Bab 4. Di Koperasi

Dinda keluar dari kantor. Di kantor masih ada beberapa orang yang lembur mengerjakan laporan.

Memang di setiap tanggal tua, mulai tanggal dua puluh lima di setiap bulannya, semua  departemen sibuk dikejar untuk mengerjakan laporan. Apa lagi kantor cabang ini masih membawahi lima cabang lagi yang dinamakan blok. Selain membuat laporan, juga harus mengumpulkan semua berkas dan data-data dari lima blok tersebut.

Dinda berjalan sampai di depan klinik.

"Mbak Din!" Seseorang berteriak memanggilnya.

Dinda memperlambat langkah kakinya sambil menoleh ke sumber suara.

Seseorang keluar dari teras klinik.

"Pak Mahmud," gumam Dinda kaget.

Mahmud berjalan mendekati Dinda.

"Mau ke mana?" Tanya Mahmud setelah dekat.

"Ke koperasi."

"Bareng kalau begitu." 

 Mereka berjalan sejajar.

"Ke koperasi juga?"

"Iya. Ke koperasi ngantar mbak Dinda."

"Nggak usah diantar, Pak. Aku bisa sendiri," sahut Dinda.

"Nggak bagus loh gadis jalan malam-malam sendirian." Kata Mahmud

"Iya, sih. Benar juga." Batin Dinda. 

Tapi Dinda sudah terbiasa sendiri. Apa-apa dikerjakan sendiri seperti itu sebelumnya. 

Sampai di koperasi, Dinda diminta masuk oleh Noni. Disuruhnya melayani dirinya sendiri. Mengambil sendiri barang-barang yang diperlukannya. 

"Mending sekalian mengambil keperluanku untuk sebulan," gumam Dinda sambil mengambil troli untuk tempat barang belanjaannya.

Dinda mulai mengelilingi setiap rak barang yang ada di koperasi. Mencari dan mengambil barang-barang. Mulai dari sabun mandi padat, sabun cair, pasta gigi, sampo, pembersih wajah, parfum, kue kering, camilan-camilan yang dia sukai, dan lain-lain. Tanpa terasa troli yang didorongnya sudah penuh dengan barang-barang belanjaannya.

Dinda mendorong troli nya ke meja kasir. Di mana Noni sedang duduk di sana.

"Ya ampun, mbak Dinda, banyak banget!" Teriakan Noni membuat semua orang yang ada di ruangan itu menoleh ke arah Noni dan Dinda berada, termasuk Mahmud yang ternyata masih berdiri di samping pintu koperasi.

"Kenapa sih Non, heboh banget! Sudah biasa kali belanjaan aku segini?" Jawab Dinda dengan tenang.

Membuat Mahmud terheran-heran melihat belanjaan Dinda yang memenuhi troli. Tanpa sadar, Mahmud menggeleng-gelengkan kepala.

"Habisnya, satu troli penuh!" Ujar Noni.

"Ini untuk keperluan aku selama sebulan kedepan, tahu! Ini kan dipotongnya bulan depan. Bulan ini kan sudah tutup buku tanggal dua puluh lima kemarin? Iya kan, Mbak Sri?" Tanya Dinda kepada Sri sebagai bendahara koperasi.

"Iya, dimasukkan potongan bulan depan." Jawab Sri dengan suara cempreng nya.

Sambil menunggu Noni menghitung dan memasukkan barang belanjaannya, Dinda menghampiri Sri yang sedang duduk di belakang meja kerjanya.

"Mbak Sri, potonganku bulan ini berapa?" Tanya Dinda.

"Tunggu aku cek nya, ya," Sri melihat rekapan bon karyawan.

"Bonmu paling sedikit, Din, diantara penghuni asrama putri," jelas Sri.

"Iyakah? Coba lihat!" Dinda ikut melihat rekapan yang ada di atas meja Sri.

"Punya aku berapa, mbak Sri?" Tanya Noni penasaran dengan total pengeluaran bon nya di koperasi.

"Kesini! Kamu lihat sendiri, nih! Pokoknya bulan ini Dinda yang paling rendah,"

"Cihuii… rekor terendah nih," Dinda tersenyum kepada Noni yang berjalan mendekati meja Sri. 

