'Kejujuran memang menyakitkan, tetapi tidak mematikan, Kebohongan memang menyenangkan tetapi tidak menyembuhkan'
'Sejujurnya aku lebih memilih disakiti oleh kejujuran dibandingkan terbiasa nyaman dengan kebohongan'
'Sesakit apapun kejujuran, akan lebih menyakitkan kebohongan yang terungkap'
Mereka berdua sudah bersiap-siap ingin pergi ke rumah ayah dan ibu. Nathan menyuruh istrinya untuk bergegas, karena sore ini mereka akan mengatakan maksud dan tujuannya datang ke rumah.
Mobil Nathan berjalan dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan Michelle hanya memandang ke luar jendela, tanpa berkata apa-apa. Hanya keheningan di dalam mobil.
"Setelah di rumah Ayah dan ibu, kau diam saja. Biar aku yang akan mengatakan semuanya!" ucap Nathan membuka percakapan.
"Terserah kamu saja, Mas," .jawabnya singkat. Michelle masih saja tidak bersuara, hingga mobil yang mereka tumpangi sampai di depan rumah.
Kedatangan Nathan dan Michelle disambut hangat oleh kedua orang tua.
"Nathan, Michelle! Wah, ini kejutan sekali. Apakah kalian punya feeling ingin datang kemari? Kok kalian tahu kalau ayah sedang sakit?" kata Mba Retno. Kakak sulung suaminya.
"Memangnya ayah sakit, Mba?" tanya Nathan.
"Iya, jantung Ayah kumat lagi. Tapi ibu dan Mbak sudah membujuknya ke rumah sakit, tapi ayah tidak mau," jelas Mba Retno.
"Kok bisa?" tanya Michelle, "Aku mau lihat kondisi ayah." Michelle berlari ke kamar ayah, ternyata ibu berada di kamar.
"Michie,"
"Kok ibu nggak bilang kalau ayah sedang sakit?" tanya Michie.
"Maafkan ibu, Michie. Ibu nggak mau kalian khawatir!" ucap Wulan, ibu mertuanya.
"Tentu saja kami khawatir. Ayah dan ibu adalah orang tua kami," jawab Michie.
"Ayah?"
"Aaaaaaaa, sakit!" ayah memegangi dadanya.
"Ayo, kita ke rumah sakit sekarang!" ajak Michie.
"Tapi, Nak?"
"Sudah, Bu. Masalah biaya ibu tidak usah memikirkannya. Biar Michie yang mengurus semuanya," ucap Michelle.
Mereka pun membawa ayah ke Rumah Sakit terdekat. Nathan membantu membopong tubuh ayahnya yang berat.
Mereka berempat pergi ke Rumah Sakit. Dan Pak Bara, ayah mertuanya mendapatkan perawatan nomer satu di Rumah Sakit. Setelah membayar semua biaya administrasi di kasir, Michelle masuk kembali ke ruang rawat ayah mertuanya.
"Bagaimana, Nak?" tanya ibu mertuanya.
"Alhamdulillah semuanya beres, Bu," jawab Michelle.
"Terimakasih banyak, Nak. Kamu memang anak yang sangat baik," puji ibu mertuanya. Michelle tersenyum bahagia bisa membantu orang lain.
"Michie mau sholat ashar dulu, Bu,"
"Baiklah, biar ibu dan Nathan yang menjaga disini!"
"Apakah kamu juga mau sholat, Mas?"
"Aku nanti saja," jawab suaminya.
"Baiklah,"
Michelle bergegas ke musholla Rumah Sakit. Dia mengambil wudhu, dan langsung memakai mukena. Dia menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim. Empat rokaat telah selesai ia jalankan, sekarang dia berdoa kepada Allah memohon sesuatu kepada sang Khaliq.
'Ya Alloh, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hamba mohon berikanlah jalan untuk pernikahan hamba. Hamba sudah tidak sanggup lagi harus bertahan dengan pernikahan yang sudah ternoda dengan perzinahan. Tapi, hamba tidak tahu bagaimana caranya mengatakan kepada kedua mertua hamba yang sudah hamba anggap seperti orang tua hamba sendiri. Berikanlah petunjuk mu, Ya Rabb,'
Tidak terasa air mata membanjiri pipinya. Hatinya sangat sedih, tapi, dia juga sangat marah. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Seperti pepatah bilang 'Bagaikan makan buah simalakama, maju- kesehatan ayah mertuanya yang dipertaruhkan, mundur- dirinya yang akan sakit dan tersiksa.'
Sekembalinya dari musholla, dia nampak melihat suaminya sedang berbicara di telepon. Michelle mendekat ke arah suaminya.
"Iya, Sayang, kamu tenang saja. Aku akan pastikan, aku akan segera menceraikannya. Dan aku akan bilang ke orang tuaku untuk menikahimu. Setelah itu kita akan hidup bahagia dan menua bersama," ucap Nathan ditelepon.
Sakit? Itulah yang dirasakan Michelle, namun apa daya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Michelle menghapus air matanya, dan masuk ke ruang rawat ayah mertua.
"Kamu sudah sholat, Sayang?" tanya ibu mertuanya.
"Sudah, Bu. Ibu mau sholat?"tanya Michelle.
"Iya, Ibu mau salat dulu. Tolong jaga ayah ya?"
"Iya, Bu. Michelle akan menjaga ayah dengan baik," jawab Michelle.
Kemudian ibu mertuanya keluar ruangan untuk sholat. Beberapa menit ibunya keluar, suaminya menyusul masuk ke dalam.
"Dimana ibu?"tanya Nathan.
"Kemana saja kamu, Mas? Ayah kamu sedang sakit harusnya kamu menemaninya di sini. Bukan sibuk dengan perempuan yang tidak jelas itu!" ucap Michelle.
"Dia bukan perempuan yang tidak jelas tapi dia adalah calon istriku," tegasnya.
"Ck, kamu itu sangat lucu ya, Mas. Kamu bilang dia calon istri kamu. Kamu itu belum menceraikanku, Mas. Bagaimana kamu bilang dia calon istri kamu?" decihnya kesal.
"Sebentar lagi, aku pasti akan menceraikanmu!"
"Terserah kamu. Sekarang tugasku sudah selesai. Sekarang juga aku akan pulang. Maaf aku tidak bisa menunggu ayah di Rumah Sakit, karena besok aku harus bangun pagi. Perusahaan ada meeting penting dengan Perusahaan Jepang. Aku sebagai sekertaris harus profesional," ucap Michelle.
Michelle berlalu pergi meninggalkan ruang rawat ayah mertuanya.
"Michie, Tunggu!" Nathan menarik tangan istrinya.
"Ada apa?"
"Oke, aku berterima kasih karena kamu sudah membayarkan biaya Rumah Sakit ayah. Tapi, aku masih tetap dengan keputusanku!"
"Terserah," ketus Michelle berlalu pergi meninggalkan suaminya sendiri yang masih terpaku di sana.
Michelle pergi dari Rumah Sakit dan langsung memberhentikan taksi yang melintas di depannya.
"Ke alamat Jalan Juanda, Pak," ucapnya.
"Baik, Neng," jawab sopir taksi.
Di dalam taksi, dia tidak berhenti menangis, membuat sopir taksi kebingungan.
"Ada apa, Neng?"tanya sopir taksi.
"Tidak apa-apa, Pak," jawabnya. Sopir taksi hanya mengangguk pelan.
Taksi yang ditumpangi oleh Michelle sampai di depan rumah. Sebenarnya dia sangat malas untuk pulang ke rumah. Apalagi kejadian kemarin mengingatkan akan perselingkuhan suaminya.
Michelle menarik nafasnya panjang. Dia harus melupakan semua, atas apa yang dilihatnya.
Masuk ke dalam rumah, Michelle langsung mandi dan berendam di air hangat. Dia merasa badannya terasa lelah. Dia memandangi langit-langit kamar mandinya.
Saat itu dia teringat, mereka menikah karena dijodohkan. Namun Nathan tidak pernah menolak pernikahan itu. Bahkan setelah mereka menikah, Nathan tidak pernah bercerita masa lalunya. Lima tahun mereka menikah, tidak sedikitpun Nathan mengeluh dengan pernikahannya. Bahkan, saat Michelle belum juga memberikan keturunan. Nathan sama sekali tidak pernah mempersoalkan itu. Dia selalu memberikan dukungan kepada istrinya.
Namun setelah bertemu dengan Dewi, dia melihat ada sesuatu yang berbeda dengan Nathan. Nathan menjadi sosok yang dingin, cuek dan tidak mempedulikan perasaan istri. Bahkan dengan terang-terangan, Nathan membawa selingkuhannya ke rumah. Tidak terasa Michelle kembali menitikkan air mata.
"Tidak, Michelle. Kamu jangan lemah!" ucapnya kepada dirinya sendiri.
to be continued.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Ibelmizzel
emang Michelle ni jenis perempuan yg bodoh masih mau gemis cinta sama laki laknat.
2024-08-12
0
Boru Silalahi
jgn mau sakit micell.relakan cari lagi yg LBH baik.tinggalkn laki yg SD rusak otaknya itu
2022-12-05
0
Ajat Sudrajat
betul sekali
2022-10-04
0