2-2. Murid Baru

Bel berbunyi tepat waktu.

"Dahlah." Dexter menyerah membujukku.

Aku lebih suka duduk sendirian, apalagi di kursi belakang seperti ini. Bukannya aku tidak punya teman karena duduk menyendiri, tapi malas saja jika ada teman yang duduk di sampingku dan dia mengangguku. Aku juga bisa tidur lebih nyaman di kelas jika aku duduk sendirian.

Balik lagi ke keadaan kelas. Mengingat semua guru Matematika selalu datang tepat waktu, tidak pernah absen walau hujan dan badai menjadi rintangannya, tapi kali ini... tumben. Sudah 10 menit guru Matematika tidak datang-datang, bukannya aku kangen, tapi aku takut jika dia datang terlambat karena sedang mempersiapkan kertas untuk ulangan harian.

"Eh, Fir, tumben guru-" Dexter berbicara di depanku, karena tempat duduknya persis di depanku, tapi ucapannya terpotong.

"Selamat pagi anak-anak!" Sapa Pak Slamet, wali kelas ini, tiba-tiba datang ke kelas ini dan tidak sengaja memotong ucapan Dexter yang sedang mengobrol denganku.

""Pagi, Pak!"" Jawab bersamaan seluruh siswa di kelas.

"Loh, Pak, hari ini jadwalnya guru Matematika. Mungkin, Bapak, salah kela-" Ucap Dexter lagi-lagi dipotong, kasihan dia.

"Tunggu, Nak Dexter, Bapak tidak salah kelas karena hari ini kita kedatangan murid baru nih, dan tepat sekali! Murid baru ini akan menjadi teman satu kelas kalian!" Pak Slamet terdengar senang mengatakannya. "Nak Lisa, silahkan masuk!"

Aku cuma bisa garuk-garuk ketiak melihat Pak Slamet memanggil murid barunya itu. Kuharap murid baru itu bukanlah seorang laki-laki, pasti bosan kalau memang murid barunya seorang laki-laki. Murid baru laki-laki tidak seru ketimbang perempuan. Karena di novel-novel yang aku baca, kebanyakan murid baru perempuan akan jadian dengan tokoh utamanya. Entah akulah tokoh utama itu atau tidak, semoga murid baru itu-

"Nah, ini dia murid barunya," Pak Slamet tampak senang ketika murid baru berjalan masuk ke dalam kelas ini, tapi entah kenapa tiba-tiba murid baru itu menoleh ke arahku. "Nah, sekarang... ayo perkenalkan dirimu ke temen-temen kelas, Nak!"

Dari awal dia melangkah masuk, mataku sedikit terbelalak, wajahnya juga tampak tidak asing bagiku.

Tiba-tiba ingatan jangka panjang terlintas di pikiranku, seolah aku juga pernah bertemu dengannya, tapi di mana? Atau... wajah yang tak asing dan aku pernah bertemu dengannya cuma perasaanku aja ya?

"Namaku Putri Lisadewi, panggil saja Lisa. Warna kesukaanku merah, hobiku berkebun dan menyendiri, aku tinggal di kos-kosan." Jelas murid baru itu, namanya Lisa.

"Sudah, Nak Lisa?" tanya Pak Slamet, kemudian Lisa mengangguk. "Oke, sekarang... ada yang ingin bertanya pada Lisa?"

Perempuan dengan rambut pendek tidak sampai menyentuh pundak, tatapannya datar namun juga tajam menusuk. Dia memiliki kulit yang putih dan tampak halus, wajahnya manis sekali dengan ciri khas Indonesia, badannya ideal, bibirnya kemerah-merahan natural, sepertinya dia tidak menggunakan lipstik. Keseluruhannya, dia tampak seperti perempuan yang cukup keren.

Lisa memandang sekitar, Pak Slamet mempersilahkan tanya jawab soal. Tapi tidak ada yang bertanya saat ini, sementara Dexter... tangan kanannya yang kesepian terus memukul ke mejaku seperti ingin memanggilku. Ternyata tebakan itu memang benar.

"Heh, orang nggak peka! Apa kamu nggak mau tanya sesuatu?" tanya Dexter setelah menoleh ke belakang.

"Kayaknya sih... nggak tau, emangnya kamu mau tanya?" Aku menjawab, lalu berbalik bertanya.

"Gimana sih kayaknya tapi nggak tau? Kalau aku sih, pengen tanya sesu-" Kata Dexter yang tidak sengaja terpotong lagi untuk kesekian kalinya.

"Sekali lagi, ada yang ingin bertanya?" tanya Pak Slamet dengan santai.

"Saya! Saya ingin tanya!" Dexter mengangkat tangan kemudian berdiri. "Kosannya ada di mana? Boleh main nggak ke sana?"

Tidak ada jawaban dari Lisa, dia hanya melihat ke arah Dexter sebentar lalu melengos ke bawah. Semua orang bingung dengan Lisa, termasuk Pak Slamet. Suasana hening seketika, perempuan murid baru itu misterius juga. Hingga akhirnya dia menggelengkan kepala menjawab Dexter.

"Yah! Kalau tanya itu mah... aku bisa jawab, Dex!" Aku nyerocos menjawabnya, mengalihkan setiap sudut pandang yang ada di kelas.

"Memang kamu tau ada di mana?" pertanyaan beralih ke arahku, seluruh mata juga ikut tertuju ke arahku.

"Kamu tau jalan raya? Nah, terus belok, lalu belok lagi, lalu belok terus. Setelah itu ketemu selokan, nah kosannya Lisa ada di depan selokan." Jawabku ngasal dan bangga, seketika seluruh orang di kelas tertawa, kecuali Lisa yang kini menoleh ke arahku.

Apa? Aku ganteng ya, Lisa?

"Yang bener aja! Rumahku juga di depan selokan!" Kesal Dexter.

"Rumahku di depan selokan juga! Jadi... kosan Lisa di dekat rumah kita?" jawabku pura-pura terkejut, sementara siswa lainnya kembali tertawa.

"Heh! Rumah kita jaraknya sekitar 5 Km ya! Rumah Febi juga di depan selokan, masa rumahnya juga deket sama kosannya Lisa?!" sewot Dexter menunjuk ke Febi yang berada di meja sebelahnya.

"Lah kok jadi aku sih!" Febi berhasil ditambahkan ke dalam grub.

"STOOOPPP!!" Seru Pak Slamet membubarkan grub persewotan. "Kalian apa-apaan sih? Malah jadi adu mulut! Sudah-sudah! Kalau Lisa tidak mau menjawab tidak apa-apa! Tapi kenapa malah kalian yang ribut?!"

Pak Slamet telah menghentikan keributan ini, alias keseruanku, diiringi dengan Dexter yang terus menyalahkanku.

Tapi apa salahnya? Benar, 'kan jawabanku? Lisa sebagai murid baru, bahkan hanya diam di sana sambil memperhatikanku beserta jawabanku yang konyol.

Semoga saja dia tidak berpikir bahwa aku benar anak yang konyol.

"Kata Ibu Kos, anak laki-laki nggak dibolehin masuk ke kosan." Jelas Lisa seperti anak lugu dan tumben tidak dengan nada datar.

Aku seolah telah mengenal Lisa dan sifat introvertnya sejak lama, padahal baru pertama kali aku melihatnya. Seolah aku tau bahwa dia selalu berbicara dengan nada datar, lalu kagum ketika dia berbicara dengan ekspresif.

Padahal aku baru pertama kali melihatnya, perempuan yang cantik tapi pendiam seperti ini. Perempuan yang keren dan dingin.

"Kalau begitu, Nak Lisa, silahkan kamu mencari tempat duduk sendiri," kata Pak Slamet mempersilahkan Lisa, tapi Lisa yang berada di sampingnya hanya diam di sana, mungkin karena bingung memilih tempat duduk kosong.

"Ah! Sini, Lis, duduk di sebelahku!" Tawar Dexter dengan cepat dan senang.

"Sebelahmu, 'kan Atma! Jadi ya... nggak bisa, nggak boleh! Nah, Lis, mending duduk sama aku aja, dari awal emang aku duduk sendiri!" Cercaku mengalihkan Dexter dari kesempatan dalam kesempitannya.

"Dexter... Firza... aduuhh... kalian ini!" Letih Pak Slamet tak habis pikir denganku dan Dexter. "Nah sekarang, Nak Lisa, kamu bisa duduk di sebelah Febi!"

"Loh, Pak! Di sebelah saya, 'kan ada Anie. Nanti dia bakalan duduk di mana, Pak, kalau-" Elak Febi namun terpotong oleh keadaan.

Seperti tidak peduli dengan sekitarnya, mungkin memang karena introvert?

Lisa tiba-tiba berjalan ke arahku dalam hening, tanpa sengaja menghentikan ucapan Febi yang penuh dengan alasan. Satu kelas kaget dengan mulut terbuka, apalagi aku yang akan dihampiri oleh perempuan cantik seperti dia. Pak Slamet juga... tidak.

Pak Slamet tidak tinggal diam.

Terpopuler

Comments

boemi jawa

boemi jawa

😃😃😃😃

2022-09-08

2

Indang Hartatik

Indang Hartatik

(ノ◕ヮ◕)ノ*.✧

2022-08-20

1

Indang Hartatik

Indang Hartatik

semangat & sehat sll y thor.....

2022-06-18

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!