Bab 2. Ngobrol Di Poliklinik

Flash back

Pagi tadi, setelah keluar dari kantor, Mahmud dan Andi menuju ke pos penjagaan yang ada di gerbang depan dekat dengan pintu masuk. 

Tempat tinggal untuk mereka yang disediakan perusahaan pun dekat dengan pos tersebut. Sepetak mess dengan dua kamar tidur di dalamnya dan sudah dilengkapi berbagai fasilitas. Ada ruang tamu, dapur dan kamar mandi.

"Siapa nama perempuan itu tadi, Ndi?" Tanya Mahmud kepada Andi.

Andi yang sudah beberapa kali bertugas di perusahaan itu, sedikit banyak sudah mengenal nama-nama staf yang bekerja di kantor perusahaan.

"Namanya Dinda Harika. Kenapa?" Sahut Andi dan balik bertanya.

"Cantik, anggun, pintar." Jawab Mahmud. Mendengar jawaban Mahmud membuat Andi menoleh sekilas kepada Mahmud.

"Suka?" Tanya Andi. Karena tidak biasanya Mahmud memuji orang lain, apa lagi seorang perempuan.

"Sudah ada yang punya, belum?" Tanya Mahmud penasaran.

Andi diam sejenak. Seakan-akan sedang mengingat-ingat sesuatu.

"Belum kayaknya." Jawab Andi kemudian.

"Mau pedekate kah? Siapa tahu nyantol?" Tanya Andi.

"Sejak kemarin, sejak pertama kali aku melihat perempuan itu, ada sesuatu yang lain yang belum pernah aku rasakan sebelumnya." Mahmud tampak serius.

"Jatuh cinta?"

"Nggak tahu."

Andi dan Mahmud saling pandang. Kemudian saling diam.

Mahmud dibantu Andi mencari info tentang Dinda Harika. Bertanya ke beberapa orang yang ada di sekitar komplek itu. 

Sore hari, sengaja Mahmud duduk di dalam poliklinik yang tidak jauh dari kantor. Ketika orang pulang dari kantor, pasti akan lewat depan klinik termasuk Dinda. Mahmud bermaksud menunggu Dinda pulang.

Flash back selesai

***

Mahmud tidak bisa menahan tawanya, bisa memancing Dinda emosi yang menurutnya sangat lucu itu.

"Mbak Dinda, aku ingin kita menjadi sepasang kekasih." Kata Mahmud dengan tangan yang masih memegang tangan Dinda setelah dilepas dari alat tensi.

"Aku nggak mau!" Jawab Dinda dengan mata melihat kearah Mahmud sambil menarik tangannya yang dipegang Mahmud.

"Kenapa? Banyak lho perempuan-perempuan di sini yang mengejarku, mereka berlomba-lomba ingin jadi kekasihku, bahkan mereka mendatangi kamarku, kenapa mbak nggak mau?" Tanya Mahmud pelan dan penuh perasaan menghiba.

"Aku nggak mengenalmu." Sahut Dinda sambil menggelengkan kepala.

"Kenapa nggak pacaran dengan salah satu perempuan yang mengejarmu itu?" Tanya Dinda balik.

"Aku nggak suka perempuan-perempuan macam itu!" Jawab Mahmud sambil menatap Dinda dalam dan tajam.

"Maksudnya?" Tanya Dinda bengong karena tidak mengerti.

"Laki-laki itu ibarat singa. Dia lebih suka mengejar dari pada dikejar. Ngerti maksud saya?" Mahmud menatap Dinda sama seperti tadi. Tatapan yang tajam dan dalam langsung ke mata Dinda. Tatapan mata elang.

"Begitu ya," jawab Dinda santai dan tidak menghiraukan tatapan elang Mahmud.

"Mbak Dinda punya pacar? Sekarang nggak punya kan? Ayolah pacaran denganku."

"Nggak mau!"

"Kenapa? Atau jangan-jangan mbak Dinda nggak mau pacaran, tapi langsung nikah aja,"

"Nah! Itu sudah tahu jawabannya." Sahut Dinda sambil tersenyum.

"Tapi jaman sekarang nggak ada yang kayak itu mbak Dinda. Pasti orang akan bilang katrok, kuper, atau ketinggalan jaman." Mahmud menjelaskan.

"Biar aja. Ngapain juga dengerin pendapat orang?" Jawab Dinda dengan cueknya.

"Apa mbak Dinda nggak masalah dengan pendapat orang lain?" Tanya Mahmud.

Sekarang obrolan Mahmud dan Dinda semakin dalam, akhirnya secara perlahan mereka saling terbuka satu sama lain untuk saling mengenal.

"Beda orang beda pendapat. Ya, kita dengerin aja, siapa tahu bisa jadi saran dan kritik yang membangun untuk diri kita. Supaya kita menjadi lebih baik kedepannya." Jawab Dinda sambil memainkan jari-jari tangannya.

"Pemikiran yang bagus. Aku nggak percaya kalau mbak Dinda belum punya pacar?"

Dinda mengendikkan bahunya sambil tersenyum.

Saat ini Dinda belum ingin menjalin hubungan dengan siapapun. Semenjak ia merasa patah hati, karena beberapa kali mengirim surat ke alamat kekasihnya yang berada di ibu kota berbeda, tidak ada balasannya. Tapi Dinda masih terus berharap mendapat balasan surat dari kekasihnya. Dinda akan setia menunggu. Walau terkadang hinggap rasa kecewa, hatinya terasa perih, terluka tanpa darah.

"Bagaimana dengan pak Mahmud?" Tanya Dinda mengalihkan.

"Mbak Dinda ingin jawaban jujur atau tidak?"

"Tentu saja yang jujur dan yang sebenarnya." 

Jawab Dinda.

"Walaupun itu menyakitkan?"

"Ya, walaupun itu menyakitkan." Dinda menganggukkan kepala.

Akhirnya, Mahmud memceritakan kisah hidupnya dari awal. Dari sebelum dia menjadi polisi.

*

Beberapa tahun yang lalu, setelah keluar dari pondok pesantren, Mahmud remaja  yang ikut dengan pamannya di Palembang, setelah mengetahui ada pendaftaran penerimaan polisi, Mahmud mengutarakan niatkan kepada pamannya.

"Paman, aku ingin daftar jadi polisi di Palangka Raya,"

"Iya nak! Pergilah! Gapailah cita-citamu! Hanya doa paman yang mengiringimu. Hanya satu pesan paman, jangan tinggalkan sholat! Jauhi maksiat! Tebarkan kebaikan!"

"Iya, Paman. Nasehat Paman akan selalu ku ingat."

Selanjutnya Mahmud berangkat ke Palangka Raya untuk mendaftar dan mengikuti pendidikan untuk masuk polisi.

Setelah beberapa tahun menjadi polisi, ada seorang wanita menaruh hati padanya. Eh, ternyata anak dari atasannya. Akhirnya, dengan proses yang begitu singkat, Mahmud menikah dengan anak dari atasannya itu.

*

"Anakku satu, Mbak Din. Dimas namanya. Umur tiga tahun sekarang." Mahmud bicara tampak serius kepada Dinda. Dinda cukup menjadi pendengar yang setia bagi Mahmud.

"Setiap hari, ketika aku di rumah, aku selalu bangun pagi. Istriku bangun pagi langsung pergi ke dapur, menyiapkan sarapan. Sedangkan aku membantu menyapu, lalu aku membersihkan motorku yang akan kupakai untuk kerja. Selesai istriku menyiapkan sarapan, dia mandikan Dimas. Dan aku juga pergi mandi. Lalu kami sarapan bareng. Seperti itulah kegiatan rutinku setiap pagi." Lanjut Mahmud.

"Istri Pak Mahmud juga kerja?"

"Aku melarang istriku bekerja. Cukup aku saja sebagai suami yang menjadi tulang punggung keluarga. Aku mau, istriku merawat anak, dan berdiam di rumah. Apa Mbak Dinda setelah menikah nanti akan tetap bekerja?" Tanya Mahmud penasaran.

