Pocong Dalam Smartphone

Pocong Dalam Smartphone

1-1. Prolog : Namaku Lisa

(POV Lisa)

Aku mendapat nomor antrian ke 209? Yang bener aja! Sebuah suara terakhir terdengar mengatakan, "Nomor antrian B 142, silahkan menuju ruangan" yang muncul dari salah satu koridor di rumah sakit ini. Dan sekarang, aku memutuskan untuk duduk di ruang tunggu sembari menunggu nomor antrian panjangku nanti akan disebut. Dan keadaan saat ini di ruang tunggu juga lumayan ramai.

"Permisi, Mbak, sekarang jam berapa ya?" tanya seorang laki-laki yang duduk di sebelahku, mulai mendekatkan wajahnya padaku.

Padahal aku baru beberapa menit duduk di kursi tunggu, ada saja yang langsung menanyakan jam.

Aku hanya diam dengan tatapan tajam, karena aku tidak terlalu terbiasa mengobrol dengan orang asing, dan orang asing satu ini membuatku heran. Aku mengamati tatapannya yang seolah berharap padaku, menunggu jawaban dariku padahal aku sudah mendiamkannya hampir 10 detik walau aku juga menatap ke arahnya.

Matanya yang awalnya terlihat bersemangat, kini mulai memudar dengan senyuman tipis yang hampir hilang di bibirnya.

"Pukul 7 malam." Jawabku datar setelah wajah si Asing kehilangan semangatnya.

"Eh? Kok tau?" Dia kembali bertanya.

Aku diam. Aku orang yang introvert, tapi lagi-lagi dia bertanya. Kali ini si Asing terlihat penasaran, tetapi kelihatannya dia hampir kelepasan ketawa tadi. Aku tidak tau kenapa dia hampir tertawa, dan apa yang lucu?

Oh iya, aku lupa kalau aku menjawab si Asing tanpa melengos sekali pun. Aku tidak membuka ponselku, maupun mencari jam dinding di sekitar sini, tapi aku langsung menjawabnya begitu saja setelah kami saling tatap-tatapan sekitar 10 detik. Tanpa melakukan gerakan seperti itu, apakah itu aneh? Atau dia meragukan jawabanku karena aku tidak perlu media untuk mengetahui pukul berapa sekarang ini?

"Maaf, ponselku mati karena kehabisan baterai. Makanya aku bertanya padamu," ucap si Asing tanpa aku minta.

Kayaknya dia benar-benar meragukan jawabanku.

"Oh." Tanggapku singkat, kemudian mengeluarkan ponselku dari saku, lalu menyalakan layar. "Ini! Sekarang pukul... 19.01."

Aku memperlihatkan layar ponselku yang sedetik kemudian waktu berubah menjadi 19.01 di layar ponselku. Mata si Asing itu langsung melebar karena terkejut, kurasa matanya bisa copot kapan saja.

"Tunggu-tunggu! Jawabanmu yang pertama... kok bisa?? Maksudnya, tadi kamu menjawab tanpa melihat jam ataupun ponsel, tapi jawabanmu bener!" Tanya si Asing histeris.

"Maksudmu... jawaban pertama sebelum aku jawab dengan ponselku?" tanyaku balik, tapi kali ini aku mencoba untuk ekspresif sama sepertinya.

"I-iya," Dia menjawab, nada histerisnya mulai pudar.

"Aku nggak tau, mungkin cuma kebetulan." Jawabku sambil mengangkat pundak.

"Tapi kok jawabanmu yang pertama... kayak yakin banget? Nggak mungkin dong kalau kebetulan tapi wajahmu yakin banget tadi!" Dia lagi-lagi sangat ekspresif.

"Mungkin karena mata batin?" jawabku ke terakhir kalinya, membuatnya diam dengan mulut menganga.

Dia adalah laki-laki unik. Tumben ada orang yang tetap mengajakku mengobrol padahal aku sudah memberikan tatapan tajam dan tetap diam selama 10 detik, walau akhirnya dia tetap diam setelah aku mengatakan "Mata batin" tanpa bercanda di rumah sakit yang setiap detiknya mulai sepi.

Berpaling dari laki-laki asing yang sudah menutup mulutnya itu. Saat ini, aku hanya memandangi sebuah nomor antrian bertuliskan "B 209".

◐◐◐

"Waaaa!!" Aku terkejut.

"Eh?! Astaga aku ikut kaget!! Tarik napas dulu, lalu hembuskan... memangnya kamu mimpi apa tadi?" Dia, si Asing yang perhatian, dia bertanya padaku.

Selain perhatian, dia juga suka bercanda.

