Pukul 3 dini hari Vino berdiri di depan pintu kamar tempat Dinda berada. Dia menatap Dinda yang sedang tertidur dengan tatapan sendu.
Dinda sedang menangis dalam tidur nya, mulutnya mendesah memanggil-manggil nama anaknya.
Vino menghela nafas panjang, dia berbalik untuk keluar lalu menutup kembali pintu kamar itu perlahan.
Dinda tidur sambil mendekap foto Arka. Ia memang sedang memimpikan anaknya. Dalam mimpinya dia sedang memeluk Arka begitu erat.
"Mama sangat merindukan kamu sayang, sangaaat rindu, Mama ingin selalu memeluk kamu seperti ini".
Arka membalas pelukan ibunya dengan erat pula.
Lalu dia melepaskan pelukannya, dan membelai pipi ibunya sambil berkata
"Kalau memang Mama mau peluk Arka lagi, Mama harus tetap kuat, biar Mama bisa datengin Arka".
Tiba-tiba Dinda tersentak dan terbangun dari mimpinya.
"Oh... Arka, anak Mama," Dinda kembali sesenggukan.
Menjelang pagi Dinda masih tidak bisa memejamkan matanya kembali, dia terus terbayang mimpinya tadi.
"Ya, aku memang harus kuat, agar bisa melarikan diri," gumamnya.
Pukul tujuh pagi, Vino masuk kembali untuk membawakan sarapan. Dia melihat Dinda yang sudah bangun dan duduk di tempat tidurnya. Wanita itu langsung menghadapkan wajahnya kearah lain begitu menyadari kehadirannya.
Vino meletakkan piring sarapan itu di atas meja.
"Makanlah" katanya singkat.
Vino tampak berdiri sesaat menunggu respon Dinda, namun wanita itu tetap tak bergeming.
Vino menghela nafasnya, lalu berkata perlahan,
"Ayo! Makanlah sarapan mu. Kalau kamu tidak mau makan begini, bagaimana kamu bisa melawanku dan kabur dari sini? Bukankah anakmu sedang menunggumu sekarang?"
Dinda menoleh dan menatap Vino dengan tatapan tajam.
"Tidak usah berpura-pura baik padaku, kalau memang kamu itu punya hati, kamu lepaskan aku sekarang dan biarkan aku pergi"
Vino hanya diam mendengar jawaban Dinda, tanpa berkata apapun lagi, ia lalu keluar kembali dari kamar itu.
Setelah Vino pergi, Dinda langsung mengambil piring sarapannya dan memakan dengan cepat. Dia harus memakan semua sarapan itu agar bisa kuat.
Sarapannya terasa enak sekali di mulut Dinda. Ia jadi berpikir, apa itu efek rasa laparnya atau makanannya memang enak.
Tapi akhirnya Dinda tidak ambil pusing masalah rasa. Semakin enak makanannya, semakin cepat pula ia bisa menghabiskan nya. Sekalipun tidak enak, ia tetap akan memakannya demi Arka.
Begitu makanannya telah habis, Dinda langsung meletakkan piringnya kembali. Lalu ia duduk dipinggir tempat tidurnya dengan membelakangi pintu. Ia tidak mau melihat wajah Vino setiap kali laki-laki itu masuk ke dalam kamarnya.
Setelah satu jam, Vino masuk lagi untuk mengambil sarapan Dinda yang ia bayangkan pasti masih utuh.
Namun dia begitu terkejut melihat piring sarapannya sudah kosong.
"Apa dia sudah memakannya?" pikirnya. Lalu dia melihat Dinda yang sudah bisa duduk tegak di tempat tidurnya.
"Ternyata dia sudah tidak tahan dengan rasa laparnya, bagus lah," gumamnya.
Dinda tau Vino sedang terkejut melihat sarapannya yang sudah habis. Dia memalingkan wajahnya kearah lain dan sama sekali tidak ingin melihat laki-laki itu.
"Akhirnya kamu mau makan juga, aku senang melihatnya. Setidaknya aku tidak sia-sia menculikmu hanya untuk melihat kamu mati kelaparan," katanya sambil tersenyum sinis.
Dinda tidak menanggapi perkataan Vino, dia tetap memalingkan wajahnya sampai laki-laki itu keluar.
Setelah tinggal sendiri, Dinda langsung memfokuskan pikirannya untuk mencari jalan keluar.
Dia mulai memeriksa kamar mandi, ada bathub, toilet dan peralatan mandi mewah lainnya, namun tidak ada jalan keluar sama sekali, bahkan sedikit lubang angin pun tidak ada.
Dinda menghela nafas kecewa. Lalu dia memutuskan untuk mandi saja, agar tubuh dan pikiran nya bisa segar kembali, sudah dua hari dia tidak mandi.
Selesai mandi, dia keluar dengan memakai handuk yang ada di dalam kamar mandi itu.
Lalu dia memeriksa lemari kamar itu.
Dia melihat berjejer baju wanita tergantung di sana. Dinda mengambil salah satu baju casual yang bisa membuat dirinya nyaman dan bebas bergerak.
Dinda menghabiskan waktunya untuk merencanakan pelarian dirinya.
Sampai waktunya makan siang, Vino kembali membawakan makanan untuk nya.
Kali ini laki-laki itu tidak mengajaknya bicara sama sekali, dia hanya diam dan meletakkan makanannya di atas meja dan langsung keluar.
Dinda tidak peduli dengan sikap Vino, setelah dia keluar Dinda langsung menghabiskan makan siang nya.
Huh! Mungkin dia menyesal telah menyarankan aku untuk makan, pikirnya sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya.
Tapi kali inipun makanannya terasa enak, walaupun ia makan disaat tidak kelaparan seperti tadi pagi. Berarti rasa makanannya memang enak.
Dinda jadi memikirkan dari mana asal makanan yang sedang dilahapnya itu.
Apa ada orang lain di rumah ini? Dari tampilan dan rasanya, makanan itu sepertinya adalah masakan rumahan, dan dari rasanya yang enak, tidak mungkin ini dimasak oleh orang kejam seperti Vino itu. Pikirnya.
Dinda merasa sedikit mendapatkan harapan, jika memang ada asisten rumah tangga di sana, dia bisa meminta tolong kepadanya. Mungkin sesama wanita, asisten rumah tangga itu mau membantunya. Dinda pun memikirkan cara untuk menemuinya.
Akhirnya ia memutuskan untuk mencari senjata buat menyerang Vino saat ia masuk nanti. Karena sejak ia menyerang Vino kemarin dengan garpu, ia tidak pernah mendapatkan lagi peralatan makan itu. Bahkan sendok pun diganti dengan air kobokan, dan piring kaca diganti dengan piring plastik.
Setelah beberapa saat, Dinda menemukan sebuah gunting kecil di dalam laci meja kecil di samping tempat tidurnya. Namun gunting itu ujung tumpul dan tidak runcing.
Dinda memutuskan untuk tetap memakai gunting tumpul itu sebagai senjatanya. Karena dalam keadaan terjepit, apapun harus bisa dipergunakan.
Setelah satu jam, Vino sama sekali tidak masuk kembali untuk mengambil piringnya. Bahkan sampai malam tiba, Vino tidak datang lagi untuk mengantarkan makan malam.
Kenapa dia tidak masuk sampai sekarang? Pikirnya.
Ini sudah empat jam sejak suasana mulai gelap, mungkin sudah pukul sepuluh malam.
Sesaat kemudian, Dinda terkejut mendengar suara gedebuk yang sangat keras dari luar kamar, sampai terdengar ke dalam kamarnya yang kedap suara.
"Suara apa itu?" kata Dinda panik.
Lalu Dinda kembali mendengar suara orang yang berteriak marah dengan sangat keras.
Dinda merinding mendengar suara teriakan itu, suara teriakan kemarahan bercampur kesakitan.
Sepertinya itu suaranya Vino.
Ada apa di luar sana? Apa yang terjadi dengan Vino? Kenapa dia berteriak seperti itu?
Berbagai pertanyaan muncul di benak Dinda.
Ia merasakan lututnya bergetar, dan keringat dingin mulai bercucuran di tubuhnya.
Dinda mulai merasa takut sekali.
Tak lama mudian dia mendengar suara gesekan di pintu kamarnya, Dinda menatap ke arah pintu dengan mata terbelalak. Lalu terdengar suara kunci pintu kamarnya dibuka. Dinda semakin ketakutan dan tubuhnya mengejang kaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
kahani kapur🙄
alasan ap ea menculik wanita yg sudah menikah.....?????
2020-08-17
1
Aulia
Hai aku dah mampir ya, liked😄🖒
2020-08-10
1
Elisabeth Ratna Susanti
mampir baca lagi👍
2020-07-29
1