"Eit! Jangan duduk sama Firza, nggak boleh duduk sama lawan jen..." Pak Slamet mulai terdiam tidak melanjutkan kalimatnya, karena ternyata Lisa hanya melewatiku begitu saja, kemudian berhenti di samping sebuah meja di belakangku.
Tunggu-tunggu, Lisa ingin duduk di belakangku? Sendirian?! Apa?! Aku kira aku bakal duduk bareng Lisa walau Pak Slamet sudah menghentikannya, tapi ternyata dia lebih memilih untuk menyendiri di kursi belakangku. Padahal dia adalah murid baru, aneh sekali seorang murid baru memilih untuk duduk sendiri dan di paling belakang, sementara dia sendiri memilihnya tanpa paksaan.
"Saya ingin duduk di sini, Pak!" Ingin Lisa sambil melambai ke meja di sebelahnya, meja yang persis di belakangku.
"K-kamu nggak papa duduk paling belakang dan sendirian? Kamu murid baru loh! Tapi kalau itu memang hobimu, yaitu menyendiri... ya... ya sudah Bapak bolehkan!" Kata Pak Slamet penuh lika-liku bak kehidupan.
"Terima kasih, Pak!" Jawab Lisa dengan senyuman tipis.
"Iya. Ya sudah, kalau begitu Bapak tinggal dulu karena guru Matematika kalian yang tercinta sudah menunggu daritadi di depan kelas," Pak Slamet menyampaikan dengan candaan, kemudian pergi sembari mempersilahkan guru Matematika masuk.
Tunggu... loh kok... aku, 'kan belum ngerjain Pr Matematika!! Aduh saking keasikan bersantai, hingga malas untuk mengerjakan Pr, bahkan di sekolah! Kalau begini, mungkin aku akan lari 10 kali putaran lapangan karena tidak mengerjakan Pr. Astaga, hari ini benar-benar buruk!
Bukan, tapi sifat santaiku yang buruk!
"Tong, aku juga... belum ngerjain Pr sih, jadi santai aja! Jangan stres, karena aku di sini akan menemanimu!" Ujar Dexter sok banget.
Bukan itu juga sih masalahnya, tapi masalah tentang Lisa! Mungkin kalau aku dihukum karena tidak mengerjakan Pr, bisa-bisa citraku di mata Lisa akan rusak, lalu aku tidak bisa mendekati Lisa seperti apa yang ada di novel-novel!
"Eh, ada murid baru ya? Berhubung ada murid baru... bagaimana kalau kenalan dulu? Biar tambah akrab!! Dan Prnya ditunda dulu bagaimana?" tawar Bu Guru Matematika setelah sampai di dalam kelas dengan ekspresi senang.
Di sisi lain dari ekspresinya... sebenarnya bagiku ini...
MUKJIZAT!!
◐◐◐
"Aku nggak nyangka deh kalau kamu juga suka berkebun sama main petak umpet. Memang di kosanmu... kamu sering berkebun sama main petak umpet?" tanya Febi yang ikutan duduk di belakangku, alias di samping Lisa.
"Enggak, itu dulu saat aku masih kecil, aku suka kedua itu, kalau sekarang hobiku menyendiri." Jawab Lisa dengan nada datar, atau mungkin sedikit sekali ekspresinya.
"Oh gitu ya? Ngomong-ngomong, maaf ya karena nggak bisa jadi teman sebangku, soalnya Anie... ya gitu deh!" Tambah Febi dengan keasikannya.
"I-iya, gak papa, aku suka menyendiri!" Lisa menjawab lagi, kini dengan tersenyum.
Febi langsung tertawa mendengarnya, seraya berkata, "Owh keren, mirip sama Firza! Suka menyendiri!". Dan aku yang mendengarnya, 'kan langsung jadi besar kepala! Merasa keren dan diperhatikan.
Mereka mengatakan itu tepat di depanku, karena Febi yang pindah ke tempat duduk di samping Lisa di belakangku.
Aku duduk di depan mereka, langsung tertawa dengan bangganya. Tapi entah kenapa Febi tiba-tiba jadi berhenti tertawa ketika aku ikutan tertawa, dan kemudian mereka memperhatikanku. Aku jadi canggung!
Krrrrrrriiiiiiinnggg... krrrrrrriiiiiiinnggg... krrrrrrriiiiiiinnggg
Di langit yang biru. Amat banyak menghias angkasa.
Aku ingin terbang dan menari.
Jauh tinggi ke tempat kau berada.
Tiba-tiba nada dering teleponku berbunyi dan mengganggu suasana ini. Bukan, bukan hanya mengganggu, bukan hanya merusak, tapi menambah buruk suasana di sini setelah aku canggung di depan para gadis sebelumnya. Dan... siapa sih orang yang meneleponku ketika sekolah seperti ini? Untung siang ini sedang jam kosong.
