“Perkenalkan, kami putra keluarga Narendra. Namaku Alex, putra kedua. Kakak pertama kami tidak bisa ikut karena masih sibuk dengan pekerjaannya, jadi aku yang mewakili keluarga untuk menyambut kedatanganmu.” Alex seolah berlaku sebagai perwakilan keluarga menyambut Irene. “Ini putra ketiga, namanya Alfa. Dia seorang desiner.” Alex mengenalkan lelaki yang menurut Irene paling imut. Sejak tadi Alfa terus memperhatikan Irene.
“Kalau yang ini artis kebanggaan keluarga kami, namanya Arvy. Dia sangat terkenal di kalangan para wanita.” Irene jadi tahu lelaki yang paling tidak menyukai kedatangannya ternyata seorang artis. Pantas saja penampilannya terlihat paling modis. Irene akan mencacat nama Arvy sebagai orang yang paling harus ia hindari.
“Kalau ini adik bungsu kami, namanya Ares. Dia seumuran denganmu. Dia juga masih kuliah di jurusan manajemen, katanya mau mengikuti jejakku meneruskan bisnis keluarga.”
“Tidak perlu dijelaskan juga, Kak. Memangnya siapa yang perlu dikenal oleh orang seperti dia,” ketus Ares.
Dalam hati, Irene kesal sekali dengan sikap songong lelaki yang seumuran dengannya. “Perkenalkan, namaku Irene Abraham, semoga kita bisa berhubungan dengan baik.” Irene tetap berusaha bersikap sopan mengingat pesan dari kakeknya agar bisa menjaga nama baik keluarga.
Setelah saling memperkenalkan diri, Irene menaiki mobil yang membawanya ke sebuah mansion besar yang terletak di pinggiran kota. Sebuah tempat tinggal bergaya klasik Eropa itu sedikit lebih besar daripada kediamanannya. Irene yang berdiri di antara keempat lelaki tampan itu terlihat seperti budak, bukan putri, karena penampilnnya yang jauh berbeda.
“Waow! Apakah ini guci emas asli?” tanya Irene sembari mengelus-elus benda yang kelihatan mahal itu. “Ha ... patung macan ini sangat mirip dengan aslinya.” Irene beralih ke patung macan seukuran asli. “Lampu kristalnya mewah, ya ... kalian memang benar-benar orang kaya seperti yang kakekku bilang.”
Irene pura-pura bertingkah takjub terhadap semua barang mewah yang ada di sana. Tingkah konyolnya membuat keempat tuan muda tercengang, betapa kampungannya wanita yang baru saja mereka jemput dari bandara. Ia berharap mereka segera mengusirnya pergi dan membatalkan perjodohan yang sangat tidak masuk akal untuknya.
“Irene, apa kamu tidak punya pakaian lain? Penampilanmu sangat jelek. Kalau kamu memang tidak punya pakaian yang bagus, aku akan memberikannya.” Mata Alfa sangat sakit sejak tadi harus memperhatikan penampilan Irene yang sangat norak. Jiwa fashionistanya meronta-ronta. Ingin sekali ia menarik tubuh wanita itu ke dalam kamar lalu mendandaninya dengan pakaian yang lebih layak. Menurut Alfa, penampilan Irene seperti pengemis yang sering ia lihat di lampu merah.
“Memangnya kenapa? Aku suka dengan gaya berpakaianku. Menurutku ini sudah bagus.” Irene tetap pada pendiriannya. Ia tidak mau dirubah mengikuti pendapat orang lain.
“Hah! Aku sudah tak tahan lagi! Kakek sangat menyebalkan menyuruh kita menjemput wanita kampungan seperti dia!” Arvy emosi. Ia marah-marah di hadapan Irene. “Heh! Wanita kampungan! Jangan harap di antara kami ada yang akan jatuh cinta padamu, ya! Melihat penampilanmu saja kami sudah muak!” bentaknya. Alex kembali harus menenangkan hati adiknya yang paling tidak bisa menahan diri.
Melihat emosi yang diluapkan oleh Arvy, Irene semakin merasa senang. Tujuannya sejak awal memang untuk membuat kelima tuan muda itu tidak menyukainya. Ia juga ingin segera pulang ke rumah dan menjalani hari-harinya seperti biasa. Untuk Irene, tidak menikah pun hidupnya akan baik-baik saja. Kekayaan keluarganya bisa membiayai hidupnya sampai mati tanpa harus pusing memikirkan hari esok.
“Irene, lebih baik kamu naik ke atas bersama Beki. Dia akan menunjukkan dimana letak kamarmu,” ucap Alex. Memang hanya Alex yang memberikan perlakuan baik padanya.
“Mari, Nona. Saya akan mengantarkan Anda ke kamar.”
Wanita muda berpakaian pelayan itu bertingkah sopan mengajak Ruby ikut dengannya. Seorang lelaki yang bertugas membawa barang juga ikut di belakang mereka. Pelayan bernama Beki juga sepertinya baik. Sikapnya ramah meskipun menyambut dirinya dengan penampilan yang sangat jelek. Padahal Irene berharap pelayan di sana juga akan menjahatinya supaya ia lebih banyak alasan untuk meminta pulang kepada kakeknya.
Beki membukakan sebuah kamar yang sangat besar dan mewah. Fasilitas di dalamnya terlihat sangat lengkap dan tertata rapi, seakan memang sudah sengaja dipersiapkan untuk menyambut kehadiran Irene. Pelayan lelaki yang membawakan barang segera pergi setelah meletakkan barang bawaan Irene di kamar. Tersisa Irene dan Beki di dalam kamar.
“Nona, ini akan menjadi tempat tinggal Nona selama berada di rumah ini. Nama saya Beki, akan menjadi pelayan pribadi Nona mulai hari ini,” ucap Beki dengan nada paling sopan.
“Kenapa kamu bersikap baik padaku?” tanya Irene heran.
Beki merasa sedikit aneh mendengar pertanyaan dari nona barunya. “Apa maksud Nona?” tanya Beki.
“Kamu tidak keberatan melayani seorang nona yang jelek seperti aku?” Irene bermaksud mengetes calon pelayannya dengan mendengarkan jawaban apa yang sekiranya hendak keluar dari mulut Beki.
“Saya hanya melaksanakan perintah. Apapun yag Tuan Besar perintahkan, pasti akan saya laksanakan dengan baik, bukan karena paras maupun penampilan, Nona.”
Irene mangguk-mangguk mendengar jawaban dari Beki. Sepertinya dia merupakan pelayan muda pilihan. Terlihat dari sikap dan gaya bahasanya yang sangat tertata. “Terima kasih, Beki. Kamu boleh kembali. Aku mau beristirahat.”
“Nona, ada yang mau saya katakan sebelum pergi.” Raut wajah Beki terlihat serius. Irene jadi penasaran dan ingin mendengarkan apa yang hendak pelayannya katakan.
“Apa?” tanya Irene.
“Anda harus berhati-hati dengan Tuan Muda Pertama.” Beki mengatakannya dengan nada lirik.
Irene mengerutkan dahi. “Maksudmu ... Alan?” ia begitu penasaran mengapa Beki bisa menyuruhnya hati-hati kepada Alan. Irene memang belum bertemu secara langsung dengan lelaki itu, ia hanya sekedar tahu namanya saja. Padahal, menurut Irene yang paling menyebalkan adalah Arvy si artis dan Ares si anak bungsu.
Beki mengangguk pelan.
“Kenapa? Apakah dia seorang mafia atau pembunuh berdarah dingin?” Irene jadi sangat penasaran.
Beki tersenyum. “Saya tidak bisa mengatakannya. Usahakan Anda tidur dengan pakaian tertututp dan pastikan jendela dalam kondisi terkunci. Saya permisi dulu.” Beki sepertinya tidak mau memberikan penjelasan lebih jauh. Ia langsung pergi begitu saja sebelum rasa penasaran Irene terpuaskan.
Irene jadi terngiang-ngiang perkataan Beki. Muncul prasangka buruk jika Alan adalah orang yang mesum. Mungkin saja ia suka masuk ke dalam kamar orang lain untuk melihat seorang wanita yang sedang tertidur.
Segera Irene mengecek satu per satu jendela untuk memastikan sudah terkunci dengan benar. Ia juga mengunci pintu dengan rapat. Matanya sudah sangat mengantuk setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang. Ia memutuskan untuk menggosok gigi dan mencuci muka, membersikhan penyamarannya di area wajah, tangan dan kaki. Ikatan rambut norak yang sejak tadi menghiasi kepalanya juga ikut dilepaskan. Irene tersenyum melihat penampilan cantik dirinya telah kembali.
Ia mengambil selembar pakaian tidur dari dalam kopernya. Pakaian tidur yang mungkin menurut orang terlihat cukup seksi, namun Irene sangat menyukainya. Pakaian tidur berbahan satin menurut Irene paling nyaman untuk tidur. Ia merebahkan dirinya di atas ranjang empuknya.
Tak butuh waktu lama, Irene sudah terlelap dalam tidurnya. Ia sampai tidak sadar jika saat ia tidur ada seseorang yang diam-diam masuk ke dalam kamarnya dan memperhatikan dirinya yang sedang tertidur dengan nyaman.
❤❤❤❤❤
Jangan lupa tinggalkan jejak like atau komentarnya. Terima kasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
Rika Khoiriyah
lahhhh siapa??
2023-03-23
0
Rika Khoiriyah
Casanova mungkin si Alan🤔🤔🤔
2023-03-23
0
HNF G
jgn2 si alan nih yg suka nyelonong masuk😅😅
2023-03-02
0