“Erika, kamu jangan menjelek-jelekkan keluargaku. Nanti aku laporkan kepada kakek,” ancam Alex. Tak disangka Erika dan Irene justru menjadi teman bicara yang nyambung.
“Uh … takut!” ledek Erika seraya memasang wajah pura-pura sedih.
Erika dari luar terlihat kalem. Akan tetapi, saat bertemu dengan teman yang dirasa satu frekuensi, ia terlihat ceria dan cukup banyak bicara. Usianya sepantaran Alex, artinya lebih tua lima tahun dari Irene. Ia bisa bergabung secara santai dalam obrolan Alex dan Irene bahkan ikut makan bersama. Agenda makan berdua jadi bertiga.
Selesai makan, Erika menguasai Irene. Ia mengajak Irene berkeliling ke toko-toko busana, mengajak Irene mencoba-coba pakaian dari berbagai merk. Untung saja Irene datang dengan orang-orang good looking. Kalau tidak, sudah pasti ia diusir dari toko barang-barang bermerk karena penampilannya yang seperti gembel.
Alex hanya bisa menghela napas dan mencoba bersabar mengikuti kemanapun kedua wanita itu pergi. Seharusnya momen ini menjadi kesempatan untuknya dekat dengan Irene, tapi dia justru hanya seperti bodyguard yang mengikuti mereka. Erika seakan memanfaatkan kesempatan itu untuk membeli barang-barang diinginkannya agar Alex yang membayarnya.
“Rambutmu sebenarnya bagus, loh. Bagaimana kalau ikatannya dilepas? Kamu pasti akan lebih terlihat cantik.” Erika mengelus rambut hitam Irene yang dikucir dua.
Irene langsung menghindar. Jika ikatan rambutnya terlepas, penyamarannya mungkin akan ketahuan. “Tidak usah, rambutku banyak kutu. Sengaja aku ikat supaya mereka tidak kabur ke rambut orang-orang,” Irene nyengir.
“Kamu punya kutu?” Erika tampak membulatkan mata antusia. “Boleh nggak aku lihat? Seumur hidup aku belum pernah lihat kutu secara langsung.”
Irene tidak bisa berkata-kata. Erika lebih aneh dari yang ia kira. Tujuannya mengatakan punya kutu agar Erika takut atau jijik kepadanya, bukan malah semakin ingin tahu tentang kutu di rambutnya. Tentu saja rambut Irene sangat terawat dan sehat, tak mungkin ada kutu yang hidup di rambutnya.
“Aku heran denganmu, Erika. Kenapa kamu jadi kampungan, segala kutu saja mau tahu.” Alex memberikan tatapan herannya. “Apa tidak ada hal lain yang lebih bermutu dibandingkan dengan membahas kutu?” sejak tadi Alex terus menahan diri untuk berkomentar karena tingkah Erika jadi aneh setelah bertemu Irene. Bukannya Irene yang mempengaruhi, tapi Erika yang sepertinya akan mengajak Irene jadi gila dengan pembicaraan yang tidak jelas.
Meskipun penampilan Irene terlihat kampungan, tapi sikapnya tidak begitu memalukan. Selama diajak bicara olehnya, alex bisa menyimpulkan jika Irene memiliki pemikiran yang dewasa. Terlepas dari parasnya yang bisa dikatakan tidak cantik, cara bicara Irene sangat tertata dan rapi. Wawasan dan pemikirannya juga luas.
“Ini yang kurang aku suka dari lelaki seperti dia.” Erika menunjuk ke arah Alex. “Hidupnya terlalu serius, diajak bercanda dan senang-senang sedikit sulitnya minta ampun,” gumamnya. “Tapi aku sungguh-sungguh penasaran dengan bentuk kutu. Boleh nggak, aku lihat satu? Katanya telur kutu juga kalau dipencet dengan kedua kuku kita,
akan menimbulkan bunyi unik dan memuaskan.” Erika mempraktikkan ucapannya.
Irene bahkan tidak tahu tentang hal itu. seumur hidup, dia juga tidak pernah melihat kutu langsung. Ia hanya pernah melihatnya di video internet, orang yang memiliki banyak kutu di rambutnya itu membuatnya merinding. Menurutnya, tidak akan ada yang suka dekat dengan orang berkutu. Erika sepertinya pengecualian.
“Hehehe … jangan ya, Kak. Aku pecinta hewan. Kasihan kalau telur-telur kutu Kakak pencet pakai kuku. Nanti mereka bisa punah.” Irene memberikan jawaban konyolnya.
“Kamu mau ternak kutu?” sahut Alex sambil memicingkan sebelah alisnya. “Kalau sampai di mansion
semua orang terjangkit wabah kutu, kepalamu bisa digunduli. Aku jamin.”