Mereka saling membandingkan pengeluaran bulan ini dengan semua penghuni mess putri. Meski selisih pengeluaran yang terendah dengan yang tertinggi tidak lebih dari seratus ribu. Yang paling banyak mereka ambil camilan.

Wajar, gadis penghuni asrama putri memang jagonya ngemil. Seperti isi troli Dinda saat penuh, isinya camilan.

Mahmud, Andi dan Anton, yang berdiri di samping pintu, menoleh memperhatikan ketiga gadis yang mengerubungi meja Sri. Mereka tersenyum-senyum melihat tingkah ketiga gadis itu.

Anton, sebagai sekretaris koperasi, mendekati ketiga gadis itu, 

"Berapa sih pengeluaran tertinggi kalian?"

Tanya Anton yang menjadi ikut penasaran.

Anton menarik rekapan itu dan dilihatnya.

"Heleh, kalian nggak seberapa. Masih banyakan aku!"

"Memangnya bon Mas Anton berapa dalam sebulan?" Dinda mendekat kepada Anton, penasaran ingin melihat.

Bonnya Anton dua kali lipatnya anak-anak asrama Putri.

"Banyaknya?" Ucap Dinda dengan spontan.

"Jelas aja banyak, Din. Mas Anton rokoknya kayak sepur," sahut Sri.

"Iyakah?"  

Dinda berjalan ke tempat belanjaannya.

"Non, berapa total belanjaanku ini?"

"Belum ada separuhnya dari pengeluaran bulan lalu, Mbak Din,"

Mahmud berjalan mendekati Dinda,

"Berapa totalnya?" Mahmud membuka dompet dan menarik lembaran merah, akan membayar belanjaan Dinda.

"Untuk apa, Pak?" Tanya Dinda kepada Mahmud.

"Membayar ini," Mahmud menunjuk belanjaan Dinda.

"Nggak usah, Pak. Belanja di sini uang nggak laku, Pak." Jawab Dinda.

"Maksudnya?" Mahmud tidak mengerti arti perkataan Dinda.

"Kami belanja di koperasi, nggak pakai uang. Melainkan langsung dipotong dengan gaji kami. Begitu, Pak," Dinda menjelaskan kepada Mahmud.

"O, begitu,"

"Simpan saja uang Pak Mahmud!" Dinda mendorong memasukkan uang ke dalam dompet Mahmud.

"Pak Mahmud, kalau mau mentraktir juga boleh, kok," Noni ikut bicara, sambil berdiri dari kursinya.

"Disana, itu di ujung sana, ada yang jualan bakso. Baksonya uenak puol pokoknya." Noni menunjuk warung penjual bakso di perempatan jalan.

"Jangan modus, Non!" Sahut Dinda.

"Aku hanya ngasih tahu Mbak Din, siapa tahu besok dapat traktiran? Hahaa," sahut Noni dengan tertawa.

"Aku balik duluan, ya," pamit Dinda setelah semuanya beres, sambil menenteng tas belanjaannya.

"Oke, Mbak. Hati-hati, ya!" Jawab Noni dan Sri hampir bersamaan.

"Kalian tenang saja, ada pengawal, kok!" Sahut Anton sambil melihat ke arah Mahmud.

"Bisa aja," pipi Dinda bersemu merah.

Mahmud sudah menunggu di luar.

Dinda keluar dari koperasi dengan kedua tangan menenteng barang belanjaan dua kantong kresek.

Dinda berjalan menuruni anak tangga teras koperasi. 

Mahmud menyusul, 

"Sini aku bantu bawa!" Mahmud menarik satu kantong dari tangan Dinda.

"Nggak apa-apa, Pak? Sudah malam lho!" 

 

Sambil berjalan beriringan.

"Kamu yang seharusnya nggak boleh berkeliaran malam-malam!"

Ucapan Mahmud membuat Dinda seolah kehabisan kata-kata. Terdiam! Dalam hati membenarkan apa yang dikatakan Mahmud. Tapi harus bagaimana lagi? Memang begini keadaannya. Segala keperluannya harus dia selesaikan sendiri.

Jalan tampak remang-remang karena agak jauh dari penerangan lampu jalan. Tanpa sepengetahuan Dinda, Mahmud yang berjalan di belakangnya, mengambil tali dadung yang ditemukan di jalan yang sudah di lewati tadi, jarak beberapa meter ke depan, Mahmud dengan cepat melempar tali dadung itu dua meter di depan Dinda.

"Awas ular!" Teriak Mahmud yang spontan menghentikan langkah Dinda. Terkejut.

"Masak sih, itu ular?" Dinda yang diam di tempat mengamati tali dadung itu, dengan degupan jantung lebih cepat dari sebelumnya.

"Kirain pemberani. Ternyata penakut juga!" Batin Mahmud.

Mahmud dengan santai terus  berjalan melewati Dinda.

Dinda mengamati Mahmud saat dekat dengan ular dadung itu.

"Nggak bergerak itu ular. Ular mati mungkin?" Gumam Dinda dalam hati.

"Kenapa berhenti di situ? Ayo!" Ajak Mahmud sambil menoleh ke belakang.

  

Terpopuler

Comments

🍁ᴄᴎ͜͡ᵲ᭄Redblack🌅ͧ ᷤ ⃫ᷨ⃟⃤🧧🍁

🍁ᴄᴎ͜͡ᵲ᭄Redblack🌅ͧ ᷤ ⃫ᷨ⃟⃤🧧🍁

Lanjut baca thor

2022-06-09

3

Langit Biru

Langit Biru

Mahmud memberi perhatian ke Dinda

2022-06-01

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Awal Jumpa
2 Bab 2. Ngobrol Di Poliklinik
3 Bab 3. Ketika Malam
4 Bab 4. Di Koperasi
5 Bab 5. Kegiatan Dinda Di Waktu Sore
6 Bab 6. Dinda Jadi Ustadzah
7 Bab 7. Ada Kecelakaan
8 Bab 8. Dinda Hampir Pingsan
9 Bab 9. Ke Asrama Mahmud
10 Bab 10. Oleh-oleh Dari Mahmud
11 Bab 11. Di Klinik
12 Bab 12. Sepayung Berdua
13 Bab 13. Lari Sore
14 Bab 14. Memasak Di Dapur Klinik
15 Bab 15. Suara Di Ht
16 Bab 16. Persiapan ke Blok
17 Bab 17. Pergi Ke Blok
18 Bab 18. Di Blok
19 Bab 19. Di Dalam Mobil
20 Bab 20. Mahmud Dengan Adri Di Klinik
21 Bab 21. Di Belakang Klinik
22 Bab 22. Ke Kebun
23 Bab 23. Bakar Ayam
24 Bab 24. Ditunggu Anak-anak
25 Bab 25. Dinda Melanjutkan Cerita
26 Bab 26. Di Dapur Umum
27 Bab 27. Acara
28 Bab 28. Makan Sekotak Nasi Berdua
29 Bab 29. Mahmud Keluar Dari Kantor
30 Bab 30. Makan Di Dapur
31 Bab 31. Bekerja
32 Bab 32. Cerita Mahmud
33 Bab 33. Naik Mobil Open
34 Bab 34. Di Tempat Wisata Air Terjun
35 Bab 35. Kedinginan
36 bab 36. Dinda Flu
37 Bab 37. Dinda Demam
38 Bab 38. Di Klinik
39 Bab 39. Durian
40 Bab 40. Rujak Buah
41 Bab 41. Kamu Ada Di Sini
42 Bab 42. Aku Akan Segera Menghalalkanmu
43 Bab 43. Di Kantor
44 Bab 44. Ezra Datang
45 Bab 45. Ajakan Latihan Nyanyi
46 Bab 46. Ezra Ketemu Dinda
47 Bab 47. Cerita Ezra
48 Bab 48. Di Lapangan
49 Bab 49. Dinda Keseleo
50 Bab 50. Di Gedung Serbaguna
51 Bab 51. Pagi Hari
52 Bab 52. Jalan Pagi
53 Bab 53. Dinda Bersama Mahmud
54 Bab 54. Durian Untuk Dinda
55 Bab 55. Ezra Menemui Dinda
56 Bab 56. Ketika Malam
