"Kenapa berhenti di situ? Ayo!" Ajak Mahmud sambil menoleh ke belakang.
"Itu bukan ular?"
"Masih pingsan ularnya! Kan baru saja jatuh. Cepetan sebelum hidup lho!"
"Apa!" Dinda langsung berlari mengejar Mahmud yang sudah berada beberapa meter di depannya.
"Takut?"
"Iyalah." Dinda ngos-ngosan setelah berlari.
Mahmud memegang telapak tangan Dinda. Dingin!
"Beneran takut?" Tanya Mahmud.
"Iya. Siapa sih yang nggak takut sama ular, kalau di gigit bagaimana?"
"Ada tuh yang nggak takut, si Panji."
"Panji si pawang ular, yang di tv itu,"
Dinda baru sadar kalau tangannya digenggam Mahmud.
Mahmud merasa bersalah banget sudah ngerjainya sampai ketakutan kayak gini.
"Pak, lepasin!"
"Nggak mau!"
"Pak!" Mahmud malah semakin mengeratkan genggamannya.
Membuat degup jantung Hati Dinda semakin nggak karuan. Untung berada di jalan yang remang-remang, jadi nggak nampak jelas wajah Dinda yang sudah merah padam itu.
Dinda mempercepat langkah kakinya.
"Kenapa sih cepat-cepat? Tanya Mahmud yang masih menggenggam tangan Dinda.
"Sudah malam." sahut Dinda.
Mahmud menghentikan langkahnya, membuat Dinda juga berhenti karena tangannya digenggam Mahmud.
"Aku ingin lebih lama bersamamu, tahu nggak sih?" Bisik Mahmud di telinga Dinda.
Membuat bulu kuduk Dinda meremang.
"Apaan sih, lepasin!" Dinda melotot ke arah Mahmud.
"Hhh…," Dinda menghela nafas kasar.
"Dasar Mahmud, maunya apa, sih? Coba kalau bukan tamu perusahaan ini, sudah ku tendang dari tadi!" Batin Dinda sewot.
Sekarang Dinda tidak berbuat apa-apa, karena menghormati Mahmud sebagai tamu perusahaan.
Setelah sampai di depan asrama, Mahmud melepaskan tangan Dinda yang digenggamnya sejak tadi.
Mahmud menyerahkan kantong plastik yang dibawanya.
"Terima kasih Mbak Dinda," ledek Mahmud sambil melihat Dinda dengan mata elangnya.
Dinda tersenyum dan melihat Mahmud.
"Lho! Bukannya aku yang harus berterima kasih, ya! Hehehe … Terima kasih Pak Mahmud." Kemudian Dinda mengambil semua belanjaannya, dan masuk ke dalam.
Mahmud pun kembali ke pos penjagaan.
***
Pukul delapan lewat tiga puluh menit pagi.
"Dinda, pukul sembilan akan ada meeting. Tolong disiapkan, ya!" Pak Udin berdiri dari kursinya.
"Meeting, Pak?"
"Iya, meeting dengan big bos dari pusat. Kan datang tadi pagi sebelum subuh,"
"Dengan semua manager, Pak?" Tanya Dinda.
"Iya, manager dan asisten manager, tolong beritahu semua!"
Pak Udin berjalan meninggalkan ruangan personalia menuju ke ruangan Kepala Unit.
Dinda mengangkat gagang iphon yang ada di atas mejanya, kemudian memencet nomor bagian radio, setelah diangkat,
"Mas Sudin, tolong beritahukan kepada seluruh manajer dan asistennya untuk meeting di kantor saat ini juga. Meeting bersama big bos dari pusat."
"Oke, Din." Jawab singkat dari Mas Din sebagai operator radio.
"Terima kasih, Mas."
Kemudian sambungan iphon ditutup.
Dinda memencet nomor koperasi, setelah diangkat,
"Halo, selamat pagi, dengan Noni di koperasi, ada yang bisa saya bantu?"
"Selamat pagi, Noni, tolong minta kue kering lima bungkus, ya. Untuk meeting di kantor. Biar diambil Anu."
"Oke."
"Terima kasih, Noni,"
"Iya, Mbak Dinda."
Sambungan iphon ditutup.
Dinda masih memegang gagang iphon, kemudian memencet nomor lagi,
"Halo, selamat pagi," suara dari seberang.
"Selamat pagi, Anu, tolong datang ke ruangan saya sekarang, ya!"
Anu nama panggilan Sanusi, dia adalah office boy andalan Dinda. Pria berusia dua tahun lebih tua dari Dinda, dia rajin dan sangat cekatan dalam bekerja.
"Ada apa Mbak Din?" Tanya Anu setelah tiba di ruangan Dinda.