Aku hanya diam setelah melihat ke arah laki-laki asing di sebelahku, aku memandanginya dengan tatapan datar, kemudian mulai menunduk.

Huuuuufffttttt... tadi aku baru saja mengalami mimpi buruk yang terlihat sangat nyata. Aku tidak ingin memikirkannya lagi, atau bahkan bercerita dengan si Asing itu.

"Hanya mimpi buruk." Jawabku tanpa menoleh ke arahnya.

"Ooohh, gitu ya. Btw, sekarang jam berapa ya? Tapi aku pengennya kamu jawab sambil lihat ponsel," tanya si Asing lagi. Aku ingat terakhir kali dia bertanya, sebelum aku tertidur tadi.

Aku menghela napas sebentar, kemudian memperlihatkan layar ponselku padanya. "Jam 10 lebih 23 menit!"

Dia terlihat sedikit ngeri padaku. Apa aku menakutkan? Atau karena di sini rumah sakit? Aku tadi lupa untuk mengecek ponselku untuk melihat pukul berapa sekarang ini, tapi tiba-tiba sebuah suara halus membisikiku kalau waktu menunjuk pukul 10 lebih 23 menit. Mungkin itu alasannya, karena aku mengatakan jawaban yang tepat tanpa melihat ke ponsel terlebih dahulu.

"Kamu nggak ngecek ponselmu dulu, kayak tadi," Dia agak ketakutan sambil memaksakan senyumannya untuk tetap terbuka.

"Maaf, lupa." Tanggapku, lalu mengecek jam di layar ponselku, ternyata sudah pukul 22.24.

"Nggak papa," ucapnya sambil menunduk.

Kali ini aku yang menatapnya, menginginkan jawaban darinya di rumah sakit di jam larut malam ini. "Kamu kenapa masih ada di sini?"

Dari jam 7 malam tadi, bahkan sampai sekarang, dia masih ada di sebelahku, laki-laki asing itu. Bukannya itu waktu yang lama? Apalagi dia tidak berpindah tempat sekali pun, dan tetap masih duduk di sebelahku di ruang tunggu ini. Di ruang tunggu yang semula agak ramai, kini sepi karena sudah larut malam, tapi yang paling janggal di sini adalah keberadaan si Asing yang masih ada di sampingku.

"Aku nggak selalu ada di sini sih, tadi aku ke kamar mandi sebentar lalu balik lagi ke sini," Dia menjawab, tapi jawabannya menyebalkan. "Aku masih ada di sini karena nomor antrianku angkanya besar, jadi aku belum dipanggil ke ruangan."

Dia tersenyum ke arahku, tampak ikhlas sekali. Padahal menunggu selama ini kadang membosankan dan membuat bete, tapi dia bisa-bisanya tetap ikhlas. Auranya sangat positif dan apa adanya, aura yang sangat baik dan jarang dimiliki oleh orang lain. Aku kagum dengan aura seperti itu.

Tapi aku tetap membiarkannya tanpa menjawab apa yang dia katakan sebelumnya, aku hanya mengangguk agar dia tidak merasa jawabannya telah ditelantarkan.

"Oh iya, maaf nih sebelumnya, tapi tadi... aku lihat walpaper ponselmu pas kamu nunjukin jam (walpaper lockscreen). Itu kamu, 'kan yang ada di gambar? Kamu anak SMA ya? Kalau boleh kenalan, siapa namamu? Kalau aku, namaku Firza!" Dia nyerocos seperti machine-gun lalu mengulurkan tangannya untuk jabat tangan.

Aku tidak meraih tangannya untuk jabat tangan, bukan karena dia aneh, tapi akulah yang tidak terbiasa. "Ummm? Namaku-"

"Nomor antrian B 209, silahkan menuju ruangan." Sebuah suara dari koridor menghentikan perkenalan kami, nomor antrianku telah disebut.

"Maaf, mungkin lain kali. Aku duluan!" Ucapku untuk perpisahan kami, karena ternyata nomor antrianku terlebih dahulu dipanggil daripadanya.

Terpopuler

Comments

Ulil

Ulil

ikut absen seekk,, genre horor

2024-05-04

0

🍾⃝ͩᴢᷞᴜᷰɴᷡɪᷧᴀకꫝ 🎸🎻ଓε🅠🅛⒋ⷨ͢⚤

🍾⃝ͩᴢᷞᴜᷰɴᷡɪᷧᴀకꫝ 🎸🎻ଓε🅠🅛⒋ⷨ͢⚤

🤔 tuh bisikan dari makhluk halus ya ihh kok ngeri ya

2023-09-24

0

Heny🥀

Heny🥀

kayaknya seru nih ....

2023-07-18

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!