57 Bab 57. Tak Ada Air
58 Bab 58. Di Belakang Asrama
59 Bab 59. Persiapan Untuk Nanti Malam
60 Bab 60. Acara Di Gedung
61 Bab 61. Acara Di Gedung
62 Bab 62. Hari Minggu
63 Bab 63. Hari Minggu Pagi
64 Bab 64. Dinda Kecewa
65 Bab 65. Menutupi Mata Bengkak
66 Bab 66. Di Tempat Pak Hadi
67 Bab 67. Gagal Bertemu
68 Bab 68. Patah Hati
69 Bab 69. Kisah Anak Adam
70 Bab 70. Muka Jutek
71 Bab 71. Bukan Mahmud
72 Bab 72. Berita Mutasi
73 Bab 73. Gagal Bertemu
74 Bab 74. Selesai
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Bab 1. Awal Jumpa
2
Bab 2. Ngobrol Di Poliklinik
3
Bab 3. Ketika Malam
4
Bab 4. Di Koperasi
5
Bab 5. Kegiatan Dinda Di Waktu Sore
6
Bab 6. Dinda Jadi Ustadzah
7
Bab 7. Ada Kecelakaan
8
Bab 8. Dinda Hampir Pingsan
9
Bab 9. Ke Asrama Mahmud
10
Bab 10. Oleh-oleh Dari Mahmud
11
Bab 11. Di Klinik
12
Bab 12. Sepayung Berdua
13
Bab 13. Lari Sore
14
Bab 14. Memasak Di Dapur Klinik
15
Bab 15. Suara Di Ht
16
Bab 16. Persiapan ke Blok
17
Bab 17. Pergi Ke Blok
18
Bab 18. Di Blok
19
Bab 19. Di Dalam Mobil
20
Bab 20. Mahmud Dengan Adri Di Klinik
21
Bab 21. Di Belakang Klinik
22
Bab 22. Ke Kebun
23
Bab 23. Bakar Ayam
24
Bab 24. Ditunggu Anak-anak
25
Bab 25. Dinda Melanjutkan Cerita
26
Bab 26. Di Dapur Umum
27
Bab 27. Acara
28
Bab 28. Makan Sekotak Nasi Berdua
29
Bab 29. Mahmud Keluar Dari Kantor
30
Bab 30. Makan Di Dapur
31
Bab 31. Bekerja
32
Bab 32. Cerita Mahmud
33
Bab 33. Naik Mobil Open
34
Bab 34. Di Tempat Wisata Air Terjun
35
Bab 35. Kedinginan
36
bab 36. Dinda Flu
37
Bab 37. Dinda Demam
38
Bab 38. Di Klinik
39
Bab 39. Durian
40
Bab 40. Rujak Buah
41
Bab 41. Kamu Ada Di Sini
42
Bab 42. Aku Akan Segera Menghalalkanmu
43
Bab 43. Di Kantor
44
Bab 44. Ezra Datang
45
Bab 45. Ajakan Latihan Nyanyi
46
Bab 46. Ezra Ketemu Dinda
47
Bab 47. Cerita Ezra
48
Bab 48. Di Lapangan
49
Bab 49. Dinda Keseleo
50
Bab 50. Di Gedung Serbaguna
51
Bab 51. Pagi Hari
52
Bab 52. Jalan Pagi
53
Bab 53. Dinda Bersama Mahmud
54
Bab 54. Durian Untuk Dinda
55
Bab 55. Ezra Menemui Dinda
56
Bab 56. Ketika Malam
57
Bab 57. Tak Ada Air
58
Bab 58. Di Belakang Asrama
59
Bab 59. Persiapan Untuk Nanti Malam
60
Bab 60. Acara Di Gedung
61
Bab 61. Acara Di Gedung
62
Bab 62. Hari Minggu
63
Bab 63. Hari Minggu Pagi
64
Bab 64. Dinda Kecewa
65
Bab 65. Menutupi Mata Bengkak
66
Bab 66. Di Tempat Pak Hadi
67
Bab 67. Gagal Bertemu
68
Bab 68. Patah Hati
69
Bab 69. Kisah Anak Adam
70
Bab 70. Muka Jutek
71
Bab 71. Bukan Mahmud
72
Bab 72. Berita Mutasi
73
Bab 73. Gagal Bertemu
74
Bab 74. Selesai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!