Pagi pun datang kembali. Aku bersiap untuk berangkat sekolah dan menganggap ini bukan seperti memasuki sekolah baru. Karna jujur, aku sudah sering merasakan sekolah baru. Jadi gaada bedanya suasana sekolah baru atau tidak, yang berbeda hanya wajah-wajah para muridnya. Selebihnya kuanggap sama.
"Ra, hari ini ibu agak telat pulangnya. Kalau kamu mau makan siang delivery order aja yaa. Trus untuk makan malam ibu ada beliin mie favorit kamu. Atau kalo kamu mau makan diluar sama temen kamu juga boleh. Yang penting kamu kenyang, " titah ibu sembari merapikan berkas kerjaannya yang diselesaikan satu malam penuh.
Aku hanya berdeham dan mengikat tali sepatuku. Kulihat jam tangan dan sudah waktunya berangkat.
"Bu, Laura berangkat dulu, " teriakku sambil berjalan keluar rumah meninggalkan ibu yang sedang membuat teh untuk dibawa ke kantor.
Ibu pun membalas teriakan ku dengan cepat. " Iya, hati-hati. Jangan lupa berteman, " jawaban ibu yang diselingi teriakan diujung nya.
Aku berjalan santai menuju halte bis yang tak jauh dari rumah. Aku pergi sedikit lebih cepat, untuk singgah mengambil buku pelajaran di perpustakaan sebelum jam pertama dimulai.
Sejak aku memasuki gerbang sekolah semua anak-anak melihatku seakan aku punya hutang puluhan miliar kepada mereka.
Aku hanya berjalan berlalu danntak terlalu menghiraukan. Sampai di perpus.
Setelah selesai pengambilan buku pelajaran, akupun langsung membuat kartu perpustakaan untuk dapat meminjam buku. Setelah semua selesai aku berjalan menuju kelas dengan santai. Kulihat mereka semua berdiri di depan pintu seakan enggan untuk masuk.
" Permisi. Permisi, gue mau lewat, " berbicara sambil berjalan pelan menembus barikade barisan yang menumpuk di depan pintu.
Langkah ku terhenti tepat di depan kelas.
"Apa yang lo lakuin," ucapku kaget dengan wajah penuh amarah.
Kulihat seseorang mencoret dan numpahin susu keatas mejaku. Itu perempuan yang nge bully Mita semalam. Dan antek-antek nya.
Aku geram. Tapi aku hanya bisa berdiri tegak dan melihat nasib mejaku skarang.
"Gue cuma sedikit ngehias meja lo doang. Polos banget, jadi gue kasih pemanis biar tambah Indah. Dan susu inituh aslinya manis banget, " jawabnya dengan nada manja dan terus menumpahkan susu ke atas meja.
Aku hanya melihat perlakuannya dengan mata tajam dan terus menatap nya tanpa henti. Ku hembus kan pelan nafasku dengan berat dan mengibaskan rambutku dengan dua tangan.
Aku kembali menatapnya. Dia membalas menatap ku dengan tatapan ngajak gulat.
Akupun mulai mengambil nafas untuk bersuara. Kulihat sekeliling dan bertanya, "Gue mau nanya, nama cewek yang pake jaket pink trus pake kaos kaki setinggi monas itu siapa?" tanyaku cepat kearah kiri ku yang kudapati bahwa itu Sisi.
"Haaa? O-oh, namanya Martha, " jawab gagu Sisi kebingungan.
Oke aku udah tau nama cewek cheerleader ini.
Aku cepat membalikkan badan. Kudapati wajah kesal Martha karna ucapan ku tadi.
" Eh, masud lo apa? Kaos kaki gue setinggi apa? " ucap kesalnya dengan nada keras.
" Setinggi monas, " jawabku dan membuat seisi kelas tertawa geli.
Rendra dan Naufal memasuki kelas dari pintu yang satunya. Berdiri tepat dibelakang Martha yang tak tahu kehadiran mereka. Mereka dengan santai berdiri di belakang dan bersandar di loker dengan tangan diletakkan saku celana.
" Gue hanya butuh alasan logis buat memahami apa yang lo lakuin di meja gue, " ucapku dengan nada yang kujaga agar tak kedengaran bahwa aku kesal.
Martha menyilangkan tangannya di dada.
"Gue ga butuh alasan apapun untuk ngelakuin apa yang gue mau, " dengan gaya merasa dia tak melakukan kesalahan apapun.
Aku mulai mengepal tanganku. Dan menutup mataku sekejap. Aku mulai tak tahan.
" Seseorang dinilai dewasa itu terlihat dari ucapannya, " kata-kata tajam yang kukeluarkan dengan wajah datar.
Membuat seisi kelas tercengang dan terdiam sejenak. Mata Rendra mulai fokus menatap kedepan.
"Mak- maksud lo ngomong begitu apa haa, " nada kesal keluar daru mulutnya.
Teman-teman nya hanya melihat dan tak percaya atas apa yang kukatakan untuk ketua geng nya itu.