"Aku belum menikah, jadi aku belum tahu. Tapi jika nanti suamiku mengijinkan aku bekerja, mengapa tidak? Itung-itung bisa untuk meringankan beban suami, kan." Jawab Dinda spontan.

"Tapi laki-laki dan wanita itu berbeda,"

Mantri Yos masuk ke dalam ruangan, ikut gabung dan duduk di bangku panjang.

"Iya, aku tahu itu."

"Kalau mbak Dinda jadi istriku, mbak Dinda akan ku pajang di lemari kaca. Cukup duduk manis di dalam sana, merawat diri dan memakai baju yang aku suka. Menyambutku disaat aku pulang kerja, pasti rasa capekku karena bekerja akan hilang karena sambutan darimu. Dan akan selalu siap menemaniku kemanapun aku pergi." Ujar Mahmud penuh semangat empat lima.

"Wow! Istrimu sangat beruntung punya suami sepertimu." Dinda tersenyum, sambil menoleh ke arah Yos.

"Sayangnya kita terlambat bertemu," 

Mantri Yos ikut tersenyum.

"Kan sudah punya istri, punya anak, syukurilah!"

 

Terpopuler

Comments

Dewi

Dewi

Seandainya waktu bisa di putar balik

2022-09-01

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Awal Jumpa
2 Bab 2. Ngobrol Di Poliklinik
3 Bab 3. Ketika Malam
4 Bab 4. Di Koperasi
5 Bab 5. Kegiatan Dinda Di Waktu Sore
6 Bab 6. Dinda Jadi Ustadzah
7 Bab 7. Ada Kecelakaan
8 Bab 8. Dinda Hampir Pingsan
9 Bab 9. Ke Asrama Mahmud
10 Bab 10. Oleh-oleh Dari Mahmud
11 Bab 11. Di Klinik
12 Bab 12. Sepayung Berdua
13 Bab 13. Lari Sore
14 Bab 14. Memasak Di Dapur Klinik
15 Bab 15. Suara Di Ht
16 Bab 16. Persiapan ke Blok
17 Bab 17. Pergi Ke Blok
18 Bab 18. Di Blok
19 Bab 19. Di Dalam Mobil
20 Bab 20. Mahmud Dengan Adri Di Klinik
21 Bab 21. Di Belakang Klinik
22 Bab 22. Ke Kebun
23 Bab 23. Bakar Ayam
24 Bab 24. Ditunggu Anak-anak
25 Bab 25. Dinda Melanjutkan Cerita
26 Bab 26. Di Dapur Umum
27 Bab 27. Acara
28 Bab 28. Makan Sekotak Nasi Berdua
29 Bab 29. Mahmud Keluar Dari Kantor
30 Bab 30. Makan Di Dapur
31 Bab 31. Bekerja
32 Bab 32. Cerita Mahmud
33 Bab 33. Naik Mobil Open
34 Bab 34. Di Tempat Wisata Air Terjun
35 Bab 35. Kedinginan
36 bab 36. Dinda Flu
37 Bab 37. Dinda Demam
38 Bab 38. Di Klinik
39 Bab 39. Durian
40 Bab 40. Rujak Buah
41 Bab 41. Kamu Ada Di Sini
42 Bab 42. Aku Akan Segera Menghalalkanmu
43 Bab 43. Di Kantor
44 Bab 44. Ezra Datang
45 Bab 45. Ajakan Latihan Nyanyi
46 Bab 46. Ezra Ketemu Dinda
47 Bab 47. Cerita Ezra
48 Bab 48. Di Lapangan
49 Bab 49. Dinda Keseleo
50 Bab 50. Di Gedung Serbaguna
51 Bab 51. Pagi Hari
52 Bab 52. Jalan Pagi
53 Bab 53. Dinda Bersama Mahmud
54 Bab 54. Durian Untuk Dinda
55 Bab 55. Ezra Menemui Dinda
56 Bab 56. Ketika Malam
57 Bab 57. Tak Ada Air
