Pov dini
"Ayo buruan sih, itu kan sudah terlihat jalan keluarnya, ngapain Kakak belok ke situ, ucapku merasa kesal yang melihat Kak Dali seperti ogah-ogahan untuk menemani jalan-jalan malam ku melihat Monas.
Yang ditegur hanya senyum, lalu dia mendekati sebuah loket, entah apa yang dilakukan, namun setelah memegang dua kertas dia kembali masih terus senyum kepadaku, seperti orang yang kurang gitu.
"Apaan sih senyum-senyum Kak" Tanyaku yang mulai kesal karena lama menunggu.
"Nih, aku beli ini, kamu mau masuk ke Monas kan" tanyanya sambil menunjukkan dua tiket yang ada di tangannya.
"Oh kirain masuk Monas gratis, mana aku nggak bawa duit lagi" aku menunudukan kepala merasa gak enak sudah berprasangka buruk sama Kak Dali.
"Emang monas punya bapak mu, yaudah jangan dipikirin lagian Ini kan aku sudah beli, ayo kita keluar dari sini" ajaknya sambil memegang lembut pergelangan tanganku.
Aku mengikutinya keluar dari lorong, setelah keluar ternyata di situ ada pemeriksaan tiket, kak dali pun memberikan tiket yang tadi dia beli.
"Terima kasih ya kak" ujarku yang berjalan di sampingnya.
"Buat apa" tanyanya sambil melirik senyum kepadaku Entah mengapa dia terus seperti itu, emang nggak tahu apa kalau Senyumnya itu selalu terbayang di setiap mimpi dalam tidurku.
"Buat semuanya. Terima kasih udah diajak main ke sini ,Aku senang banget loh" ujarku membalas senyumnya.
"Santai aja aku kan calon kamu" ujarnya yang terus berjalan mendekati tangga-tangga Monas.
"Calon apaan sih" pernyataannya membuat pipiku bersemu merah. Untung saja ini malam jadi tidak akan terlalu terlihat.
Akhirnya kita sampai di pintu di mana pintu itu adalah bunker bawah Monas.
Wow ternyata di bawah Monas itu, ada museumnya aku baru tahu, ini membuatku terus berdecak kagum, pantes aja masuknya bayar, karena di dalamnya sangat nyaman banyak miniatur-miniatur yang menggambarkan perjuangan para pahlawan melawan penjajah.
"Fotoin dong Kak!" Pinta aku sambil memberikan HP.
"Pakai HP aku aja biar hasilnya bagus" jawabnya sambil mengeluarkan HP dari tas kecilnya.
"Emang kenapa kalau pakai hp aku jelek ya" tanyaku penasaran menatap kearahnya.
"Bagus kok, tapi lebih bagus pakai HP aku" jawabnya menjelaskan
"Iya deh yang hp-nya bagus, aku manut aja"
"Ya sudah, katanya mau difoto Ayo buruan Nanti keburu malam" selalu itu yang jadi alasannya kalau dia memaksa lagian ngapai coba ngajak jalan jalan malam malam begini.
Akhirnya aku pun berfoto di mana backgroundnya adalah miniatur-miniatur perjuangan zaman dahulu, Norak sih, cuman aku merasa sangat bahagia, karena ini adalah pengalaman yang mungkin tidak akan bisa kulupakan, main di Monas apalagi malam-malam seperti ini.
Setelah selesai berfoto Ria kak dali mengajakku untuk berselfie, dengan semangat aku mau karena ini adalah salah satu bentuk rasa Terima kasihku, karena sudah mengajaku maen kemonas, walau sebenarnya Emang mau sih, Siapa yang nggak mau berfoto sama pria setampan dia.
Setelah bosan mengelilingi dan memperhatikan semua yang ada dalam Museum Monas ,akhirnya kita berdua keluar, namun pandanganku terhenti ketika melihat beberapa orang yang lagi mengantri.
"Itu ngantri apa sih Kak?" Tanyaku sambil menghentikan langkah.
"Oh itu mereka mau naik ke Monas" jawabnya dengan santai.
"Maksudnya naik gimana Kak?" aku bertanya karena tidak mengerti apa maksudnya.
"Iya naik ke atas Monas, ke sana" kak dali menujuk keatas.
"Emang bisa?" tanya aku sambil membulatkan mata seolah tidak percaya apa yang dia katakan.
"Ya bisa makanya orang-orang itu pada ngantri" jawabnya dengan menatap ke arahku seolah menjelaskan bahwa yang ia katakan itu benar.
"Mau dong kak, naik ke situ, bayar lagi nggak ya" aku merengek seperti anak kecil yang lagi minta jajan sama bapaknya.
"Emang kamu nggak takut ketinggian" tanya memastikan psikisku.
"Enggak lah aku berani. Ayo dong naik ke sana" aku masih tetap merengek memalas supaya dia mau mengajak naik ke atas monas.
"Tapi janji dulu" ujarnya sambil memegang kedua tanganku.
"Janji apaan sih, Kalau nggak mau ya udah nggak usah" tanyaku sambil menekuk muka menunjukkan kekesalanku
"Mukanya Jangan dibuat gitu, bikin Aku gemes tahu" ucap Kak Dali sambil mencubit hidungku.
"Kalau kakak nggak mau nemenin aku, pinjem uangnya aja Kak, nanti pas pulang aku bayar" ujarku membuang rasa malu karena rasa penasaranku lebih besar dari itu.
"Bukan itu mauku"
"Terus maunya apa? Tanyaku sambil menatap kedua bola matanya seolah mau tau apa yang ada dibaliknya.
"Nih" ujarnya sambil menunjukkan Lesung pipinya yang indah, kadang aku heran, aku aja yang perempuan tidak ada Lesung pipinya tapi dia laki-laki ada, membuat senyumnya semakin indah.