Aku berjalan perlahan kearahnya dengan langkah pasti. Jarak kami semakin dekat.
" Sekarang gue ngerti, kalo pendidikan di keluarga itu penting dalam ngebentuk pribadi anak (melihat dari atas ke bawah). Gue belum kenal siapa orang tua lo, tapi seenggaknya gue bisa tau gimana cara mereka ngedidik seseorang yng bernama Martha, " ucapku dengan jelas dan sedikit penekanan di akhir ucapanku.
Mata Martha bergidik seakan tak percaya apa yang barusan ia dengar.
Seisi kelas riuh dengan teriakan "wuooooo, skakmat" ku dengar kata itu dari kumpulan para pria.
Rendra menatap serius dan senyuman tak percaya atas apa yang baru saja ia lihat. Dia melipat kedua tangannya di dada dan kembali menatap intens.
Naufal yang melihat reaksi Rendra kala itu melirik penuh arti.
" Lo udah pilih lawan yang salah. Lo ga akan menang ngelawan gue gimanapun caranya, " tantang Martha dengan tangan terkepal keras pertanda ia sangat kesal atas apa yang ia terima.
Aku kembali menatap serius kedepan tanpa berkutik sedikitpun.
" Pertama, bukan gue yang mulai ini semua. Kedua, gue gaada niatan sedikitpun untuk ngadain pertandingan apapun sama lo. Ketiga, gue murid pindahan dan menurut memori yang ada di otak gue, gue gaada ngelakuin kesalahan apapun selama gue disini. Terakhir, gue gasuka sesuatu yang manis. Jadi, gue gabutuh pemanis di meja gue. Dan fyi, minum susu itu bagus untuk menjaga suasana hati dan ngejauhin dari depresi. Jadi, daripada lo buang-buang susu ke meja gue lebih baik lo minum untuk kesehatan jiwa lo. Gimana? " jawabku panjang dan diakhiri dengan senyuman manis namun mengandung arti gelap.
Rendra tertawa dengan ucapan ku. Dan membuat Martha kaget dengan kehadiran nya. Aku tak menggubris nya.
"Rendra? Sejak kapan lo disini? " tanya heran Martha yang berbalik badan menemui Rendra sudah berdiri rapi dibelakang.
Rendra menyudahi tawanya dengan wajah masih memancarkan senyum geli.
"Emang gue butuh alasan untuk bisa berdiri disini. Ini kelas gue, yang harusnya gue tanya itu lo. Ngapain lo dikelas gue, " ucap santai nya tanpa ragu.
Martha terdiam.
Bel masuk pun terdengar. Semua anak bergegas menuju mejanya masing-masing.
"Tha, udah bel. Kita keluar yuk, " ucap salah satu antek Martha mengingat kan bahwa mereka juga harus menuju ke kelas sekarang juga.
Martha kembali menatap ku dengan tatapan penuh kebencian, aku tak hiraukan. Mereka pun berlalu pergi meninggalkan kelas.
Aku menarik nafas panjang dan ku hembuskan dengan beratnya. Masih pagi tapi udah ada kejadian begini.
Kulihat nasib mejaku, kawanan semut-semut sudah berbaris rapi menikmati tumpahan susu di mejaku. Aku hanya menatap.
"Ra, gue bantuin lo bersihin meja lo ya, " tawar Sisi yang melihatku terpaku menatap nasib meja saat ini.
Aku menggaruk belakang leherku yang sebenarnya tidak gatal. Hanya saja aku bingung bagaimana membereskan nya.
Rendra melangkah maju kearahku.
" 10 poin buat lo, " ucapnya singkat.
Aku menatap heran. Aku bukan mau main timezone yang butuh banyak koin untuk dapat hadiah.
Dia pun duduk dengan santainya. Naufal datang dengan mengeluarkan sapu tangannya dari dalam jas.
"Pake ini dulu. Basahin pake air trus bersihin meja lo. Ini biar meja lo ga lengket, " instruksi nya lembut.
"Ga usah, gue cari lap aja diluar. Ntar saputangan lo kotor, " tolakku dengan mengayunkan tangan kearahnya.
Sisi melihat dari samping dengan tatapan bingung..
Tanpa pikir panjang Naufal meraih tanganku dan memberikan saputangan nya dengan cepat dan dia pun langsung duduk di tempatnya.
Aku terpaku.
Rendra yang melihat kejadian itu mendelik kan matanya dengan lebar seakan tak percaya atas apa yang ia lihat barusan.
Naufal memegang tangan Laura.
" Dia pegang langsung tangannya.!" ucap pelan Rendra dengan nada pelan.
Gue semalam mau megang tangannya aja langsung dihempas secepat kilat. Naufal megang langsung.
Gabisa dibiarin.
Pikir Rendra
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
DeputiG_Rahma
like like awal dari DEBU ORBIT❤
salam kenal ya thor..😆😆
2020-12-04
1