Tengah malam Irene terbangun karena ingin buang air kecil. Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, ia tak bisa kembali tertidur. Irene memutuskan untuk diam-diam keluar kamar dan berjalan-jalan sebentar melihat rumah barunya yang tadi belum sempat ia perhatikan dengan lebih teliti.
Para penjaga dan pelayan tidak tampak di dalam rumah. Jika menengok le arah luar, masih ada yang berjaga. Rumah sebesar itu terasa sunyi pada malam hari. Irene terus berjalan tanpa tujuan menyusuri lorong-lorong yang ada di rumah itu. Ada perasaan bahagia bisa berkeliling di tempat baru.
Setibanya di ujung lorong, ia melihat cahaya dari sebuah ruangan yang terbuka. Karena penasaran, Irene memutuskan untuk berjalan mendekat ke arah sana. Ternyata ada seorang lelaki yang sedang berendam di dalam kolam air hangat tanpa sehelai benangpun yang menutupi.
Sejenak Irene mematung, terkesima dengan pemandangan indah yang ada di depan matanya.
“Siapa di sana?” tanya Alan yang menyadari kehadiran seseorang dari arah pintu.
Irene merasa panik karena ketahuan. “Ah, hm! Aku sedang mencari toilet.” Ia mencari alasan.
“Kamu salah masuk ruangan. Toilet ada di ujung sebelah kiri.”
“Iya, maafkan saya!” Iren segera berlari pergi sebelum ketahuan. Jantungnya seakan mau copot saat dipergoki sedang mengintip. Ia tak mau dicap sebagai wanita yang mesum karena ketahuan sedang mengintip orang mandi.
***
Keesokan paginya, Irene kembali melumuri bagian tubuhnya yang tampak dengan body painting agar kulitnya terlihat gelap dan dekil. Tak lupa ia menguncir rambutnya menjadi dua sebagai identitas dirinya yang baru. Setelah selesai, ia siap turun ke bawah untuk sarapan bersama tuan muda yang ganteng-ganteng.
Baru saja Irene mulai turun dari tangga, selera para tuan muda sepertinya langsung hilang. Mata Irene terpaku pada sosok lelaki yang semalam ia lihat sedang berendam tanpa pakaian sedang duduk bersama yang lain. Irene tidak menyangka ternyata dia adalah Alan, anak tertua dari keluarga Narendra. Irene hanya berharap lelaki itu tidak mengenalinya.
“Irene, duduklah!” pinta Alex.
Irene memilih duduk di sebelah Alex. Jika ia duduk di sebelah yang lain, pasti mereka tidak akan suka. Terutama Arvy yang sudah membuang muka sejak ia muncul..
“Irene, ini kakak kami, Kak Alan yang kemarin tak bisa ikut menjemputmu di stasiun.” Alex memperkenalkan lelaki yang ada di hadapan Irene. Irene hanya menyunggingkan senyum. Alan terlihat diam meskipun terus memperhatikan Irene.
“Lihatlah, Kak! Kakek kita sepertinya sudah dihipnotis sampai ingin menjodohkan salah satu dari kita dengan wanita seperti dia!” Arvy mengadukan Irene yang jelek kepada kakak tertuanya. “Aku yakin keluarga Abraham sebenarnya sudah bangkrut, makanya dia licik ingin menumpang hidup pada keluarga kita.”
Ucapan Arvy sangat menjengkelkan. Ingin rasanya Irene langsung menjambak rambut Arvy dan memukulinya tanpa ampun. Ia heran melihat ada lelaki yang mulutnya sangat lemes seperti Arvy.
“Arvy, tidak boleh mengejek orang apalagi di meja makan.” Alex mencoba mengingatkan adiknya.
“Biarkan saja! Kak Alan juga pasti tidak suka dengan dia! Lihat saja, Kak Alan juga hanya diam sejak tadi. Kak Alan juga pasti syok seperti yang kemarin kita alamni.”
Alan bukan terkejut karena penampilan Irene. Ia hanya penasaran, wanita yang ia lihat di kamar yang katanya akan ditempati oleh calon istri salah satu dari mereka berbeda jauh dengan yang saat ini ada di hadapannya. Semalam, ia melihat seorang wanita cantik berkulit putih bersih, rambut panjang yang tergerai, serta tubuh yang seksi berbalut pakaian satin terbaring anggun di atas tempat tidurnya.
Hari ini, wanita yang disebut sebagai calon menantu di rumah itu justru memiliki kulit tubuh yang hitam seperti arang sisa pembakaran. Alan ragu dengan yang semalam ia lihat, mungkin saja hanya halusinasinya.
Alan memang tidak bisa ikut menjemput Irene karena kesibukannya. Ia memutuskan untuk mengintip sebentar wanita itu lewat jendela kamar yang berhasil dicongkelnya. Caranya memang salah, tapi Alan sangat penasaran dengan wanita pilihan kakeknya.
Selesai sarapan, mereka berenam sibuk dengan urusan masing-masing. Alan akan pergi mengecek restoran, Alex pergi ke kantor, Alfa pergi ke butik, Arvy pergi ke lokasi syuting, sementara Ares terpaksa harus ke sekolah bersama Irene yang memang akan mulai berkuliah di kampusnya. Ia mengendarai mobilnya dengan lemas ditemani wanita buruk rupa di sebelahnya. Sebelum pergi, Arvy sempat menertawakan dirinya.
Ares menurunkan Irene agak jauh dari kampus. Ia tidak ingin ada yang melihat dirinya datang bersama gadis buruk rupa itu. Seisi kampus pasti akan menertawakannya jika tahu.
Irene terpaksa mencari tempat kuliahnya sendiri. Orang-orang yang sudah berada di ruang perkuliahan menatap aneh ke arah Irene seakan mereka baru kali ini menjumpai orang jelek seperti dirinya.
“Anak baru, ya?” tanya seorang mahasiswa berkaca mata yang duduk di sebelahnya.
Irene mengangguk.
“Kenalkan, namaku Bian.” Lelaki itu mengulurkan tangannya. Irene membalas uluran tangan itu.
“Irene,” jawabnya.
***
Irene terlihat kebingungan di tempat parkir. Sejak tadi ia berkeliling mencari mobil milik Ares. Kalau saja bukan demi menjaga nama baik keluarganya, mungkin ia akan memilih mengeluarkan sifat aslinya di hadapan tuan muda yang menyebalkan itu.
“Heh! Cewek jelek. Sudah selesai kuliahnya?” kedatangan Ares yang tiba-tiba sangat mengagetkan Iren.
“Sudah, kamu juga sudah selesai?”
“Kenapa tanya-tanya? Memangnya kita sedekat itu?” ledek Ares.
Rasanya Irene ingin menjambak habis-habisan lelaki di hadapannya itu. “Ya sudah, kita pulang sekarang saja, yuk!”
“Siapa yang mau mengajakmu pulang bareng? Pulang sendiri jalan kaki. Hahaha ….” Ares terlihat sangat puas menjaili Irene.
Menurut Irene, tingkah Ares sangat kekanak-kanakkan. Padahal usia mereka sepantaran, tapi dari sifatnya sudah jauh berbeda.
“Irene, ayo kita pulang!” Tiba-tiba Alex telah muncul di antara mereka berdua..
“Kak Alex kenapa ada di sini?” tanya Irene penasaran.
“Tentu saja untuk menjemputmu.”
Irene merasa aneh. Setahu Irene, ia akan berangkat dan pulang bersama Ares sampai lulus karena mereka satu kampus. Alex masih mengenakan pakaian kerjanya, kemungkinan ia langsung meluncur dari kantor ke kampusnya.
“Bukannya mengantar dan menjemput Irene adalah tugasku, Kak?” tanya Ares. Ia juga bingung melihat kakaknya ada di sana.
“Kata Kakek, kita harus bergiliran mengantar dan menjemput Irene setiap hari supaya kita semakin akrab dengan Irene. Minggu ini adalah giliranku mengantar jemput Irene dari kampus.”
Irene hanya bisa tersenyum kaku. Ia merasa dirinya seperti piala bergilir yang akan diperebutkan oleh kelima tuan muda di rumah itu. Entah apa yang ada di pikiran kakeknya dan kakek mereka serta kedua orang tua yang telah meninggal saat berusaha menjodohkan cucu-cucu. Irene selalu menganggapnya sebagai hal yang konyol.
❤❤❤❤❤
Jangan lupa dukungannya untuk author. Beri jejak like atau komentar. Terima kasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
HNF G
apa mereka gak ada yg maen sosmed? aq yakin pasti irene pasang2nya di sosmed. mungkin alex udah liat irene yg sebenarnya😁
2023-03-02
0
HNF G
hahahaha.... aq udah negatif thingking aja. otakku traveling kemana mana😅😅😅😅
2023-03-02
0
Masri Masri
drupadi fersi modern 👍👍👍👍⚘⚘
2023-02-10
0