Tante Jelita.
"Ayo... kau kunci dulu gerbangnya," titahku. Sebelum ditinggal ke dalam gerbang harus dipastikan dalam keadaan terkunci. Bahaya kalau sampai ada orang yang tidak berkepentingan masuk tanpa ijin.
Kami pun berjalan beriringan. Pabrik rambut palsu ini cukup luas, ada beberapa gedung terpisah dan setiap gedung menjalankan tugas yang berbeda-beda. Jumlah karyawannya saja ribuan, bayangkan kalau mereka berkumpul jadi satu pasti seperti akan unjuk rasa.
"Bro bro lihat tuh, mereka lihatin kita," ujar Roni sambil senyum-senyum pada para gadis yang sedang bekerja.
Aku pun melihat ke arah yang sama, sekumpulan gadis yang tidak berkedip melihat ku. Ck... memang sih aku gagah, tapi apa perlu sampai begitu melihat ku.
"Ehh mas Haris sama mas Roni lagi keliling ya," sapa salah satu perempuan yang merupakan salah satu manajer bagian. Dia masih muda dan sudah diangkat jadi manajer, pintar juga dia.
"Iya mbak Ayu, gimana keadaan semua aman kan?" tanya Roni, kalau ada wanita cantik dia jelas nomor satu.
"Aman semua mas, kalau ada mas Haris nggak ada yang berani macam-macam." Tetap saja aku yang dipuji.
"Syukurlah, kalau begitu kami lanjut keliling lagi mbak. Permisi." Aku harus segera pamit sebelum wanita itu bertindak lebih.
"Ehh mas, tunggu!"
"Iya mbak," firasat ku sudah buruk kalau sudah begini.
"Apa tadi mas Haris sudah memakan makanan yang aku kasih. Bagaimana, enak tidak masakan ku?"
"Maaf mbak, tadi kebetulan aku sudah makan di rumah jadi makanannya aku bagikan pada orang yang kelaparan dari pada aku buang. Semoga doa mereka bisa jadi berkah untuk mbak Ayu, nggih." Aku pun pergi begitu saja meninggalkan wanita itu yang seperti sedang kesal. Ahh mbuh laah, kalau aku meladeni mereka semua bukannya aku malah jadi lelaki jahat ya. Lebih baik seperti ini kan, aku tidak ingin membuat mereka berharap pada sesuatu yang tidak pasti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
𝐘𝐖💋🅁🄸🄽🄰👻ᴸᴷ
Lnjtkn,Adeq 👍🌹❤️🤗😘
2022-06-07
1