"Anu, tolong bantuin aku, ya! Dua puluh menit lagi akan ada meeting nih, tolong disiapkan ruangannya. Sekalian bikin minum dan konsumsinya. Aku sudah pesan kue kering di koperasi, tolong diambil, ya.
"Siap, Mbak Dinda." Jawab Anu sambil mengikuti gaya polisi Mahmud.
"Gayamu, Nu, haahaa." Dinda tertawa.
"Kok tertawa, mbak. Teringat, ya?" Ledek Anu sambil berjalan.
"Teringat apaan?"
"Teringat yang di post jaga!" Anu berjalan cepat meninggalkan Dinda.
"Anu!" Teriak Dinda membuat Anu tertawa sambil meninggalkannya.
Pak Udin dan Pak Hadi keluar dari ruangan Pak Hadi sebagai Kepala Unit.
"Kenapa kok teriak-teriak, Din?" Tanya pak Hadi.
Belum sempat Dinda menjawab, Pak Hadi sudah bicara dengan Pak Udin.
"Oh ya, Pak Udin, tadi pagi ada yang titip salam pada saya untuk Dinda, lho!"
"Ya disampaikan saja salamnya, Pak, heeheee!" Pak Udin sambil tersenyum.
"Tapi Dinda galak begitu, kira-kira disambut nggak ya salamnya?"
"Iya. Hehehe…," Pak Udin hanya tertawa menanggapi ucapan Pak Hadi.
Semua manager datang dan masuk ke kantor.
"Ayo, kita langsung saja masuk ke ruang meeting!" Ajak Pak Hadi sambil terus berjalan menuju ke ruang meeting dan pura-pura cuek saat melintas di depan Dinda yang sedang manyun karena habis dikerjain.
"Pak, aku ikut meeting, nggak?" Tanya Dinda pada Pak Udin.
"Kamu ikut lah! Siapa yang bikin resume nanti?" Pak Udin berjalan masuk ke ruang meeting meninggalkan Dinda.
Akhirnya Dinda menyusul ikut masuk ke ruang meeting juga, dengan membawa buku untuk mencatat, dan buku daftar hadir peserta meeting.
Rapat pun dimulai, yang di pimpin oleh kepala unit.
Karena ada rapat mendadak, hari ini Dinda tidak jadi pergi ke blok. Sore, sepulang dari kantor, Dinda persiapan pergi ke masjid. Untuk mengajar anak-anak mengaji.
Setelah siap, Dinda keluar dari kamarnya mengenakan pakaian lengkap dengan hijabnya.
Dinda berjalan melewati mess keluarga, yang sangat jelas jika dilihat dari pos penjagaan.
"Pak Mahmud, pacarmu lewat noh!" Andi memberi tahu Mahmud yang sedang menunduk menulis di pos jaga.
Baru beberapa hari kehadiran Mahmud yang tampak dekat dengan Dinda, berita hangat pun sangat cepat menyebar di lingkungan perusahaan, Dinda yang tidak pernah dekat dengan laki-laki, tiba-tiba muncul berita Dinda pacaran dengan Briptu Mahmud.
Mahmud langsung mengangkat kepalanya. Melihat ke arah yang ditunjuk Andi. "Memang gadis sholehah. Idaman aku banget, sayang baru bertemu sekarang," gumam Mahmud.
"Bagaimana pedekate nya? Sukses?" Tanya Andi.
"Nggak mau pacaran, katanya." Sahut Mahmud.
"Terus ...?"
"Nggak tahu," Mahmud seolah sedang berpikir.
"Minta langsung di nikah berarti!" Kata Andi.
"Tau, deh! begitu kali, ya! Dijalanin aja deh!"
***
Sampai di masjid, anak-anak sudah berkumpul menunggu Dinda.
Ada empat belas anak, semua masih sekolah di SD. Mereka adalah anak dari karyawan di perusahaan ini, yang bersekolah tidak jauh dari letak perusahaan. Perusahaan memfasilitasi mobil untuk antar jemput anak-anak sekolah. Masjid perusahaan mendirikan TPQ untuk anak-anak di sore hari. Dinda mendapat jatah mengajar tiga kali dalam seminggu, bergantian dengan mbak Maya dan Mas Ali.
"Hei, Ustadzah Dinda sudah datang." Alia berteriak memberitahu teman-temannya.
"Assalamualaikum, Ustadzah," Anak-anak yang bertemu Dinda di serambi masjid memberi salam dan mencium tangan Dinda.
"Waalaikumsalam," Dinda menyambut tangan mereka sambil tersenyum.
Anak-anak yang berada di kejauhan segera berlarian mendekati Dinda untuk memberi salam dan mencium tangan.
Dinda masuk ke dalam masjid.
Beberapa meja kayu sudah ditata rapi di sebelah kanan dan kiri pintu masjid.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments