Richi diminta Ayahnya ikut ke sebuah acara. Mereka mendapat undangan pesta kecil-kecilan untuk mempererat tali persaudaraan nanti malam.
Richi awalnya enggan datang ke acara pesta-pestaan. Apalagi disana sudah jelas para orang tua akan memperkenalkan anak-anak mereka. Bahkan terkadang dijodoh-jodohkan walau hanya bercandaan. Tapi karena Ayah yang memintanya langsung, dia tidak bisa menolaknya.
Mendengar anak perempuan satu-satunya itu mau ikut, Marry langsung ke kamar putrinya. Memilihkan anaknya dress supaya terlihat anggun. Lantaran ia langsung teringat kejadian dua tahun lalu, saat Richi meminta Ayah dan Ibunya pergi duluan, gadis itu datang dengan memakai celana jeans. Membuat dirinya hampir pingsan.
"Aduh, Ibu. Ichi tidak mau pakai high heels." Tolaknya dengan sedikit mengotot. Dia sudah pandai berjalan dengan benda itu. Hanya saja terasa tidak nyaman. Lebih gampang pakai kets. Kalau ada maling, dia bisa langsung kejar. Begitu pikirnya.
"Letakkan kakimu di bawah!" Hentak ibunya yang melihat Richi duduk dengan kaki di atas meja belajarnya.
Richi cemberut dan langsung menurunkan kakinya.
"Ya Tuhan. Anak perempuanku satu-satunya! Ngidam apa, sih, aku.." Marry menggelengkan kepala melihat putrinya ini.
Kakak laki-laki Richi lewat dari depan pintu kamarnya. Mendengar ibunya mengeluh, ia mendongak ke dalam kamar lalu berkata pada adiknya. "Hei, Chi. Pakai saja jas Ayah. Hahaha" Ledeknya pada Richi lalu pergi begitu saja.
"Sudah, pakai ini, cepat. Ibu tunggu sampai selesai. Kita pergi bersama."
Tak lupa Ibunya meminta Sun -ART mereka- membantunya memakai make up.
"Haaahhh" desahnya dengan berat melangkah berganti pakaian.
🦋
Mobil mereka berhenti di halaman luas sebuah rumah mewah. Sudah banyak mobil berjejer disana. Lampu-lampu bercahaya terang. Pintu rumah terbuka lebar. Sudah banyak orang didalam.
Richi turun dari mobil. Menarik-narik dress peach sepahanya supaya lebih turun lagi. Rambutnya yang tebal bergelombang panjang terurai hingga hampir menutupi pinggang kecilnya.
Dia berjalan disebelah kakaknya dengan hak setinggi 5cm berwarna putih. Jalannya sengaja di atur karena Marry berjalan dibelakangnya mengawasi.
Marry sendiri terpesona melihat anaknya yang begitu anggun. Sayangnya, ini hanya sementara saja. Karena biasanya, Richi bertahan di acara-acara seperti ini hanya satu jam. Dia akan mencari cara agar lari dan pulang setelah ibunya memperkenalkannya dengan bangga kepada teman-temannya.
"Tuan Wiley.." Sapa seorang lelaki yang sama tuanya di depan pintu bersama seorang wanita yang mungkin istrinya.
Mereka bercengkrama dan bercanda cukup lama. Tak lupa Marry memperkenalkan anak-anaknya kepada sang pemilik acara.
"Aduh, cantik sekali." Wanita tadi menyentuh pipi Richi dengan lembut.
"Tentu saja, siapa dulu Ibunya." Sahut Marry tak mau kalah.
'Hadeh, mulai deh.' Batin Richi.
Richi mengambil minuman. Dia agak haus karena ikut mendengarkan para ibu-ibu memamerkan jenjang prestasi anak-anaknya.
"Richi".
Suara seorang laki-laki menyapanya dari belakang.
"Kau Richi, kan?"
"Ah, kak Emer". Richi meletakkan lagi minumannya. Dia sedikit mendongak melihat wajah Emer dengan setelan jas dan dasi hitam. Rambutnya ditata sedemikian rupa. Terlihat menawan.
"Astaga, Richi. Berbeda sekali". Dia terpana menatap Richi yang jauh berbeda dengan yang ia temui kemarin di sekolah.
Seorang Richi yang bahkan duduknya saja bisa asal, rambut cepol di atas kepala, hampir tidak ada yang tahu gadis ini mempunyai rambut yang indah.
"Richi, tidak sangka bisa bertemu diluar sekolah. Apa kau dipaksa berdandan begini?" Tanya Emer sambil tertawa meledek Richi.
"Benar sekali. Kalau tidak karena Ibu, Ah.. aku lebih suka membaca novel di kamar sambil rebahan". Jawabnya yang menyesal dengan keputusan ibunya.
