Di depan Shin sudah terlihat jurang pintu menuju alam fana, tapi matanya justru teralihkan pada cahaya biru dari celah batu besar.
Dia tersenyum tipis, sudah 700 tahun lamanya dan cahaya itu masih saja menyapanya untuk singgah seperti dulu.
"Bisakah aku ke lembah itu sebentar?" tanya Shin pada kedua prajurit yang mengawalnya.
Kedua prajurit saling memandang mendengar pertanyaan Shin.
"Bisakah?" ulangnya sambil tersenyum ramah hingga matanya menyipit menampakan bulu mata lentik panjang.
Salah satu yang membuat para dewa iri adalah kesempurnaan dalam diri Shin. Dewa agung begitu memberi kesempurnaan rupa, tubuh, sifat dan kekuatan yang tak dimiliki dewa lain padanya. Tapi apakah semua itu layak menjadi alasannya untuk dibenci?
Kedua prajurit itu mengangguk menyetujui permintaan Shin, membuat si penanya tersenyum kegirangan.
"Terima kasih banyak."
Shin berlari kecil memasuki lembah yang berdominan dengan warna biru gelap dan bercahaya ini.
Benar juga. Selain taman langit masih ada lembah ini yang memang begitu mencolok. Tak terkejut sudah kedua kalinya Shin ditarik masuk ke tempat ini.
"Apakah tempat ini memiliki nama?" tanya Shin pada prajurit yang masih mengikutinya di belakang.
"Lembah Aresh."
'Bahkan tempat ini memiliki namanya', pikir Shin.
Shin berjalan mendekat ke arah jeruji besi yang menempel pada dinding batu. Di dalamnya masih ada empat rantai besar yang dulu pernah dipakai untuk membelenggu seseorang.
Gambaran masa lalu berputar di kepalanya seperti baru terjadi kemarin.
Matanya masih menangkap sosok yang sebelumnya terbelenggu di balik jeruji.
Ini adalah tempat pertama kali dia dan Aresh bertemu. Bahkan setelah 700 tahun lamanya Shin baru mengetahui nama teman mengobrolnya itu.
Tepat dimana hari dia diciptakan, Shin merasa sangat diasingkan oleh para penghuni langit.
Semua dewa langit menghindarinya bak hama. Pejabat langit terlalu sibuk untuk sekedar mengobrol. Sedangkan prajurit langit, mereka seperti tidak dianjurkan untuk berbicara.
Shin hanya memeliki dewa agung sebagai satu-satunya teman mengobrol.Tapi dia juga tak nyaman ditatap tajam oleh dewa lain saat berada didekat dewa agung.
Dia memilih mencari teman mengobrol lain di langit yang luas ini.
Mengasingkan diri sejenak dari langit utama. Toh Shin memang belum memiliki tugas penting seperti dewa lainnya.
Hingga dia akhirnya bertemu dengan Aresh dalam keadaan teramat miris.
Kedua kaki dan tangannya diikat rantai besi. Sekujur tubuhnya penuh luka dan saat itu Aresh tak berhenti meraung marah.
Entah keberanian apa yang didapat Shin kala itu. Dia bahkan tak merasa takut sedikitpun pada Aresh.
Perasaan sakit melihat seluruh luka pada tubuh Aresh lebih besar daripada rasa takut Shin kepadanya.
"Siapa yang telah melukaimu?" tanya Shin menatap pilu Aresh dari balik jeruji.
Di dalam sana Aresh tersenyum. "Tidak ada yang bisa melukaiku selain diriku sendiri, " jawabnya tersenyum angkuh.
"Apa yang dilakukan pejabat langit di tempat kumuh seperti ini?" tanya Aresh tersenyum simpul.
Shin menatap baju putihnya. Dia menyadari bahwa pria itu benar. Bajunya memang terlalu mencolok di lembah yang cenderung gelap ini.
"Apa aku tidak diterima di sini?"
Aresh tertawa lepas, nyaring suaranya menggema di lembah. "Siapa yang berani melarangmu? Kau bisa pergi kemanapun kau mau."
"Itu bagus. Aku sangat bosan di ruang utama dan hanya ingin berjalan-jalan sejenak."