"Muah, udah ayo" aku menempelkan bibirku di pipi yang yang dia Tunjukkan, membuat matanya membulat sempurna seolah kaget menerima perlakuan seperti itu.
Sama sepertiku yang lepas kontrol dengan tidak sadar aku melakukan hal bodoh seperti itu, membuatku malu sampai ke ubun-ubun "kenapa aku bodoh sih, Ngapain coba ngelakuin hal b0doh seperti itu, Nanti dia berpikiran aku macam-macam" gerutuku dalam hati sambil menundukkan kepala memainkan Ujung jilbabku, menyembunyikan rasa malu.
Suasana kita berdua pun menjadi Hening, tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut kita, merasa canggung seolah baru bertemu pertama kali, Kak dali melepaskan pegangan tangannya.
"Maaf aku lepas kontrol" ujarku yang masih menundukkan kepala memegang bibir yang tidak tau malu ini.
"Hahaha nggak apa-apa, Nanti lagi ya, aku cuma kaget aja soalnya belum siap" ujarnya sambil mengucek-ucek kepalaku yang tertutup kerudung.
"Sekali lagi maaf ya Kak ucapku" sambil merapatkan Kedua telapak tangan di dada seolah lagi memotong dari sang raja.
"Ayo, katanya mau naik ke atas monas" ajaknya sambil memegang pergelangan tanganku kembali.
Kita berdua menuju loket pembelian tiket untuk naik ke atas, ternyata harganya lumayan, namun Dadali seolah Dewa penyelamat yang selalu memenuhi keinginanku.
Setelah mendapatkan tiket aku dan kak dali ikut mengantri bersama orang-orang yang menunggu giliran, untuk naik ke atas Monas, antriannya lumayan tidak panjang biasanya kata kak dali antrian di sini sangat panjang.
"Terima kasih Kak untuk semuanya" ujarku yang berdiri di samping Kak dali.
"Udahlah jangan seperti itu, seolah-olah Aku tidak ikhlas, lagian aku juga sudah lama tidak ke sini, dulu terakhir ke sini kalau gak salah tiga tahun yang lalu, makanya aku ngajak kamu untuk bernostagia" ucapnya sambil melirik ke arahku.
"Ooooooooh" aku mengkerutkan bibirku menanggapi ucapannya.
Setelah menunggu 10 menit lebih, akhirnya aku dan kadali tiba giliran untuk naik ke atas, aku tak menyangka, Aku kira Monas itu cuma tiang saja, ternyata di bawahnya ada museum, di atasnya juga bisa jadikan tempat main, mirip lah seperti Menara Eiffel di Paris, mungkin karena aku juga belum pernah ke sana juga sih.
"Setelah menaiki eskalator akhirnya tiba di puncak. Akhirnya aku bisa melihat gemerlap kota Jakarta dari ketinggian, kelap-kelip lampu di jalan dan di gedung membuatku terus berdecak kagum, karena ketika aku di Bandung aku tidak pernah jalan jalan seperti ini, jangankan jalan-jalan malam seperti sekarang, jalan jalan siang seperti ini sangat jarang sekali.
Setelah menikmati kota Jakarta dari ketinggian, ternyata kami harus bergantian dengan orang yang mengantri di bawah, meski sangat berat akhirnya kita berdua turun naik ke eskalator untuk kembali ke bawah.
"Ternyata Monas itu bisa dinaikin ya Kak" pertanyaan bodoh sesaat setelah keluar dari eskalator.
Kak dali hanya senyum getir, mungkin menahan rasa malu, karena beberapa orang yang turun berbarengan memperhatikan ke arah kita, aku tidak memperdulikannya karena Malam ini aku sangat bahagia sekali.
"Ayo pulang ajaknya" sambil menuruni tangga.
"Iya Kak" jawab ku sumringah tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan malam ini.
Setelah sampai di tempat parkiran, terlihat di situ banyak gerobak-gerobak pedagang, yang menjajalkan dagangan mereka, di sekeliling gerobak terdapat kursi-kursi untuk tempat duduk.
"Mau kerak telor nggak" tawarnya
"Eee emmm eee gak kak" Jawabku sambil menundukan kepala karena malu gak bawa uang.
"Tapi aku mau, Mending kita Duduk dulu yuk sambil melepaskan rasa lelah, nggak papa kan" tanyanya sambil menatap kedua bola mataku.
"Boleh" jawab aku sambil menganggukkan kepala rasanya aku kembali ke mode awalku, sangat malu ketika mengobrol dengan kak dali, beda ketika ada di Monas mungkin kebahagiaanku mengalahkan akal sehatku.
Akhirnya kita berdua duduk di dekat penjual kerak telor, setelah kadali memesan dia menghampiri duduk di sampingku.
"Gerah juga ya" ungkapnya sambil mengubah-nibaskan tangan.
"Maaf ya Kak, sampai kecapean gini nemenin akunya, lagian kakak ngajakin aku kesini jadi akunya kaya anak kecil, pecicilan" Aku yang merasa gak enak karena aku lah yang mengajak dia untuk berkeliling Monas.
Asik mengobrol sambil memperhatikan beberapa orang yang sedang mengobrol bersama teman-temannya, menikmati malam Kota Jakarta dengan memakan makanan khasnya, namun pandanganku terhenti Di mana ada tiga laki-laki yang sedang mengobrol sambil menikmati kopi mereka.
"Kak Dani" gumamku pelan namun itu sangat jelas akan terdengar oleh orang yang berada di sampingku.
"Siapa Din, dani kakak kamu bukan? di mana" tanya Kak Dali sambil memperhatikan orang orang yang ada di sini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
saepul dalari
yakin
2022-05-28
1