Kurasakan getaran hebat diperutku. Aku lapar. Kubuka perlahan mataku dengan beratnya, aku tertidur karena lelah menghadapi hari penuh dengan drama ini.
Aku bangkit dengan malasnya dan memilih mengambil setoples wafer coklat dan berjalan ke balkon. Ngemil di sore hari adalah yang terbaik. Pikirku.
Aku duduk dan mengambil bantal kecil untuk meletakkan toples wafer ku dengan aman.
Tak terasa sudah sore hari, selesai makan wafer aku akan turun kebawah untuk melihat ibu sudah pulang atau belum. Dengan terus mengunyah wafer aku memperhatikan sore hari yang bisa dibilang sedikit cerah. Terlalu Indah untuk hariku yang suram ini.
10 menit berlalu. Isi toplesnya tinggal setengah karna aku sudah memakannya tanpa sadar. Akupun memilih ke dapur untuk mengambil segelas air putih.
" Ibu? udah pulang?. " ucapku sedikit kuat untuk mengecek dimana keberadaan Ibu dirumah. Tak ada jawaban. Sudah sore tapi kenapa ibu masih belum sampai rumah juga. Tadi juga udah nge cek handphone dan ibu gaada ngabarin bakalan pulang telat.
Kudengar suara mobil berhenti di halaman depan. Aku bergegas berjalan menuju pintu depan untuk membuka pintu. Kudapati Ibu melambaikan tangannya kearah mobil yang pergi melaju. Mobil siapa itu?
Aku menatap sinis. Ibu lagi deket sama siapa nih? Baru juga pindah. Udah dapet cogan aja.
"Hai, Ra. Maaf ya ibu telat pulang. Critanya panjang kali lebar plus tinggi. Nanti ibu critain di dalam, ibu mau mandi dan siapin makanan dulu." perkataan cepat yang tak mengijinkanku untuk berkata satu kata pun.
Setelah melihat mobil yang mengantar ibu telah pergi jauh akupun memilih masuk dan bersiap untuk mandi. Meninggalkan ibu yang sudah masuk kamar terlebih dulu.
Makan malam pun dimulai. Ibu selesai masak dan aku sudah selesai membereskan meja untuk makan. Menyiapkan piring dan keperluan lainnya. Jangan suruh memasak, kalau tidak mau udara di dapur berubah menjadi asap tebal.
Makanan selesai.
Ibu mengambilkan ku sepiring nasi sesuai porsiku dan kami pun mulai makan. Aku yang masih menunggu penjelasan ibu sudah tak sabar ingin memulai pembicaraan.
Setelah memakan sesuap akupun meletakkan sendokku di piring. Dan mulai memulai percakapan.
"Bu. Kayaknya ibu ada utang deh sama Laura," ucapku dengan wajah serius dan dengan tangan yang seperti memegang pedang.
Ibu menghentikan kunyahannya dan menelan dengan terpaksa. "Haa, utang? Sejak kapan ibu ada utang sama kamu, " jawab ibu heran dengan apa yang kutanyakan. Lalu ibu lanjut makan lagi dengan perlahan.
Aku menghela nafas ringan dan sedikit memutar bola mataku. "Yang tadi sore itu ibu kenapa pulang lama? Kenapa ga ngabarin Laura? Trus kenapa bisa dianter sama mobil tadi? Ke--, "perkataan ku terhenti karna uluran tangan ibu yang menandakan untuk berhenti.
"Sssttt, ini lagi makan. Kalo mau nanya tu ya satu-satu dong Ra. Ntar kalo ibu keselek trus udangnya nyangkut di tenggorokan gimana. Gimana hayo, "ucap ibu menghentikan pertanyaan beruntunku.
Aku memilih mengatur nafas terlebih dahulu dan memulai kembali bertanya. Tapi kali ini dengan elegan. Kuatur posisi dudukku dengan kembali tegak.
"Okeh, hari ini kenapa ibu pulangnya telat, " tanyaku dengan nada yang lebih santai dan dengan tangan berlipat didepan dada.
Setelah menelan makanan nya ibu pun menjawab, " Tadi pas perjalanan pulang mobil ibu mogok gajauh dari kantor. Trus, karna ibu gatau dimana bengkel terdekat ibu jadi panik. " jelas ibu yang membuat ku ikut kaget.
