Setelah kejadian pagi itu aku jadi malu pada ibuku sendiri. Ibu kalau melihat ku juga senyum-senyum sendiri sambil nyindir.
"Makanya cari pacar, nanti nggak ngabisin sabun terus." Lagi-lagi ibu menyindir ku kalau ada kesempatan. Dasar mulut emak-emak emang ga ada habisnya kalau sudah ada bahan. Anak sendiri pun jadi santapan.
"Iya, iya Bu, doain biar aku cepat ketemu jodoh ku," ucapku sambil memainkan ponsel smartphone ku yang baru satu bulan ku beli dari hasil menyisihkan sebagian gajiku menjadi penjaga keamanan. Sementara sebagian gajiku yang lain selalu ku berikan pada ibu untuk keperluan sehari-hari, bayar listrik, air dan lain-lain. Cukup nggak cukup si, walaupun kadang makan seadanya. Yang penting listrik dan air ke bayar.
Ibuku awalnya jualan makanan matang seperti sayur tumis, lauk pauk dan lainnya. Masakannya enak dan pas di lidah, jadi wajar saja kalau banyak pembelinya. Tapi setengah tahun terakhir kesehatan ibuku sedikit menurun, sering sakit-sakitan dan setelah diperiksa ternyata beliau terkena diabetes.
Sejak saat itu aku menyuruh ibuku untuk berhenti berjualan, sayang sebenarnya karena hasil dari berjualan lumayan bisa menopang hidup kami. Tapi aku tidak tega melihatnya sakit terus karena kelelahan sedikit langsung drop. Bukannya malah untung tapi uang yang sudah terkumpul jadi untuk membayar rumah sakit.
"Ibu masak sayur lodeh sama sambal terasi kesukaan kamu, ibu mau pergi sebentar ke rumah depan," kata ibu padaku.
Ibu mau ke rumah Tante Jelita, waahh mau apa dia. "Mau apa ke sana Bu?" tanya ku kepo.
"Ibu disuruh menjaga bayinya, katanya hari ini mbaknya ijin." Tetangga sekitar memang kerap kali menggunakan jasa ibu, entah untuk memasak kalau ada acara dan juga yang lain. Tidak masalah menurut ku karena tidak setiap hari jadi tubuh ibu bisa istirahat setelahnya.
"Emang ibu bisa jaga bayi?"
"Bisa dong, ngurusin bayi mah gampang. Kalau nangis tinggal di kasih susu. Kalau sudah agak besar baru repot karena lari-larian kesana-kemari. Sudah ibu pergi dulu, sebelum mbak Lita nya mau berangkat ke toko." Ibu buru-buru saat melihat mobil Tante Jelita sudah keluar dari garasi.
Aku hanya bisa memandang nya dari jauh, lihat saja perbedaan kami. Dia kemana-mana menggunakan mobil, tidak kepanasan dan kehujanan. Pantas saja kulitnya putih mulus wong nggak pernah kena matahari. Beda sekali dengan ku yang cuma punya motor bebek tua.
Ibu sudah menyebrang jalan dan sampai di halaman rumah Tante Jelita, aku melihatnya dari ruang tamu yang pintunya terbuka. Tante Jelita keluar dari rumah nya sambil menggendong bayi nya. Dia sudah rapi dan cantik, menggunakan terusan pas body yang panjangnya di atas lutut. Dipadukan dengan blazer di atasnya. Dia suka sekali menggunakan pakaian yang ketat dan pres body.
Aku masih saja memperhatikan mereka dari rumahku, bayi yang tadi ada di gendongan Tante Jelita kini sudah berpindah ke ibuku. Mereka sedikit berbincang lalu Tante Jelita pun masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari sana. Selesai sudah, aku tidak bisa melihatnya lagi hari ini karena siangnya giliranku jaga sampai malam. Besok lagi aku bisa melihatnya, oh Tante Jelita cantikku... kapan aku bisa punya kesempatan dekat dengan mu.
Aku merebahkan tubuh ku di sofa, menggunakan ke dua tanganku sebagai bantalan. Jarum jam di dinding masih menunjukkan pukul sepuluh pagi, masih ada waktu tiga jam untuk ku sebelum berangkat. Lebih baik aku tidur sekarang, agar fisikku kembali fit untuk berjaga nanti.