"Kau tak takut padaku?"
"Apa aku harus takut padamu?"
"Bahkan tiga alam takut padaku."
Shin tak begitu paham dengan ucapan orang di depannya. Dia memiliki keingintahuan lain.
"Bolehkah aku bertanya?"
"Tak ada yang melarangmu bertanya. Bahkan aku sama sekali tak menghentikanmu sebelumnya."
Shin mengangguk, benar juga. Dia sudah begitu banyak bertanya dan baru sekarang meminta izin.
"Apa yang membuatmu dikurung disini?"
"Tidak ada. Aku hanya iblis yang tidak bisa mereka tangani."
"Kamu iblis?" tanya Shin heran. Shin baru tahu iblis bisa berada di langit. Tentu saja raja iblis menjadi pengecualian.
Raja iblis seperti jembatan bagi alam atas dan bawah. Dewa agung pernah memberitahunya bahwa iblis tidak akan bisa keluar masuk dunia atas dan tidak ada satupun dari dunia atas yang ingin menginjakan kaki di dunia bawah.
Lalu bagaimana bisa seorang iblis yang bukan raja maupun memiliki kedudukan penting bisa berada di langit?
Shin merasa sangat penasaran, tanpa sadar dia menyentuh salah satu jeruji dan hal ajaib pun terjadi. Jeruji yang awalnya tanpa pintu kini muncul sebuah pintu tepat dimana dia menyentuh.
Tidak hanya Shin yang terkejut disini. Iblis itu juga tampak tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Bagaimana bisa belenggu yang diciptakan sendiri oleh dewa agung digagalkan? Bahkan ketujuh dewa penjaga langit takkan sanggup melakukannya.
Shin membuka pintu jeruji itu dan memberanikan diri mendekat ke arah si iblis.
Saat Shin baru mendekat selangkah, dia baru sadar bahwa mata biru shaphire milik si iblis menatapnya begitu tajam.
Mata yang layak dimiliki si iblis. Warnanya benar-benar selaras dengan tempat ini.
Tidak hanya mata. Bahkan baju dan keseluruhan tempat ini benar-benar mencerminkan si iblis.
"Tanyakan apa yang ada di kepalamu."
Shin menatap tak percaya pada iblis di depannya. Apa iblis ini memiliki kekuatan membaca pikiran orang atau sejenisnya?
"Jangan berpikiran yang aneh-aneh. Wajahmu tidak bisa berbohong."
"Baiklah aku menyerah. Aku hanya penasaran apa dari awal lembah ini memang gelap? Yang kutahu langit selalu berwarna putih terang."
"Tidak."
"Siapa yang membuatnya seperti ini. Apa kamu yang sudah melakukannya? "
"Siapa lagi? Keberatan?"
Shin memggeleng kuat, "ini indah. Bukankah warna gelap membuat langit lebih bervariasi?"
Iblis itu memicingkan sebelah alisnya, 'dasar dewa langit aneh', pikirnya.
Semakin Shin mendekat, semakin iblis itu bisa merasakan besarnya energi mana yang Shin miliki.
Hanya saja sekuat apapun orang di depannya, si iblis tidak akan pernah merasa lemah atau ketakutan dihadapan orang lain.
Sebelum Shin masuk ke lembah pun si iblis sebenarnya sudah bisa merasakan energi mana yang amat besar.
Bahkan dia sempat berpikir ada sekumpulan dewa langit marah tengah mendatanginya. Tapi sekarang yang ada di depannya hanyalah seorang dewa bodoh.
"Tidakah ini menyakitkan?"
Shin meraba permukaan luka kecil dilengan si iblis. Begitu pelan bahkan tak sampai untuk menyentuhnya, Shin tak ingin luka itu menjadi lebih dalam karena ulahnya.
"Tidak sakit."
Shin tersenyum getir ke arah si iblis. Tentu saja luka-luka itu menyakitkan.
Shin duduk di sebelah rantai si iblis. Dia tidak bisa lebih dekat dari itu. Rantai-rantai belenggu yang teramat besar begitu menghalangi.
Si iblis tersenyum simpul, "kau benar-benar tak takut padaku."
