Untuk beberapa saat, Dinda masih meringkuk di pojok tempat tidur. Dia masih tenggelam dalam ketakutan dan kebingungannya.
Kemudian dia memberanikan diri untuk mencoba keluar dari kamar itu. Dinda menarik gagang pintunya, tapi ternyata pintu itu terkunci dari luar. Ia lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, jendelanya pun dipasang terali besi.
"Apa yang harus kulakukan? Tidak ada jalan keluar sama sekali," gumamnya.
Bagaimana ini ya Tuhan? Jam berapa ini pun aku tidak tahu, ponselku pun diambil oleh nya. Bagaimana dengan Arka? Apa Mas Ardi yang menjemputnya di Sekolah? Mereka pasti panik karena tidak tahu aku ada di mana, pikirnya.
Dinda merasa frustasi, dia menggedor-gedor pintu sambil berteriak-teriak, tapi tidak ada jawaban apapun dari luar.
Dan sepertinya ruangan itu kedap suara, sehingga suara teriakannya tenggelam begitu saja.
Lelah berteriak, Dinda pun terduduk di lantai sambil menangis sejadi-jadinya. Akhirnya Dinda pun jatuh pingsan.
Vino masuk ke dalam kamar itu kembali dan menemukan Dinda yang tergeletak di lantai. Dengan cepat dia mengangkat tubuh Dinda ke atas tempat tidur, dan menidurkannya dengan perlahan.
Dia menatap wajah wanita di depannya dengan tatapan sendu begitu lama. Setelah menyelimuti nya, Vino pun keluar kembali.
Sudah 2 hari Dinda dikurung di dalam kamar itu, dia tak pernah mau bergerak dari tempat tidur.
Setiap saat Vino membawa masuk makanan ke kamar, namun Dinda tak pernah mau memakannya.
Sampai siang itu, Vino tidak tahan lagi melihat Dinda yang tidak mau makan.
Kalau aku membiarkan dia tidak makan sama sekali seperti ini, dia akan jatuh sakit, sehingga aku harus membawanya ke Rumah Sakit. Sementara aku tidak mungkin membawanya keluar. Batin Vino.
Kemudian Vino mendekati Dinda sambil membawa piring makanannya. Dinda tidur meringkuk membelakanginya. Perlahan ia mengulurkan tangan untuk membalikkan tubuh Dinda. Entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak kencang saat hendak menyentuh wanita itu.
Namun baru saja ia menyentuhnya sedikit, tubuh yang tampak terbaring lemah itu tiba-tiba berbalik dan bangkit dengan cepat. Dengan wajah pucat dan ekspresi ketakutan, ia bergerak menjauhi Vino.
"Mau apa kamu?" tanya Dinda dengan suara yang lemah dan bergetar.
Vino menatap Dinda dengan pandangan terluka, namun sesaat kemudian raut wajahnya tampak kesal dan marah.
"Aku mau memberi kamu makan! Setiap saat aku menyediakan makanan untukmu, tapi kau tidak pernah memakannya. Kamu mau mati di sini, heh?!" Seru Vino keras
"Untuk apa kamu memberiku makan? Sebenarnya apa tujuan kamu menculikku?" tanya Dinda memberanikan diri.
"Aku memberi kamu makan tentu saja agar kamu tidak mati di sini. Tapi kalau masalah tujuanku menculik kamu, aku tidak harus menjawabnya"
Vino mendorong piring makanannya ke dekat Dinda. Lalu ia mengambil ponselnya untuk menelepon seseorang.
Dinda melirik ke arah piring makanannya, ada garpu di sana. Ia merasa ini adalah kesempatannya untuk merebut ponsel laki-laki tampan yang sedang menekan tombol ponselnya itu.
Dinda menarik nafasnya dalam-dalam untuk mengumpulkan keberaniannya. Perlahan ia mengambil garpu yang ada di piring makanannya. Setelah mendapatkan garpu itu, ia menggenggam kuat-kuat gagangnya dengan tangan yang bergetar.
Ia menghitung dalam hatinya, pada hitungan ketiga ia mengangkat garpu itu, dan dengan sekuat tenaga ia arahkan ke punggung Vino. Namun wajah tampan itu dengan cepat berpaling menatapnya tajam, dan tangannya bergerak cepat menangkap tangan Dinda.
Dinda sangat terkejut mendapati tangannya kini di genggaman Vino. Ia berusaha menekan kembali garpu itu. Namun tenaganya tentu saja tidak bisa melawan Vino.
Laki-laki tampan itu menyeringai mendapat serangan dari Dinda. Lalu ia menekan balik tangan Dinda dan memutar arah garpu ke leher Dinda. Dengan menatap mata Dinda tajam, ia dengan kuat mendorong tubuh Dinda hingga terhempas di tempat tidur.
"Ternyata kamu wanita yang pemberani juga, aku jadi semakin penasaran padamu," Ujar Vino sambil menindih Dinda. Sementara Dinda hanya bisa memejamkan matanya, ia benar-benar merasa takut sekarang.
Perlahan Vino mendekatkan wajahnya ke wajah Dinda, lalu berbisik di telinganya.
"Tapi aku nggak suka wanita yang kasar dan sombong," bisiknya dengan bibir menyeringai.
Kemudian ia bangun kembali dan mendorong piring makanannya ke samping Dinda yang masih terlentang dengan mata terpejam.
Vino langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, karena jantungnya tiba-tiba berdetak kencang lagi saat melihat Dinda terbaring seperti itu. Lalu Vino beranjak bangkit dari tempat tidur, dan berkata,
"Makanlah, aku akan keluar sekarang" Ujarnya pelan sambil berjalan keluar.
Setelah Vino keluar, Dinda membuka matanya kembali. Ia menatap piring makanannya.
Perutnya terasa begitu sakit menahan rasa laparnya, tapi ia tidak mempedulikannya, karena rasa sakit di hatinya lebih mendominasi.
Dinda begitu rindu dengan anaknya. rasa rindu yang begitu mendalam. Bagaimana tidak? Dia adalah seorang ibu yang selalu bersama anaknya, setiap waktunya di rumah berdua dengan Arka.
Sorenya Vino kembali masuk ke kamar sambil membawa makanan untuk Dinda.
Akhirnya Dinda berusaha bangun dari tidurnya dengan tubuh yang lemah.
Dia menatap Vino dengan mata yang berkaca-kaca.
"Tolong izinkan aku pulang, aku sangat merindukan anakku," kata Dinda memelas.
Vino berjalan kearah tempat tidur dan duduk di samping Dinda. Dia mengeluarkan beberapa lembar kertas yang ternyata adalah foto, dan menyerahkannya kepada Dinda.
Dengan perlahan Dinda mengambil foto dari tangan Vino. Itu adalah fotonya Arka. Difoto itu terlihat Arka yang sedang bercengkrama dengan bibinya, kakaknya Dinda. Arka tampak baik-baik saja.
Dinda ikut tersenyum melihat senyum anaknya di foto itu. Dia mencium foto-foto Arka, lalu mulai sesenggukan lagi.
Vino ikut tersenyum melihat senyum Dinda, dan dia ikut menghela nafas berat saat melihat Dinda yang menangis kembali.
Arka memang sedang berada di rumah bibinya, dia dititipkan di sana oleh Ardi karena dia tidak bisa membawa anaknya ke tempat kerja.
Lagi pula kakaknya Dinda yang bernama Yanti itu tidak memiliki anak sampai sekarang, jadi dia tidak keberatan sama sekali untuk menjaga Arka.
Ini hari kedua Arka tidak melihat ibunya. Dia kembali bertanya kepada bibinya.
"Bibi, kapan Arka bisa sama Mama lagi? Arka rindu banget Bi," kata Arka saat sedang ditemani bibinya bermain mainan.
"Nanti sayang, kalau mama kamu udah selesai kerjanya di luar kota, kan Mama mau bantuin ayah cari uang buat beli mobil" sahut Yanti memberi alasan.
Karena dia sendiri tidak tahu kapan adiknya itu akan pulang, dan ada di mana dia sekarang.
Mereka telah melaporkan ke Polisi, namun Polisi baru akan melakukan pencarian setelah dua hari.
"Tapi Arka nggak mau mobil, Arka mau sama Mama," kata Arka merengek.
"Iya, sabar ya sayang. Mama bilang, kepingin melihat Arka bisa naik mobil, dan nganterin Arka sekolah pakai mobil" kata Yanti sambil mememeluk keponakannya.
"Esok hari polisi akan melakukan pencarian, semoga Dinda akan ditemukan dalam keadaan baik-baik saja. ya... semoga saja", desah Yanti sambil berdoa dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
🍁vb ⨀⃝⃟⃞🌸
kasihan arka terpisah dari Dinda Thor
.
esok lanjut lgi
2020-08-23
3
🅰🅽🅰 Ig: meqou.te
aku baca sampe sini dulum aku fav dulu deh. trus aku tinggalun jejak like n rate.
2020-08-20
1
Elisabeth Ratna Susanti
triple.like dulu ya......
2020-07-28
0