58 Bab 58. Di Belakang Asrama
59 Bab 59. Persiapan Untuk Nanti Malam
60 Bab 60. Acara Di Gedung
61 Bab 61. Acara Di Gedung
62 Bab 62. Hari Minggu
63 Bab 63. Hari Minggu Pagi
64 Bab 64. Dinda Kecewa
65 Bab 65. Menutupi Mata Bengkak
66 Bab 66. Di Tempat Pak Hadi
67 Bab 67. Gagal Bertemu
68 Bab 68. Patah Hati
69 Bab 69. Kisah Anak Adam
70 Bab 70. Muka Jutek
71 Bab 71. Bukan Mahmud
72 Bab 72. Berita Mutasi
73 Bab 73. Gagal Bertemu
74 Bab 74. Selesai
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Bab 1. Awal Jumpa
2
Bab 2. Ngobrol Di Poliklinik
3
Bab 3. Ketika Malam
4
Bab 4. Di Koperasi
5
Bab 5. Kegiatan Dinda Di Waktu Sore
6
Bab 6. Dinda Jadi Ustadzah
7
Bab 7. Ada Kecelakaan
8
Bab 8. Dinda Hampir Pingsan
9
Bab 9. Ke Asrama Mahmud
10
Bab 10. Oleh-oleh Dari Mahmud
11
Bab 11. Di Klinik
12
Bab 12. Sepayung Berdua
13
Bab 13. Lari Sore
14
Bab 14. Memasak Di Dapur Klinik
15
Bab 15. Suara Di Ht
16
Bab 16. Persiapan ke Blok
17
Bab 17. Pergi Ke Blok
18
Bab 18. Di Blok
19
Bab 19. Di Dalam Mobil
20
Bab 20. Mahmud Dengan Adri Di Klinik
21
Bab 21. Di Belakang Klinik
22
Bab 22. Ke Kebun
23
Bab 23. Bakar Ayam
24
Bab 24. Ditunggu Anak-anak
25
Bab 25. Dinda Melanjutkan Cerita
26
Bab 26. Di Dapur Umum
27
Bab 27. Acara
28
Bab 28. Makan Sekotak Nasi Berdua
29
Bab 29. Mahmud Keluar Dari Kantor
30
Bab 30. Makan Di Dapur
31
Bab 31. Bekerja
32
Bab 32. Cerita Mahmud
33
Bab 33. Naik Mobil Open
34
Bab 34. Di Tempat Wisata Air Terjun
35
Bab 35. Kedinginan
36
bab 36. Dinda Flu
37
Bab 37. Dinda Demam
38
Bab 38. Di Klinik
39
Bab 39. Durian
40
Bab 40. Rujak Buah
41
Bab 41. Kamu Ada Di Sini
42
Bab 42. Aku Akan Segera Menghalalkanmu
43
Bab 43. Di Kantor
44
Bab 44. Ezra Datang
45
Bab 45. Ajakan Latihan Nyanyi
46
Bab 46. Ezra Ketemu Dinda
47
Bab 47. Cerita Ezra
48
Bab 48. Di Lapangan
49
Bab 49. Dinda Keseleo
50
Bab 50. Di Gedung Serbaguna
51
Bab 51. Pagi Hari
52
Bab 52. Jalan Pagi
53
Bab 53. Dinda Bersama Mahmud
54
Bab 54. Durian Untuk Dinda
55
Bab 55. Ezra Menemui Dinda
56
Bab 56. Ketika Malam
57
Bab 57. Tak Ada Air
58
Bab 58. Di Belakang Asrama
59
Bab 59. Persiapan Untuk Nanti Malam
60
Bab 60. Acara Di Gedung
61
Bab 61. Acara Di Gedung
62
Bab 62. Hari Minggu
63
Bab 63. Hari Minggu Pagi
64
Bab 64. Dinda Kecewa
65
Bab 65. Menutupi Mata Bengkak
66
Bab 66. Di Tempat Pak Hadi
67
Bab 67. Gagal Bertemu
68
Bab 68. Patah Hati
69
Bab 69. Kisah Anak Adam
70
Bab 70. Muka Jutek
71
Bab 71. Bukan Mahmud
72
Bab 72. Berita Mutasi
73
Bab 73. Gagal Bertemu
74
Bab 74. Selesai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!