Shin hanya membalasnya sambil tersenyum.
"Di langit ke berapa?"
"Hm?"
"Di langit keberapa kau bertugas?"
Shin menggeleng, "aku baru diciptakan hari ini dan belum memiliki posisi. "
"Hari ini?" tanya si iblis tak percaya.
Shin mengangguk lagi.
Iblis itu menatap Shin heran. Dewa bodih ini baru saja diciptakan tapi sudah memiliki energi mana yang melimpah.
"Hahaha... pasti dewa agung sangat menyayangimu. Beruntungnya dirimu diciptakan sebagai seorang dewa," komentarnya.
Shin mengamati sekeliling dan menatap takjub sang iblis. Hanya karena dia tertawa saja beberapa batuan runtuh.
"Kamu pasti sangat kuat, " puji Shin.
"Sudah kubilang tak ada yang bisa menyakitiku selain diriku sendiri, " jelas si iblis.
"Siapa namamu?" tanya si iblis pada Shin yang masih terlihat takjub padanya.
"Shin."
Iblis itu tersenyum saat Shin tak takut dan dengan mudahnya menyebutkan namanya.
"Jangan lakukan lagi."
"Apa?"
"Menyebutkan namamu di depan iblis. Tubuhmu bisa diambil alih."
"Woah... iblis bisa melakukan itu? benar-benar luar biasa?"
Iblis itu hanya menggeleng dan tersenyum, 'orang di sebelahnya ini memang benar-benar aneh', pikirnya.
"Apa setelah tahu namaku kamu akan merasukiku?"
Iblis itu mendengus, "apa gunanya aku merasuki dewa bodoh sepertimu?"
"Baguslah," gumam Shin lega.
"Pasti menyenangkan kalau aku memiliki teman mengobrol sepertimu di langit utama," tambah Shin antusias.
"Mudah, kau bisa bebaskan aku maka aku bisa ikut denganmu ke langit utama."
"Benar juga, itu ide yang bagus," jawab Shin antusias.
Shin menyentuh seluruh besi yang ada pada pergelangan tangan dan kaki si iblis. Seketika semua rantai terlepas dengan mudahnya.
"Dengan begini kamu bisa ke langit utama dan juga tidak akan kesakitan lagi," ujar Shin tersenyum girang.
Shin berdiri bangga dengan apa yang dia perbuat. Kini iblis itu juga sudah bisa berdiri dihadapan Shin.
"Kau yakin?" tanya sang iblis memastikan apa yang sedang diperbuat dewa bodoh di depannya.
Shin mengangguk bersemangat.
Si iblis semakin tak mengerti jalan pikiran Shin. Pada awalnya dia memang ada rencana untuk menghasut Shin agar dirinya dapat bebas, tapi siapa sangka bahwa hal itu terjadi begitu mudah.
Saking mudahnya, bahkan dia enggan untuk keluar dari penjara besi ini begitu saja.
"Kau akan menyesal setelah ini."
"Tidak akan. Kamu tidak bersalah, tidak seharusnya mereka menghukummu seperti ini."
"Tapi bagaimana jika aku bersalah?"
"Aku akan berjanji menangkapmu dengan tanganku sendiri."
Iblis itu tersenyum sebelum angin kencang melintas. Membuat Shin harus menutup wajah dengan lengannya akibat kencangnya angin. Tepat setelah angin itu hilang si iblis ikut menghilang dari hadapannya.
Shin merasa lega rantai-rantai besar ini tak lagi membelenggu si iblis. Bahkan setelah 700 tahun lamanya Shin tak pernah menyesal dengan apa yang dia perbuat.
Shin berbalik menatap kedua prajurit yang mengawalnya. Shin bersedia ke alam fana bukan karena keinginan para dewa langit, melainkan hanya karena ingin menepati janjinya pada seseorang.
"Mari bawa aku ke dunia fana."
Kedua prajurit itu menatap satu sama lain tak mengerti dengan jalan pikir dewa di depan mereka.
Selama mereka bertugas tak pernah ada seorangpun dewa yang tersenyum bahagia saat diturunkan ke dunia fana seperti Shin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Clockverse
eh, kok saya agak keder🗿
2024-04-12
0