"Aneh, 'kan nada dering ponselnya Firza? Ya begitulah!" Ejek Febi sambil tertawa.
Cih! Aku malu! Aku langsung menepi ke pojok kelas untuk mengangkat telepon genggamku alias ponsel. Tidak tampak siapa yang menelepon, karena langsung kuangkat saja daripada basa-basi, sudah terlanjur malu juga dengan Lisa karena dia mendengar nada deringku ini.
Di pojok kelas di jam kosong, saat ini aku lebih menginginkan untuk tidur di kelas ketimbang mengangkat telepon yang belum aku lihat siapa peneleponnya. Atau lebih baik lagi jika aku mengobrol bersama dengan murid baru, Lisa.
"Jomblo! Udah lama nih kita nggak ngobrol di kelas, terakhir kali waktu SMP kelas 9. Apa kabar kalau lagi di kelas? Tumben juga ngangkat telepon dariku," ucap sahabatku, Eko, dia nyerocos kayak bebek lagi marah-marah.
"Heh, kamu juga jomblo! Kita sama-sama jomblo dilarang ngatain satu sama lain! Btw, ini aku angkat teleponmu karena aku lagi jamkos! Selain itu, kamu juga nggak pernah telepon aku semenjak kelas 9 yang lalu!" Sewotku menjawabnya.
"Ya maaf, ini... btw... kapan nih kita kumpul sama sahabat-sahabat kita lagi? Lora? Pita? Kamu ada jadwal?" tanya Eko terdengar kangen di telepon.
Aku tidak habis pikir dengannya. Bisa-bisanya dia meneleponku di sekolah hanya untuk membahas hal ini, sedangkan kami punya grub di media sosial yang berisikan anggota Lora, Pita, Eko, dan aku. Kami berempat bersahabat.
Aku tau kami bersahabat sudah dari SD, bahkan kami berempat juga satu sekolah saat SMP, walau SMA/SMK sudah harus pisah, tapi jangan seabsurd menelepon saat jam sekolah juga!
"Mending dibahas di grub (Whatsapp) deh. Oiya btw, memangnya pelajaranmu kosong? Tumben banget nelpon di sekolah!" Heranku.
"Yah, Fir, emang kita, 'kan nggak pernah teleponan di sekolah kayak gini? Dan... pas juga, di kelasku juga lagi jam kosong!"
Dan obrolan pun berlanjut hingga hampir setengah jam. Hampir setengah jam juga aku di pojokan kelas, sendirian, sambil teleponan. Di mata orang lain, mungkin aku seperti orang yang kurang kerjaan, karena sesekali aku menoleh ke arah teman-teman kelas, pasti ada saja orang yang melihat ke arahku.
Semoga saja tidak ada yang berpikir bahwa aku sedang teleponan dengan seorang pacar, alasannya karena memang aku sedang teleponan dengan Eko dan dia bukanlah pacarku.
Mungkin jika laki-laki jomblo sepertiku mengaku punya pacar, pasti aku akan tambah kesulitan mencari pacar. Ya walaupun sebenarnya aku tidak berniat ingin punya pacar ketika masih duduk di bangku SMA.
Kakiku sudah lelah untuk berdiri di pojokan.
Dan tepat setelah itu, tiba-tiba kerusuhan terdengar di ujung seberang sambungan telepon. Ternyata kerusuhan itu berasal dari kelas Eko yang katanya mendadak kedatangan guru mapel, dan sambungan teleponan kami terpaksa berakhir di sini.
Karena sambungan telepon dengan Eko telah berakhir, ya aku pun kembali ke bangku milikku.
Tapi saat aku baru berbalik badan, aku melihat Lisa yang sedang menoleh ke arahku dengan tatapan penasaran, beberapa detik kemudian langsung memalingkan wajah.
Apa dia malu padaku? Atau karena mata kami saling beradu tadi? Entahlah, walau Lisa terlihat penasaran, tapi ekspresinya sedikit datar seperti biasa.
Apa aku ganteng ya? Hehe... tapi jangan bilang kalau alasan Lisa melihatku dengan tatapan penasaran karena bingung padaku, kenapa aku bisa seaneh dan sekonyol ini.
Febi sepertinya sudah kembali ke tempat duduk semulanya, mungkin aku akan bisa lebih santai untuk mengajak Lisa mengobrol.
"Lis," sapaku sambil berjalan ke bangku kursiku, kemudian duduk persis di depannya. "Nggak jadi deh, Lis. Aku kayak pernah bertemu sama kamu, tapi... mungkin cuma perasaanku aja deh."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
boemi jawa
😍😍😍
2022-09-08
2
boemi jawa
😘😘😘
2022-09-08
1
Indang Hartatik
kwkwkw...... hehehe
2022-06-01
4