Para murid banyak menggosip dengan tema yang sama belakangan ini. Khususnya para siswi, yaitu tentang pacar Hugo.
Banyak yang tidak percaya Hugo memiliki kekasih seperti Richi. Ya, Richi sebenarnya siswi yang cukup dikenal. Lantaran hanya dirinyalah satu-satunya perempuan yang sering bermain basket bersama laki-laki saat jam istirahat atau sepulang sekolah. Namun orang-orang tidak mengetahui namanya, hanya dikenal sebagai perempuan yang sering bermain basket.
Greta berbaik hati, dialah orang yang paling depan mengatakan gosip itu tidak benar. Menurutnya, gosip ini hanya membuat buruk citra Hugo.
Greta masuk ke kelas Hugo. Salah satu gadis yang berani akrab dengan Hugo, karena Ayah mereka berteman.
Dia mendatangi lelaki yang sedang duduk di atas meja dan bersandar di dinding. Kancing seragamnya terbuka seluruhnya, menampakkan kaos polos berwarna hitam.
"Hugo.. Hugo, benarkah gosip itu?" Tanya Greta dengan suara centil yang dibuat-buat.
Rambut Hugo bergerak kesana kemari karena terpaan angin dari jendela kaca yang sengaja dibuka.
"Benar" Jawab Axel.
"Aku tidak bertanya padamu!" Sentaknya pada Axel yang hanya tersenyum kecut.
"Kau tidak percaya? Lihat, nih." Daren memperlihatkan foto yang sudah tersebar kemana-mana.
"Apa! Berani sekali dia menggoda Hugo!" Teriak Greta yang sebenarnya tahu, kalau Richi tidak suka menggoda lelaki.
"Hei, Hugo yang menembaknya. Kenapa kau yang marah?" Axel menimpali.
Tokoh utamanya hanya diam saja. Menikmati similir angin yang berhembus halus ke wajahnya.
"Aku tidak percaya! Bagaimana mungkin Hugo bersama cowok cantik seperti dia." Greta menghentakkan kakinya dan berlalu pergi. Dia sudah lari menuju kelasnya untuk meminta penjelasan dari gadis tomboi itu.
"Cowok cantik, katanya?" Tanya Daren bingung.
"Bukannya kalian yang ingin sekali tahu?". Jawabnya santai.
"Tapi dia berbeda sekali dengan seleramu". Celetuk Isac dan mendapat anggukan dari yang lain.
"Sesekali berbeda selera tidak apa, kan?" Katanya menyeringai menampakkan gigi gingsul yang membuat wajahnya terlihat galak.
...🍒...
Greta menghentak-hentakkan kakinya sambil berjalan ke arah bangku Richi, sudut jendela paling belakang.
Gadis itu tengah mendengarkan alunan musik sambil sesekali memejamkan mata karena hembusan angin. Tangannya menopang dagu menghadap ke jendela yang terbuka.
"Richi!" Greta menepuk keras meja Richi. Gadis itu menoleh santai ke arah Greta yang terlihat menyedihkan. Lalu ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap miris pada wajah cantik yang tidak terima idolanya punya kekasih.
Teman-teman yang lain hanya melihat. Karena sebelumnya, Richi tak pernah punya masalah dengan siapapun. Dia lebih memilih menjadi orang yang tenggelam dari pada harus mengapung kepermukaan supaya dikenal banyak siswa.
"Kau ini, jelaskan padaku bagaimana kau bisa berpacaran dengannya!". Sentak Greta yang tak terima kalah dengan gadis seperti Richi.
Richi hanya menatapnya dingin. Tak bergeming dan tak peduli.
"Ishh kau ini!" Greta menarik headset yang menempel sejak tadi di telinga Richi.
"Richiii..". Greta mengguncang-guncang bahu Richi dan membuat gadis itu oleng.
"Haisssh! Kan, sudah kubilang. Aku tidak berpacaran dengannyaaaaa" Teriak Richi yang membuat semua orang sangat mendengar kalimat itu.
"Tidak pacaran apanya!" Greta menunjukkan layar ponselnya pada Richi.
