Devina yang sudah berada di dalam kamar hanya menggelengkan kepala, lalu dia bermonolog, "Kamu sebentar lagi pasti akan paham Van, saat dirimu menemukan cinta sejati. Apapun pasti akan kita lakukan, agar orang-orang yang kita cintai bahagia, walaupun itu harus mengorbankan kebahagiaan kita sendiri."
Saat Devina hendak merebahkan dirinya di atas kasur, tiba-tiba muncul kembali rasa mual yang sangat hebat, hingga dia hampir saja tidak bisa menahannya.
Devina pun buru-buru berlari ke kamar mandi, keringat dingin sudah mulai bercucuran dan wajahnya juga pucat pasi seperti mayat.
Akhirnya tanpa bisa di tahan lagi Devina memuntahkan semua isi perutnya tanpa tersisa lagi hingga cairan kuning yang sangat pahit pun ikut keluar. Selesai muntah, tubuh Devina terkulai lemas dan akhirnya luruh ke lantai.
Devina sejenak mengumpulkan tenaga, lalu dia berusaha bangkit dan berjalan sempoyongan menuju dapur. Dia ingin membuat teh jahe untuk mengembalikan tenaga dan menghilangkan rasa mual di dalam perutnya.
Mbok Ijah, pembantu yang sejak Devina dan Devani kecil sudah bekerja di rumah itu, merasa terkejut saat melihat majikannya datang sempoyongan ke dapur dengan wajah yang sangat pucat.
"Non Vina kenapa? Non sakit ya? Wajah Non pucat sekali," tanya Mbok Ijah khawatir.
"Biasalah Mbok, mungkin penyakit asam lambungku sedang kambuh," jawab Devina.
"Non...mau Simbok buatkan teh jahe?"
"Iya Mbok, tapi jika Mbok sedang repot, biar aku buat sendiri saja, Mbok lanjutkan pekerjaan, aku bisa kok.
"Nggak repot kok Non, biar Mbok saja yang buat, Non tunggu sebentar ya!" ucap Mbok Ijah sambil memanaskan air dan mengupas jahe.
Devina pun duduk di kursi yang ada di sana sembari menunggu teh jahenya selesai.
Mama Intan yang tadi sempat melihat Devina keluar dari kamarnya menuju ke dapur segera turun dari lantai atas untuk menemui putri sulungnya itu.
"Sedang apa Vin?" tanya mama Intan yang berdiri di belakang Devina.
"Eh...Mama, Vina sedang menunggu teh jahe yang sedang dibuat Simbok Ma!"
"Kamu kenapa, muntah lagi?" tanya Mama khawatir.
"Iya Ma, mungkin penyakit asam lambung ku sedang kambuh," jawab Devina.
"Jangan-jangan kamu hamil Nak?"
"Nggak mungkin Ma, Vina 'kan ikut program KB, suntik pertiga bulan, jadi sudah biasa, menstruasi tidak normal datangnya, setiap bulan."
"Tapi bisa saja 'kan Vin, kamu telat suntiknya. Lebih baik kita periksa ke dokter besok ya, biar lebih jelas atau kita telepon saja agar dokter datang kesini," ucap mama Intan.
"Besok saja Ma, sekalian kita singgah ke kantor Kak Mahen. Bukankah besok kita di minta kesana untuk makan siang bersama karyawan dalam rangka syukuran atas keberhasilan tender baru mereka," ucap Devina.
"Oh iya, Papa tadi sudah bilang ke Mama. Tapi Vin, Papa besok berangkat langsung dari kantor, kita berangkat bertiga ya dari sini."
"Kalau Vani mau Ma, kita tahu sendiri 'kan bagaimana hubungan Vani dengan Kak Mahen? lagipula dia juga masih ujian. Oh ya Ma, Vani sudah berangkat kuliah?" tanya Devina.
"Sepertinya sudah, Mama tadi mendengar suara mobilnya keluar pekarangan. Ada apa memangnya Vin?"
"Aku tadi minta tolong Ma, agar nanti Vina yang jemput Annisa, Mang Diman 'kan nggak masuk dan aku kurang enak badan takut kenapa-kenapa di jalan."
"Iya, tapi dia mau 'kan jemput Annisa?"
"Mau Ma, tapi rada telat karena dia harus selesaikan ujian dulu."
"Oh...kalau begitu baguslah. Annisa bisa menunggu sebentar bersama gurunya. Kamu sudah telepon pihak sekolah atau belum Vin? bahwa Devani telat menjemput Annisa?"
"Belum Ma, sebentar lagi. Aku mau minum teh jahe dan obat sakit kepala dulu, barulah menghubungi guru Annisa. Oh ya Mbok, sudah siap apa belum teh jahenya?" tanya Devina
"Ini Non, sudah siap kok! Silahkan diminum Non, mumpung hangat dan ini air mineral beserta obat sakit kepalanya," ucap Mbok Ijah sambil menyuguhkannya ke hadapan Devina.