Irene hanya bisa tersenyum kaku. Alex tidak akan paham kalau dirinya hanya bercanda. Ternyata jalan dengan kedua orang itu cukup merepotkan. Satunya terlalu serius dan satunya terlalu ingin tahu. Ingin rasanya ia cepat-cepat pulang. Sejak tadi Erika mengajaknya membeli barang yang tidak terlalu ia inginkan. Hanya makanan
dan camilan yang membuatnya bertahan di sana.
“Kamu jangan jahat, Alex! Nanti aku bawa Irene ke rumahku kalau kalian jahat padanya.” Erika membela Irene.
“Sebelum pulang aku harus membeli obat serangga untuk menyemprot rambutmu supaya semua kutu ternakmu
mati.”
“Sepertinya bukan hanya kutunya saja yang akan mati, Kak. Aku juga akan ikut mati kalau disemprot obat serangga. Apa tidak lebih baik jika menyemprotkan pupuk supaya mereka lebih sehat dan subur?” Irene semakin menimpali ucapan Alex. Lelaki itu entah mengapa jadi membuatnya gregetan, padahal awalnya ia sudah terkesima dengan perlakuan baiknya.
“Sudah, jangan didengarkan ucapan Alex. Kalau dia berani macam-macam denganmu, hubungi aku kapan saja ke nomor yang sudah aku berikan. Dia memang orang yang membosankan kita berteman saja berdua.” Erika memeluk Irene sembari menjulurkan lidahnya ke arah Alex untuk mengejeknya. “Nonton film, yuk!” ajak Erika.
“Tidak boleh. Nanti kita kemalaman pulang. Aku bisa dimarahi kakek,” larang Alex.
“Kakekmu kan masih di luar negeri.” Erika tetap kekeh ingin nonton dengan Irene.
“Meskipun kakek tidak ada di rumah, dia selalu mengawasi kami. Kamu mau bertanggung jawab kalau kakek
marah?”
Erika memanyunkan bibirnya. ia takut dengan Kakek Narendra. Saat kecil, ia pernah bertemu dengan kakek Alex yang menurutnya menyeramkan dan galak. Makanya ia paling tidak suka kalau main ke mansion Alex.
“Kalau begitu, kita makan es krim sebentar, sebelum kita pulang.” Erika kembali menarik tangan Irene. Ale mengikuti mereka dari belakang sembari membawa paperbag belanjaan kedua wanita itu.
“Memangnya perut kalian terbuat dari karet? Sejak tadi diisi makanan terus. Bukannya tadi juga sudah makan es krim?” keluh Alex. Bukannya kerja diperusahaan dia malah dikerjai untuk membawakan barang-barang mereka.
“Beda, Alex. Tadi kan es krim biasa, kalau sekarang kita mau makan es krim crepe!”seru Erika dengan semangat. Irene hanya mengikuti saja kemauan Erika.
Setibanya di tempat penjual makanan yang disebut crepe itu, Erika langsung memesankan dua crepe dengan es krim dan toping buah stroberi, pisang, serta remahan biskuit. Proses pembuatan crepe selalu menarik untuk dilihat. Penjualnya menuangkan adonan ke atas benda berbentu lingkaran yang panas lalu diratakan dengan alat. Sampai membentuk kulit crepe berbentuk bulat sempurna. Kulit crepe dilipat membentuk kerucut lalu di dalamnya diisikan es krim dengan taburan topping. Irene pernah melihat makanan semacam itu, namun baru kali ini ia mencicipinya.
Alex hanya bisa bengong melihat keduanya tertawa-tawa sembari memakan jajanan mereka. Erika sama sekali tidak peduli padanya. Setidaknya menawarinya dulu meskipun memang ia tak ada minat untuk ikut makan. Ia hany bagian membayar saja.
“Ah … cepat sekali kita harus berpisah.”
Erika memeluk Irene saat mereka sudah berada di area basement di dekat mobil masing-masing. Hari telah semakin sore, waktunya Alex dan Irene pulang agar tidak ketinggalan makan malam bersama. Erika tampak belum puas menghabiskan waktu dengan Irene dan Alex. Raut wajahnya agak sedih saat melambaikan tangan kepada Irene yang sudah berada di dalam mobil Alex.
Saat mobil Alex telah menghilang, air mata Erika jatuh. Ia mengusapnya sambil tertawa, menertawakan dirinya sendiri. Selama ini, ia sangat menyukai Alex. Namun, Alex hanya menganggapnya sebagai teman. Mendengar Alex akan dijodohkan, ia begitu penasaran dengan wanita yang mungkin akan berpasangan dengan Alex. Irene wanita
yang menyenangkan.meskipun dari segi paras Erika lebih unggul, ia merasa Irene memiliki aura yang mampu membuat orng lain tertarik padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
HNF G
semoga Erika sm alex dan irene sama alan🥰🥰🥰
2023-03-03
0
Hernawati Musa
seruh
2022-08-19
0
Dewi Kijang
lanjut
2022-08-01
1