Gadis itu langsung meraih ponsel merah jambu milik Greta. Seketika mata indah Richi membulat melihat apa yang ada di layar.
"Apaaa!!!" Richi berdiri murka. Kursi yang ia duduki tadi terjungkal kebelakang. Bisa-bisanya ada yang sempat memotret saat Hugo mengikat sepatunya tadi.
Richi menggenggam kuat ponsel Greta. Melihat itu, Greta buru-buru menarik ponselnya dari tangan lentik Richi. Takut kalau-kalau gadis itu menghantamkannya ke lantai sebab kemurkaannya.
"Romantis sekali, ya". Gadis-gadis di ujung yang baru mendapatkan foto itu cekikikan.
"Bukankah kalian cukup serasi, Ri?" Ucap Neli tiba-tiba mengagetkan banyak pihak. "Kalian sama-sama bar-bar". Lanjutnya sambil terkikik.
TENG TENG TENG TENG
Bel istirahat ke telah usai. Para murid berhamburan masuk ke dalam kelas. Hanya tinggal satu mata pelajaran lagi untuk mengguncangkan bel pulang sekolah.
Wajah Richi masih bertekuk. Dia geram pada Hugo. Lelaki itu benar-benar mengusik hidupnya sekarang. Tapi diapun tidak berminat menghadapi lelaki itu.
Dia berencana membiarkan saja gosip ini berlalu dengan sendirinya. Toh, orang-orang tidak akan melihat mereka berduaan di sekolah, apalagi berkencan. Hiiih.. membayangkannya saja dia tidak suka. Lelaki seperti Hugo hanyalah lelaki manja yang apa-apa sudah tersedia selagi dia memintanya. Begitu batin Richi.
Lihat, untuk membuat hubungan palsu saja dia memakai cara licik. Pikir Richi geram.
Sepulang sekolah, Richi sebenarnya sudah tak minat bermain basket. Dia ingin sekali langsung pulang ke rumah dan menjadi kaum rebahan sambil membaca novelnya.
Namun karena sudah janji, Richi harus menepatinya. Satu jam saja, pikirnya tadi.
Richi tak mengganti bajunya. Seperti biasa, jika bermain setelah pulang sekolah, dia akan membiarkan seragamnya basah karena keringat. Toh, besok juga sudah ganti seragam, pikirnya lagi.
Richi bermain agak lesu. Mood-nya sedang buruk. Walau begitu, permainannya tetap bagus.
Sekolah mulai kosong. Satu persatu siswa meninggalkan sekolah.
Dari ujung lorong, empat orang laki-laki berjalan menuju gerbang. Mereka akan melewati lapangan basket. Karena tengah lapangan yang lebar di kelilingi sekolah yang berjumlah 5 lantai.
Daren menghentikan langkah mereka. "Sebentar. Itukah pacarmu?"
Hugo menyipitkan mata. Melihat beberapa orang yang berada di lapangan basket.
"Hm. Benar".
"Sapalah. Kenalkan pada kami". Lanjut Daren lagi.
"Aku tidak mengenalnya. Aku hanya menjebaknya supaya orang tahu aku punya pacar."
"APAA!!" Serentak ketiga temannya.
"Hahaha aku sudah duga. Mana mungkin seleramu begitu". Suara tertawa Isac nyaring terdengar.
"Aku memintanya jadi pacar bohongan. Tapi dia menolak mentah-mentah." Lanjut Hugo lagi.
Axel tertawa hingga langit-langitnya terlihat. "Hahaha baru kali ini ada yang menolakmu? Aku jadi lebih mengidolakannya".
"Kau kenal, Xel?" Tanya Isac yang melipat tangannya di dada. Memandang gerak-gerik gadis itu.
"Aku hanya tahu namanya Richi. Aku hanya senang melihatnya bermain. Bukankah keren melihat perempuan bermain basket yang begitu jago?" Oceh Axel yang terang-terangan mengatakan suka pada gadis itu.