Ternyata tidak butuh waktu lama aku sudah terlelap mungkin karena banyak menguras tenaga pagi tadi. Sekarang aku sudah masuk ke dalam dunia mimpi ku.
'Dimana ini, ini seperti kamar. Tapi kamar siapa ini?' Aku ingat tadi aku tidur si sofa ruang tamu, tapi kenapa tiba-tiba aku berada di kamar yang asing. Tubuh ku masih sama hanya menggunakan celana pendek tanpa atasan.
Ku lihat sekeliling, ada banyak perlengkapan wanita di atas meja rias. Lalu dekorasi kamar yang feminim, ini jelas kamar perempuan tapi ini kamar siapa dan kenapa aku bisa ada di sini. Kalau sampai ada yang lihat bisa-bisa aku dituduh mencuri. Bisa digebukin satu kampung aku.
'Lebih baik aku pergi dari sini sebelum ada yang datang,' gumamku.
Kakiku turun dari kasur empuk itu, rasanya dingin saat telapak kakiku menyentuh lantai kamar itu. Segera aku berjalan menuju pintu kamar.
Ceklek. Aku memaku saat mendengar pintu yang aku tebak adalah pintu kamar mandi itu terbuka. Tangan ku yang sudah memegang gagang pintu pintu pun berhenti. Kakiku gemetaran, aku sudah ketahuan, tamat sudah riwayat ku.
"Mas Haris...."
Suara itu kenapa begitu lembut, seperti membelai-belai telingaku. Sepertinya itu seorang perempuan, bagaimana ini apa aku kabur saja. Ya sepertinya kabur adalah pilihan yang tepat. Aku pun bersiap membuka pintu.
"Mas Haris... kamu mau kemana?"
Kali ini aku dibuat merinding disko mendengar suara itu. Baru suaranya saja sudah bisa membuat bulu-bulu halus ku berdiri. Ehh tadi dia memanggil namaku, dan sepertinya suaranya aku kenal.
"Mas..."
Aku tidak tahan lagi, tubuhku berbalik sendiri saat mendengar suara itu lagi. Tapi sedetik kemudian mataku melebar saat melihat siapa yang ada di depan mataku.
"Tante Jelita?" Bidadari ku, cintaku, yang selalu menjadi obyek khayal ku sekarang ada di depan mataku. Dan yang lebih membuat jantung ku tiba-tiba berdebar kencang adalah tubuh Tante Jelita yang hanya menggunakan handuk dan ukurannya terlihat begitu minim.
"Mas Haris...." Dia memanggil namaku lagi dengan manja. Apa ini mimpi, aku berusaha mengedipkan mata ku berkali-kali dan Tante Jelita masih ada di depan ku.
"A-apa ini kamar Tante?" tanya ku gugup, jakunku sudah naik turun sejak tadi melihat pemandangan indah itu.
"Bukan, tapi ini kamar kita mas," katanya sambil tersenyum manis.
"Ka-kamar kita?" tanyaku tak percaya. "Bagaimana bisa?" Tentu saja aku terkejut. Kamar kita artinya aku dan Tante Jelita sudah... menikah?? Aku semakin melebarkan mata.
"Apa kamu lupa kalau kita suami istri?" Tante Jelita berjalan menuju ke arah ku. Bagaimana ini, aku takut tidak bisa menahan diri lagi.
"Aku istrimu, mas. Aku milikmu sekarang," ujar Tante Jelita dengan suara mendayu-dayu, terdengar sangat indah ditelingaku. Apa katanya tadi, istri? jadi aku bisa melakukan apapun padanya kan?
"Iya mas, lakukanlah. Aku sudah sangat merindukan mu..." Tente Jelita membelai wajah ku dengan jari-jari lentiknya. Ini seperti mimpi, aku bisa merasakan belaian tangan Tante Jelita. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu, aku akan melakukan apapun yang aku mau.
Tangan ku mencoba meraih sosok yang ada di depan ku. Aku takut ini hanya mimpi. Kurasakan kulit wajahnya begitu halus dan lembut. Aku terus menyusuri pipi lalu ke leher dan tibalah jari-jemari ku sampai di atas sesuatu yang selalu aku mimpi-mimpikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Morna Simanungkalit
ini hanya mimpi
2025-02-17
0
Ira ita
udah udah bangun Ris bangun 🤣🤣 koe mung ngimpi og🤣
2023-11-01
0
Novianti Ratnasari
pasti mimpi tuh
2022-07-23
1