"Trus ibu gakpapa kan?," tanyaku khawatir.
Ibu menggeleng.
"Syukurnya ada anak sekolahan yang lewat dan ngeliat ibu kebingungan di pinggir jalan. Dia turun dan ngebantuin ibu untuk hubungin bengkel langganan nya dan ngebawa mobil ibu untuk diperbaiki, " jawab ibu dengan raut wajah penuh syukur.
Aku menghela nafas lega dan membenarkan posisi dudukku seperti semula.
Ibu kembali bersuara, " Seinget ibu sih yaa dia pake seragam sekolah sama kayak kamu Ra. Haa, iya iya. Dia kayaknya satu sekolahan sama kamu Ra, " ucap ibu yang baru teringat oleh orang yang membantunya dengan mengangkat tangan tanda ia berhasil mengingat nya.
"Satu sekolahan bareng Laura? Cowok, cewek, " tanyaku penasaran siapa yang membantu ibu hari ini.
"Cowok. Tinggi, kulitnya putih, mobilnya harum, sopan, senyumnya manis, style rambut masa kini, dan --," belum selesai ibu berkhayal dan mengingat rupanya aku menghentikan ocehan ibu.
"Bu, yang Laura tanya itu cuma cowok atau cewek. Bukan spesifikasi dari orangnya, " keluhku kesal karna mendengar ocehan ibu.
Cowok. Satu sekolah. Senyuman manis.
Aku belum ketemu cowok kayak gitu di sekolah hari ini.
Kalau aku ketemu aku harus bilang terimakasih karna udah nolong Ibu hari ini. Aku masih berpikir keras untuk membayangkan orangnya.
Ibu menghentikan lamunannya sesaat dan mulai menanyaiku lagi. Aku lanjut makan karna nasinya sudah mau dingin.
" Oiya, ibu sampe lupa nanyain kamu Ra. Gimana sekolahnya hari ini? Lancar, udah dapet temen blom, " tanya antusias ibu diiringi rasa penasaran dengan hari pertama sekolahku.
Aku menelan makanan ku dengan pelan dan menjawab, " Ya gitu deh. Kayak sebelum-sebelumnya, Laura kan pindah sekolah bukan baru sekali ini doang. Jadi udah biasa, " jawabku sembari terus makan tanpa henti.
Ibu terdiam. Akupun melihat kearah ibu dengan bingung.
"Kenapa, kok tiba-tiba ibu diam?. Tadi aktif banget ceritain cowok yang ngebantu ibu hari ini, " tanyaku heran dengan sikap Ibu.
"Maafin ibu ya, " ibu kembali serius.
Mendengar itu akupun cepat menjawab.
"Berapa kali Laura bilang, semua ini bukan salah ibu. Ini semua salah mereka yang terus ganggu kehidupan kita tanpa henti. Laura mohon, ibu jangan salahin diri ibu lagi ya, " mohonku ke ibu untuk menyudahi menyalahkan diri sendiri karna kejadian yang menimpa saat ini.
Ibu tersenyum. Akupun balas tersenyum dan terus ngelanjutin makan kami yang slalu terhenti.
"Kamu udah dapet cogan belum, " tanya cepat ibu dengan diiringi senyum penasaran.
Aku tersedak sejadi-jadinya karna dengar ucapan ibu.
"Uhukk. Uhuuukk. Uhuuukkk. Haaa?? Co-cogan?," ucapku dengan masih keadaan tersedak tapi tetap berusaha menjawab.
" Sejak kapan ibu tau istilah cogan? Pergaulan di kantor ibu udah meluas yaa, " tanyaku heran dengan ibunya sekarang ini. Sudah lebih trendi dari biasanya.
Ibu tertawa perlahan. Akupun minum untuk meredakan tenggorokan ku yang terguncang atas pertanyaan ibu.
Setelah damai kembali aku dan ibu pun melanjutkan makan malam itu.
Kami melewati malam dengan sedikit berbeda dari biasanya. Kenyataan bahwa ibu sudah mulai lebih gaul daripada aku, itu membuat ku sedikit tak nyaman dengan perubahan ibu.
Semoga ibu ga ikutan geng cabe-cabean disekitar sini. Pikirku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Yaris
pasti si Rendra yang nolongin
2020-11-30
2