"Cih. Gadis ya gadis. Tidak perlu melakukan apa yang lelaki lakukan. Bukankah menjijikan melihat lelaki melakukan apa yang biasa perempuan lakukan?" Hugo memberi komentarnya. Di mata Hugo, perempuan seharusnya anggun dan indah. Bukan seperti gadis itu. Bahkan ia tak melihat sisi perempuan pada diri gadis itu.
"Ya, ya, terserah apa katamu!" Timpal Axel malas berdebat. Mereka berjalan pulang melewati lapangan basket.
Tanpa sengaja, bola basket berguling ke arah mereka. Bola itu di tahan Hugo dengan kakinya.
"Hei, Hugo. Ayo main". Salah satu dari mereka berteriak memanggil Hugo.
"Ayolah, main sama pacarmu sesekali." Ajak yang lain lagi.
"Mulutmu mau ku sumpal, hah?" Sedikit terdengar suara gadis itu. Dari jauh Hugo melihat napasnya terengah-engah. Rambutnya seperti yang selalu ia lihat, menggulung di atas kepalanya. Kancing bajunya sedikit terbuka, menampakkan kaos dalam yang berwarna biru. Rok gadis itu seatas lututnya. 'Dia benar-benar bermain tanpa ganti seragam, ya'. Batin Hugo.
"Wah pasti seru ini". Ledek Isac.
"Ayo, main, ayo". Yang lain ikut menimpali.
"Aku mau tanding satu lawan satu saja". Suara Hugo bergema.
"Ciee.. " yang lain bersorak merasa bangga bisa melihat langsung pertandingan dua sejoli yang baru berpacaran ini.
Hugo berjalan cepat ke arah lapangan. Melihat itu, Richi beranjak ke arah tasnya yang berada di kursi pinggir lapangan. Dia tidak ingin banyak terlibat dengan lelaki yang sudah menyusahkannya itu.
Hugo mendekatinya dari belakang. Gadis itu tengah membereskan barangnya.
"Hei, ayo bertanding". Bisik Hugo tepat dibelakang Richi.
Gadis itu menoleh sekilas. Tinggi Hugo membuatnya terlihat kerdil. Padahal, Richi termasuk gadis yang berbadan tinggi di kelasnya.
"Tidak perlu". Ucapnya acuh tak acuh.
"Kalau aku kalah, aku akan katakan berita itu tidak benar. Tapi kalau kau yang kalah, kau harus menjadi pacar bohonganku. Kerjamu tidak berat. Hanya mengaku saja." Jelas Hugo sambil tersenyum manis, yang di pandang Richi seperti senyum keledai.
Richi menggelengkan kepala, heran, kenapa gadis-gadis kurang kerjaan itu terlalu menggilainya.
"Kalau kau tidak mau, aku akan lakukan hal yang lebih seru, lho." Ancam Hugo dengan penuh senyuman.
"Kau pikir aku peduli?"
"Yah... Baiklah." Hugo memantul-mantulkan bola yang sejak tadi di pegangnya.
"Bagaimana ini, Richi malah mengajakku jalan-jalan keluar dari pada bermain basket." ucap Hugo lalu mamasukkan bola ke dalam ring.
"Waah.. Richi kau ini ya, hahaa" Suara mereka mulai berisik.
"Richi, kau diluar perkiraanku ya. Haha" ledek kawannya yang lain.
Richi menoleh tak suka. Apa-apaan dia, batinnya.
Richi merebut bola basket dari tangan Hugo.
"Pegang janjimu." katanya sambil menunjuk wajah Hugo.
"Haha, baiklah, baik.." Ucap Hugo tersenyum sambil mengambil posisi.
To be Continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 288 Episodes
Comments
FR
aku selalu suka ceritamu Thor 💜💜
2023-12-04
1
Qaisaa Nazarudin
Cerita ini kayak novel yg ku baca BADGIRL MILIK KETOS gak sih alurnya,Perannya Fira dan Vian,,Fira juga seorg Mafia girl yg di takuti banyak orang dan geng lain..
2023-05-07
0
miradwic
aaargh si hugo nyebelin ternyata tapi seru plisss
2022-10-20
1