"Benarkah? Aku hanya asal tebak tadi."
"Kak Emer, bersama siapa kemari?"
"Aku.."
Tuk..tuk..tuk..
Suara mic yang sengaja diketuk oleh seorang lelaki tua si pemilik rumah tanda ia akan memulai pidatonya.
"Selamat malam. Terima kasih sudah hadir di acara sederhana rumah kami. Kami sengaja membuat acara ini sebagai ucapan syukur kepada Tuhan, bahwa anak sulung kami baru saja pulang dari negara J dalam rangka pertukaran pelajar dengan nilai yang sangat memuaskan. Dia pula yang akan menjadi penerus bisnis kami, Emerald Valter".
Semua orang bertepuk tangan mengarahkan wajah mereka ke Emer yang berada di sebelah Richi.
Richi membelalakkan mata, terkejut juga kagum dengan kepintaran Emerald.
Orang-orang sudah mulai menikmati makanan yang di hidangkan. Emerald mengajak Richi ke taman rumah mereka. Karena ia tahu Richi tidak betah berada disana.
Richi duduk di bangku taman yang sangat luas. Tanahnya dilapisi rumput hijau yang membuat mata segar saat memandangnya. Malam haripun bunga-bunga disana tetap terlihat indah.
Richi membuka sepatunya. Dia mulai memijat-mijat telapak kaki kanannya yang sedari tadi harus bertahan dan berdiri karena Ibunya mengajaknya kesana kemari berkenalan dengan banyak orang.
"Apakah sakit?" Emer duduk disebelahnya. Melihatnya yang memijit-mijit kaki jenjangnya yang putih.
"Lumayan". Jawabnya sambil tersenyum. "Aku tidak betah pakai ini". Dia menyepak kecil high heels dengan kaki kirinya.
"Ya, ya. Aku sudah paham itu". Emer tertawa pelan. "Tapi, aku sangat terkesima melihat rambutmu". Emer menyentuh ujung rambut Richi yang begitu halus.
"Ah, ini." Richi menggenggam rambutnya. "Kalau bukan karena Ibu, aku sudah lama sekali ingin memotongnya segini". Richi meletakkan telunjuk di bahunya.
"Perempuan berambut pendek itu elegan." Kata Emer kemudian mengingat Mamanya yang selalu berambut pendek.
"Benarkah? Aku ingin melakukannya bukan supaya terlihat elegan. Tapi, supaya tidak repot saat bermain basket". Ucapnya yang direspon tertawa oleh Emer.
"Ini, pakai ini dulu. Supaya kakimu tidak sakit". Emer memberikan Richi sepasang sendal imut berwarna pink. "Punya kakakku" Katanya saat melihat Richi mengerutkan dahi melihat sendal yang dibawanya.
Emerald mengajak Richi mengelilingi rumahnya. Rumah yang sangat besar.
"Wah.. kakak juga pemain Taekwondo?"
Seru Richi berbinar memperhatikan salah satu sudut tembok.
Richi ternganga melihat foto Emerald memegang piagam dan memakai dobok, seragam latihan taekwondo dengan sabuk hitamnya.
"Benar. Kau tahu Taekwondo juga?"
Richi melihat kagum ke arah Emerald. "Iya, aku suka Taekwondo."
"Hei, Ichi. Kau disini rupanya. Ayah dan Ibu mencarimu." Kakak laki-laki Richi menemuinya saat melihatnya dan Emer muncul dari dalam rumah utama.
"Ah, iya." Richi memakai sepatunya lagi yang sejak tadi di tentengnya.
"Kakak Richi? Perkenalkan, saya Emerald, senior Richi di sekolah". Emer menjulurkan tangannya dan langsung di sambut ramah oleh kakak Richi.
"Aku mengenalmu. Aku Ricky Wiley."
Mereka mengobrol kecil tentang bisnis yang mulai mereka pelajari. Sedangkan Richi berjalan mencari ibunya.
Saat itu, ia tak sengaja bersenggolan dengan seorang lelaki dengan setelan jas abu-abu bertubuh tinggi, hingga membuat minuman yang lelaki itu pegang sedikit tumpah mengenai ujung sepatunya.
"Ah. Maafkan say.." Richi terperanjat melihat seseorang yang mulai menunjukkan wajah marah.
"Ah, sial. Sepatuku." Gerutunya kesal sambil menghentak-hentakkan sepatunya supaya genangan air di atasnya jatuh.
To be Continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 288 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Pasti Hugo,Aduuhhh mana sih Emer tadi..🙆🏻♀️
2023-05-07
0
Umi Kalsum Siahaan
🥰🥰🥰🥰😘😘 ahh mantap.lannnnnjuutt
2022-07-13
2
HAnamichi Nhia Chan Tendo
lanjut thot
2022-06-04
2