Devina mengucapkan terimakasih, lalu diapun perlahan menyeruput teh jahe hangat yang diberikan oleh mbok Ijah dan segera meminum obatnya.
Sementara mama Intan yang melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 pagi terkejut, lalu beliau menepuk keningnya sendiri sambil berkata, "Mama hampir lupa Vin! Mama ke kamar dulu ya, mau bersiap, soalnya sebentar lagi teman-teman Mama datang. Mereka mau ajak Mama pergi ke acara amal," ucap mama Intan.
"Iya Ma," jawab Devina.
Belum sempat sang Mama menaiki anak tangga yang akan menuju ke lantai atas, kembali Devina berkata, "Oh ya Ma! Jika besok pagi aku tidak turun untuk mengurus keperluan sekolah Annisa dan keperluan kerja serta sarapan Kak Mahen, aku mohon Devani membantuku ya Ma, untuk melakukannya!"
Sejenak mama Intan tertegun mendengar ucapan Devina, kenapa Devina malah meminta tolong kepada sang adik, sementara dia tahu bahwa Mahen tidak begitu respek dengan Devani dan terkesan menghindar.
Melihat ketertegunan sang mama, membuat Devina melanjutkan ucapannya, "Badanku rasanya lelah dan nggak bertenaga Ma, pasti dengan tiduran dan istirahat yang cukup, kesehatanku akan segera pulih."
"Baiklah Vin, nanti Mama sampaikan ke Devani. Sebaiknya sekarang kamu istirahat, Mama telepon Mahen dulu ya, agar dia menghubungi dokter kalian?"
"Nggak usah Ma, besok saja kita ke rumah sakit, aku tidak mau membuat Kak Mahen khawatir, karena hari ini dia ada pertemuan penting dengan klien luar negeri."
"Baiklah kalau begitu! kamu istirahat gih, Mama ke kamar dulu."
Devina pun mengangguk lalu dia masuk ke dalam kamar setelah menghabiskan teh jahe. Devina membaringkan tubuhnya sambil tersenyum memperhatikan foto pengantin dan foto Annisa yang terpampang besar di tembok kamar tidurnya.
Sebelum memejamkan mata, Devina berkata, "Semoga kalian selalu bahagia," ucap Devina sambil tersenyum.
Kemudian Devina memejamkan mata, belum sempat dia terlelap, terdengar suara mbok Ijah memanggil dan mengetuk pintu kamar, lalu Devina pun berkata, "Masuk Mbok! Pintunya nggak dikunci."
Mbok Ijah membuka pintu sambil menyerahkan telepon rumah tanpa kabel yang merupakan fasilitas dapur agar pemilik rumah mudah berkomunikasi dengan orang-orang dapur seperti Mbok Ijah dan pembantu yang lain.
"Telepon dari siapa Mbok?" tanya Devina seraya bangkit dari rebahannya.
"Dari Tuan, Non. Kata Tuan penting. Saya kembali ke dapur dulu ya Non, takut masakannya gosong."
"Iya Mbok, terimakasih."
Devina pun segera menerima panggilan dari Mahen, "Hallo...ada apa Yang? kata simbok ada hal penting yang mau Kakak omongin ya? Ponselku baterainya lowbat Kak, jadi sedang aku cas. Ini baru aku hidupkan!" ucap Devina menjelaskan ke Mahen sebelum suaminya itu bertanya karena khawatir.
"Oh...pantas Yang, sejak tadi aku telepon, ponsel kamu tidak aktif."
"Ada apa Yang? Kak Mahen 'kan sedang meeting penting, kenapa malah telepon aku?"
"Memangnya tidak boleh telepon istri sendiri? Aku 'kan kangen Yang. Jika saja meeting ini tidak penting, pasti sekarang aku langsung pulang!" ucap Mahen. Entah mengapa, saat ini Mahen begitu merindukan Devina, padahal baru 3 jam dia meninggalkan rumah.
"Kak Mahen ada-ada saja, kita 'kan setiap hari bertemu dan baru berapa jam Kak Mahen pergi? Ini, aroma Kakak saja masih tercium!" ucap Devina sambil senyum-senyum di balik telepon.
Sedang asyik mereka ngobrol tiba-tiba ponsel Devina berdering, terlihat Bu Lisa, guru Annisa sedang memanggil.
Kemudian Annisa berkata kepada Mahen, "Kak...aku tutup dulu ya, itu ada panggilan dari guru Annisa, mana tahu penting, aku janji setelah itu akan VC Kak Mahen."
"Benar ya, Kakak tunggu lho sambil nunggu klien, soalnya mereka belum datang. Awas jika bohong! Nanti malam double hukumannya," ucap Mahen sambil tertawa.
"Iya deh, aku janji Yang..." ucap Devina sambil menutup teleponnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments