Pov dali
Setelah meninggalkan rumah Pak Wahyu aku menepikan motorku di samping kiri jalan, lalu kuraih ponselku dan mengetikkan pesan lalu mengirimnya kepada seseorang, Tak Lama orang itu merespon dengan dengan membalas pesanku.
Membuat bibirku sedikit mengembang, Entah mengapa sehari saja tidak melihat wajahnya, tidak mendengar suaranya, rasanya itu sangat menyiksa, dia bagai candu yang akan terus menagih pemakainya, sehingga tidak ada kesempatan lagi untuk keluar dari jeratannya.
Trok
Trok
Trok
Setelah sampai di depan pintu kosan, tak lama pintu kosan yang diketuk terbuka sedikit, lalu menyumbullah seorang wanita yang sangat cantik, dengan jilbab hijaunya sehingga mukanya yang putih terlihat sangat anggun.
"Kebiasaan ngirim pesan gak dibales lagi, tiba-tiba nongol di depan rumah" gerutu orang yang baru keluar.
"Emang kenapa kalau begitu, namanya juga surprise Ya harus begitu" jawabku sambil senyum geli menatap ke arahnya.
"Tapi aku nggak terkejut tuh" jawab biasa sambil menyembungkan pipinya membuatnya terlihat semakin cantik.
"Udah cabi jangan digitu-gituin pipinya, nanti aku makin suka gimana?" ujarku yang seolah tak bosan untuk menggodanya.
"Makin suka apaan, makin suka ngusilin bukan begitu maksudnya" dini mempertegas ucapanku.
"Enggak lah, beneran semakin ke sini, aku semakin suka" aku menjelaskan dengan muka serius.
"Suka sama aku?, apa suka sama Risma nih? ujar Dini sambil menekuk mukanya membuatnya tambah imut.
"Jalan yuk" ajakku mengalihkan pembicaraan.
"Kebiasaan kalau ditanya itu, tidak mau jawab" ucap Dini sambil melipatkan tangan di depan dadanya.
"Nanti aku jawab setelah kita di jalan" ajakku lagi memaksa.
"Ihhh sebentar aku ambil jaket dulu" kata dini hanya mendengus kesal, lalu masuk ke dalam kontrakan tak lama dia keluar, lagi dengan memakai jaket yang dulu pernah aku berikan.
"Kenapa menatapnya seperti itu ya. Ini emang jaket kamu Kak, lagian kalau di Jakarta itu nggak butuh jaket, butuhnya kipas, sehinga aku jarang memakainya" ujar Dini yang sekolah mengetahui apa yang hendak aku pertanyakan.
"Masih kamu simpan?" tanya aku sambil menarik tangannya.
"Masihlah, tadinya mau dibalikin, tapi nggak tahu kenapa lupa terus,padahal kakak sering ke sini hehehe" jawabnya sambil menggenggam tanganku yang membuat kita saling bertengkar tangan.
"Ya udah buat kamu aja, biar kalau kamu mau keluar malam tidak kedinginan" ujarku.
"Nggak modal amat sih jadi cowok, masa ngasih cewek barang bekas mending kalau modelnya model bagus, ini model cowok" ujarnya sambil menarik bibirnya.
"Padahal Risma baru semalam kemarin ya nginep, di kosan sama tapi kenapa sekarang kamu jadi error begini" ucapku sambil terus menarik Dini menuju ke arah motor.
"Risma Terus Yang diingat" dengus Dini sangat kesal.
Setelah berada di dekat motor, seperti biasa aku memakaikan helm, karena menurutku ini adalah waktu yang pas untuk menikmati wajahnya yang begitu cantik, ketika memakaikan helm jarak kita hanya sekitar tiga puluh sampai lima puluh cm sangat berdekatan.
Merasa diperhatikan seperti itu dia hanya menundukkan kepalanya tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun. Dia kelihatan sangat grogi Mungkin dia bingung mau melakukan apa, akhirnya hanya menundukkan kepala.
"Sudah" tanyanya setelah aku melepaskan tanganku dari tali helmnya.
"Ih emang kamu nggak ngerasa apa, udah apa belum ya" ujarku menggoda.
Dia memegang tali yang mengait di bawah dagunya untuk memastikan bahwa itu sudah terikat dengan benar.
"Sudah" ujarnya sambil tersenyum menatap ke arahku sehingga membuat tanganku reflek mencubit hidungnya merasa gemas melihat kelakuannya.
"Ih apa-apaan sih sakit tahu?" gerutunya sambil hidungnya.
Setelah kita berdua berada di atas motor dengan nyaman maka motor itu melaju menuju sebuah tempat.
"Mau ke mana" tanya Dini dari belakang.
"Ikutin saja ,nanti juga kamu akan tahu" jawabku sambil menengok ke belakang supaya suara terdengar jelas.
"Ini kan lagi ngikutin, aku hanya duduk di belakang kamu" jawabnya sekenanya
"Ya sudah Nikmati aja perjalanannya" saranku sambil terus memperhatikan arah jalan.
"Apa kita akan ke Monas?" tanyanya dengan suara sedikit tertahan namun Terdengar sangat jelas.
Aku tidak menjawab, pertanyaannya aku hanya tersenyum dibalik helm ketika melihat dia kegirangan.
"Wow!! ini keren banget bisa melihat mana sedekat ini, dulu melihat Monas, hanya lihat di tv-tv sekarang bisa sedekat ini" ujarnya terus menyerocos tanpa berhenti mengungkapkan kekagumanya.
"Kamu mau ke mana sih, kok gak berhenti, itu monasnya" pinta dini sambil memukul- mukul bundaku.
"Kita nyari tempat parkir dulu, nanti kalau parkir sembarangan-bisa kita pulang jalan kaki ke rumah" ucapku menenangkan.
Dini hanya terdiam mungkin dia mengerti apa yang aku sampaikan. Kuparkirkan motorku setelah beberapa saat sampai di tempat parkir, lalu aku mengajak Deni turun.
Setelah turun dini terus memegang tanganku untuk cepat mendekati ke arah monas, seperti anak kecil yang lagi memaksa ibunya untuk minta jajan.
"Ayo buruan sih" gerutunya.
"Iya ayo" jawabku sambil mengikuti dia dari belakang memasuki gerbang yang hanya bisa dilewati dengan pejalan kaki.
"
Ini Monas kan?" tanya Dini seolah tidak percaya sekarang dia berada di mana.
"Kamu bisa bacakan" jawabku sambil terus berjalan mengikutinya.
"Ayo buruan apa jalannya, jangan kaya siput seperti itu" ujarnya yang merasa kesal melihat jalan dengan santai.
"Sabar apa, Lagian Monas gak akan pindah kok, Monas akan tetap di situ. Jadi ngapain harus buru-buru" jawabku yang membuat mata Deni membelalak kesal menatap.
"Ngapain ngajak ke sini kalau nggak niat" ucap Deni seperti itulah wanita kalau sudah telah berdebat dia akan menyalahkan lawan bicara.
Setelah beberapa menit, akhirnya kita sampai di bundaran pertama, di mana Bundaran itu adalah tempat terdekat untuk melihat Monas biasanya kalau minggu pagi dipakai lari.
"Kok gede ya? kalau dilihat di di TV kecil banget" ucap dini yang sekarang tidak terlalu cicilan nampak dia sudah tenang.
"Hahaha dulu juga aku berprasangka seperti itu, kirain Monas itu kecil, ternyata gede banget tingginya aja 130 meter lebih" jawabku yang tidak bisa berbohong, memang buat orang yang belum pernah melihat langsung akan menganggap bahwa Monas itu sangat kecil, sehingga aku tidak heran melihat Dini kelakuannya seperti tadi mungkin cara pengepresiannya aja yang beda.
"Itu orang-orang yang di bawah Monas, mereka masuknya dari mana ya kak" tanya dini sambil menunjuk ke arah di mana orang-orang yang berada di bawah Monas.
"Emang mau ke sana?: tanya aku memastikan.
"Mau tapi jalannya dari mana ya Kak, kan di sini dipagar semua" tanya dini masih penasaran
"Yakin mau kesana ayo ikut" ajak aku sambil menggenggam tangannya lalu menarik ke belakang.
"Aku mau ke depan bukan mau ke tempat sunyi seperti ini" pinta dini yang mulai menarik tangannya supaya menjauh dari tempat itu.
"Ih apaan sih, itu kan banyak orang aku nggak ngajak kamu ke tempat sepi. katanya mau lihat Monas lebih dekat" sambil menunjukkan kearah mereka yang keluar masuk dari lorong.
"Janji ya, nggak ngapa-ngapain aku" ucapnya sambil meringis ketakutan.
"Nggak kalau mau ngapa-ngapain kamu, ngapain pergi jauh-jauh sampai sini, di kosan kamu aja sudah aman" jawab ku sambil memicingkan mata.
"Apaan sih" Dini mendegus kesal.
"Ayo katanya mau melihat" monas lebih dekat Jangan buang waktu Nanti keburu tutup
"Ini tangga apaan" tanya Dini sambil di belakang patung Pangeran Diponegoro.
"Ini mau ke mana sih Kak, kok masuk ke dalam gini" tanya dini lagi setelah tidak mendapat jawaban dariku.
"Sudah ikutin aja, jangan banyak tanya, Semakin banyak kamu bertanya, maka semakin kelihatan kamu" aku menghentikan ucapanku.
"Kampungannya ya? biarin emang aku suka kok, Lagian aku tidak merugikan mereka" jawabnya sambil mendengus kesal melanjutkan perkataanku.
Walau seperti itu, kamu terlihat sangat manja dan imut, namun itulah yang membuatku selalu ingin berdekatan, denganmu tapi untuk saat ini. Aku belum bisa mengajak mu serius, karena aku tidak mau menjalani Hubungan Tanpa Status, Aku inginnya kita pacaran setelah menikah, namun Apakah kamu mau menjadi orang yang mendampingiku, itulah yang aku takutkan.
Aku takut tidak bisa bertemu lagi, karena kamu akan membenciku, kamu akan menganggap semua kebaikanku tidak tulus, kamu akan menganggap semua laki-laki sama aja, maka mungkin untuk saat ini kita lebih baik seperti ini, aku menikmatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments