Setelah memasuki ruang rapat, Raja Endan dan Ratu Sofia duduk di kursi pimpinan dan mengamati para petinggi yang sedang menunggu dimulainya rapat dengan seksama.
Di seberang mereka berdua, terdapat satu meja memanjang dan tujuh kursi sejajar yang sudah ditempati oleh enam anggota dari Tujuh Petinggi.
Seorang lelaki kerdil sebesar capung mengenakan kaos merah lengan panjang dan celana panjang putih tampak melayang – layang di samping Ratu Sofia. Sayap capungnya mengepak cepat. Cahaya emas berpendar lemah dari tubuhnya. Ia adalah Hikin, seorang Pixi.
Istandi yang bertempat di ujung sudah duduk rapi dan siap sedia sejak Sang Raja dan Sang Ratu masuk ke Ruang Rapat. Ia mengamati mereka berdua sembari memperhatikan Hikin dan cahaya keemasannya.
Di sebelah Istandi, duduklah Hita. Ia menjabat sebagai Petinggi Bagian Kelautan. Ia mengenakan seragam abu – abu khas kantor. Wanita berambut pendek itu sedang mempersiapkan berkas – berkas yang digunakan untuk laporan sembari sesekali membenahi kacamatanya.
Rowan yang sedang duduk di sebelah Hita sedang bersedekap dan memandang langit – langit di ruang rapat tersebut. Ia tampak tidak sabar untuk memulai pertemuan kali ini. Di sebelah Prajurit itu, Rena sedang menulis sesuatu di sebuah kertas sambil sesekali membenahi rambut ponytail-nya.
Gurin bertugas sebagai Petinggi Bagian Keuangan. Seperti Hita, ia juga sedang memeriksa berkas – berkas yang akan dilaporkan di dalam rapat ini.
Di sebelah Gurin, duduklah Faraq. Pria itu menjabat sebagai penanggungjawab Hubungan Antarwilayah. Ia sedang mengedarkan pandangan ke sekitar ruang rapat sambil tenggelam di dalam lamunan.
Sofia memandangi seluruh petinggi yang sudah datang. Ketika pandangan Sang Ratu tertuju pada kursi kosong, alisnya mengerut. “Hikin, apakah kau sudah memberitahu Kamasa tentang rapat ini?”
“Sudah, Ratu...” ujar Hikin dengan suara mencicit. “Saya tidak menemui beliau di sekitar istana”
“Apakah kau sudah mencapainya melalui Bola Hubungan?” Sofia merapikan gaun merah yang dikenakannya.
Hikin menggeleng. “Bola Hubungan Tuan Kamasa juga tidak bisa dicapai.”
Setelah Endan mendengarkan percakapan antara Sofia dan Hikin, ia memutuskan untuk bertanya langsung kepada para Petinggi.
“Apakah di antara kalian ada yang mengetahui tentang keberadaan Kamasa?” Sang Raja meninggikan suaranya.
Beberapa Petinggi tertegun. Tidak ada jawaban. Sesaat kemudian, Faraq menjawab pelan, “Beliau menitipkan izin kepada saya bahwa beliau sedang melakukan kunjungan ke kerajaan Oslar selama tiga minggu, Baginda.”
“Sejak kapan?”
“Sejak gempa keempat, Baginda.”
Sofia berujar pelan, “Baginda, walaupun sebagai Penasehat Istana, Kamasa memang sudah jarang berada di istana akhir – akhir ini. Aku ingat bahwa kau bertitah kepada beliau agar berkarib dengan Faraq agar pengetahuannya tentang Namaril menjadi lebih luas.”
Endan mengangguk. Sofia benar. Ia bahkan jarang membutuhkan nasehat Kamasa tentang upaya pemerintahan istana. Kali ini berbeda. Ia membutuhkan Kamasa. Namun ia jarang berkomunikasi dengannya di awal terjadinya musibah ini, bahkan perihal yang dibicarakannya bukanlah mengenai bencana ini.
Endan masih merasa sedikit penasaran mengenai keperluan Kamasa ke Kerajaan Oslar. Mungkin beliau sedang melakukan negoisasi atau mencoba memecahkan masalah ini.
“Apakah ini termasuk pembagian tugas denganmu, Faraq?” tanya Sang Raja.
Faraq menggeleng. “Tidak, Baginda. Tuan Kamasa pergi ke Oslar atas inisiatifnya sendiri.”
Endan mengangguk. Mungkin masalah Kamasa akan ia bahas di dalam rapat ini. Keadaannya sedang genting. Ia sebaiknya langsung memulai rapat yang dicanangkannya. “Hikin, mari kita mulai rapatnya!”
“Baiklah.” Hikin menjentikkan jarinya. Sebuah kertas dan pena hitam seketika muncul dan mengudara di sampingnya. Sang Pixi bersiul, memerintahkan kedua alat itu siap menuliskan catatan.
Para Petinggi mulai memperhatikan dengan seksama.
- -
"Kalian sudah mengerti tentang tujuan pertemuan ini," Endan memulai. "Kita sedang ada di dalam keadaan genting. Kita harus bertindak secepatnya. Namun sebelumnya, aku ingin mendengarkan tentang perkembangan kondisi kerajaan ini dari laporan - laporan kalian."
Sang Raja menghadap ke arah Hita. "Silahkan laporkan perkembangan pada sektor kelautan, Hita!"
Hita memegang berkas laporannya. “Baginda, gempa periodik ini mungkin terjadi dalam waktu sekitar satu menit, namun banyak kapal - kapal karam karenanya. Dikarenakan gempa, tiga Atasan melaporkan bahwa beberapa awak kapal tewas tenggelam dikala mereka melakukan aktivitas di tengah laut."
"Ini sangat ganjil." kata Endan. Pandangannya mengarah ke Rena. "Apakah Penyihir Istana mempunyai keterangan tentang gempa di laut?"
"Baginda," kata Rena, "dalam diskusi dengan Para Penyihir Elemental, kami menarik kesimpulan bahwa getaran di laut masih dianggap tidak membahayakan. Saya dan Hita juga sudah sepakat bahwa kegiatan kelautan akan dilaksanakan seperti biasa."
"Apakah itu benar, Hita?" tanya Endan.
"Itu benar, Baginda," jawab Hita, wanita itu membuka berkas di atas meja sejenak. Beberapa saat kemudian, ia menambahkan, "Hal lain yang patut dikhawatirkan adalah, Ubida, petinggi dari Kerajaan Igardias juga tidak mengetahui tentang ini. Perwakilan mereka melaporkan bahwa beberapa awak kapal mereka juga tewas ketika melakukan perdagangan di sekitar laut Kastala.
Saya khawatir bahwa, jika hal ini terus berlarut dan gempa berkala ini tidak segera diatasi, maka seluruh kerajaan di Namaril akan enggan melakukan bisnis dengan kita."
Raja Endan terdiam sesaat. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh Petinggi. Setelah itu, ia berujar, "Terima kasih atas laporannya, Hita."
"Sama - sama, Baginda." kata Hita.
Endan menelungkupkan kedua telapak tangannya. "Rowan, laporan selanjutnya!"
Rowan meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Saya sudah tugaskan barisan prajurit untuk membantu warga. Mereka juga menjadi penyergah utama dalam unjuk rasa warga yang terjadi hari ini, dibantu oleh beberapa Penyihir yang dikirim oleh Petinggi Rena.
“Di samping itu, saya juga menugaskan para Prajurit untuk bertugas untuk mengayomi warga yang menjadi korban bencana ini. Bersama dengan Petinggi Istandi, saya juga sudah memaksa warga untuk meliburkan aktivitas mereka dan mengevakuasi diri di situs - situs tertentu yang sudah disediakan guna menjaga keselamatan mereka.”
"Bagaimana dengan latihan pasukan, Rowan?" Endan membuka tangannya. "Setahuku, kau sangat gencar dalam hal penguatan pasukan."
"Penguatan pasukan juga masih saya nomor satukan, Baginda," Rowan melanjutkan. "Lagipula, saya juga mencurigai bahwa hal ini termasuk sebuah persekongkolan untuk menjatuhkan anda."
"Maksudmu, apa ada seseorang yang ingin merebut kekuasaanku?"
"Itu adalah asumsi terburukku, Baginda."
"Baiklah," Endan berpikir sejenak, lalu berujar, "Akan kutampung asumsimu, Rowan. Namun kita tidak akan berburuk sangka tentang ini. Terima kasih atas laporannya."
"Sama - sama, Baginda."
"Istandi?"
"Si-siap Baginda," kata Istandi sambil terbata - bata karena keterkejutannya. Ia segera mengumpulkan berkasnya, lalu melapor, "Saya sudah mengumpulkan maklumat tentang kondisi masyarakat yang tinggal di pemukiman istana, Baginda.
"Patroli yang saya lakukan dengan Tuan Rowan menghasilkan kumpulan laporan bahwa masih ada orang - orang yang melakukan pekerjaan di sela - sela terjadinya gempa. Seperti yang sudah diumumkan oleh Petinggi Rena, guncangan ini terjadi selama dua hari sekali. Kemungkinan besar mereka menyimpulkan bahwa mereka bisa bekerja dan beraktivitas seperti biasa di sela - sela kekosongan bencana."
Rena menambahkan, "Periode dua hari sekali yang kami umumkan belum tentu konsisten, Baginda."
"Itu benar," Istandi melanjutkan. "Apalagi, karena hal itu, beberapa oknum warga juga membelot dengan masih melakukan aktivitas pekerjaan yang sudah diumumkan untuk ditiadakan.
"Ditambah lagi, unjuk rasa yang dilakukan warga hari ini, menurut perkiraan saya, adalah karena warga tidak puas dengan kehidupan mereka dan ingin anda segera bertindak.
"Ketika saya dan Tuan Rowan sedang berpatroli kemarin, saya bahkan mencuri dengar bahwa keputusan raja tidak masuk akal. Mereka berkata bahwa seharusnya beberapa kegiatan boleh dikerjakan di luar ruangan, seperti kegiatan belajar mengajar.
"Itu kulakukan untuk memastikan keselamatan warga. Karena gempa yang tidak berkepastian ini, kita tidak bisa memastikan puing bangunan mana yang akan jatuh di atas kepala mereka," Endan menjelaskan. "Di samping itu, situs evakuasi pun bukanlah tempat efektif untuk melakukan kegiatan belajar mengajar."
Istandi mengangguk. "Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan saat ini, Baginda."
"Baiklah, Istandi," kata Endan. "Aku ingin memastikan kondisi dan situasi dahulu sebelum membuat keputusan selanjutnya. Terima kasih atas laporannya."
"Sama - sama, Baginda."
"Gurin, laporkan segera tentang perbendaharaan istana!"
Gurin mulai melaporkan, "Bagian keuangan kerajaan masih termasuk stabil, Baginda. Walaupun sebelum musibah ganjil ini terjadi, kami bisa memastikan bahwa kita masih memiliki sumber daya yang berkelimpahan.
“Saya khawatir. Jika situasinya begini, walaupun sedangkal apapun, hasil sektor kelautan menjadi tumpuan utama Kerajaan Kastala akan berkurang, karena uang kerajaan juga ikut keluar untuk membiayai orang - orang yang terkena bencana.
"Selain itu, sudah dua minggu gempa ini. Sedangkan ketidakpastian gempa periodik yang terjadi ini akan membuat sektor keuangan menjadi tidak pasti dan cenderung menyusut.”
"Aku sudah mengerti, Gurin. Kebijakan untuk menjadi bagian keuangan akan mengalami pukulan signifikan karena ini. Namun, untuk saat ini, kita masih bisa menarik pajak dari orang - orang dari kalangan atas yang tinggal di sekitar pemukiman Kastala. Bukankah begitu?"
"Hal tersebut sudah diumumkan, Baginda, tetapi kita mengalami masalah dalam hal eksekusi karena orang - orang kaya yang ada di pemukiman sekitar istana merasa bahwa diri mereka dimanfaatkan."
"Itu benar, Baginda," kata Rowan. "Bersama Istandi, saya juga sudah berpatroli dan mengumumkan penarikan pajak tambahan kepada warga. Namun orang - orang berasal dari kalangan menengah ke atas memilih untuk tidak mengungsi, melainkan melarikan diri ke pulau lain, Baginda."
“Baiklah, Gurin," Endan menghela panjang. Terima kasih atas laporannya."
"Sama - sama, Baginda."
"Rena, apakah hal krusial tentang bencana ini yang ingin kau beritahu kepada kita?"
Rena meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Baginda, saya sudah menyimak laporan - laporan sebelumnya.
“Perkumpulan Penyihir Istana menyimpulkan bahwa Magnitudo atau tingkat getaran yang terjadi ketika gempa terjadi memang tidak begitu besar sehingga beberapa bagian daerah yang terpengaruh magnitudo besar dan beberapa darinyaa tidak sebesar itu dan menyebabkan beberapa penduduk masih memaksakan diri untuk bekerja.
“Pemukiman - pemukiaman lain di Pulau Kastala juga merasakan gempa tersebut. Namun, tidak separah pemukiman di sekitar Istana Kastala. Hal ini dikarenakan pusat gempa berada di sini.
“Sebagai tambahannya, Rumah sakit, Situs Evakuasi, dan situs - situs penting lain masih kokoh karena dibangun menggunakan bahan khusus tahan gempa dan tahan guncangan. Sehingga, sampai saat ini, tempat - tempat tersebut masih tidak terpengaruh oleh gempa ini.
“Walaupun, jika gempa ini terus terjadi, yang saya takutkan adalah kehancuran tempat - tempat tersebut, Baginda. Bahkan Penyihir Elemen tanah dan Elemen Air pun tidak memiliki pengetahuan tentang ini.”
Raja Endan memegang dagu sambil memandang seluruh Petinggi. Ratu Sofia memperhatikan setiap laporan dengan seksama. Ia memperhatikan keresahan yang terlukis di raut muka Sang Raja.
Raja Endan mengarahkan pandangannya ke Faraq. "Laporan selanjutnya, Hubungan Antarwilayah"
Faraq memperbaiki posisi duduknya. "Kerajaan Igardias, Rimasti, Oslar, dan Enmar sudah saya kunjungi untuk menyampaikan tentang hal ini, Baginda. Dengan sihir percepatan milik Kamasa, saya bisa keliling dunia Amaril dalam tempo cepat.
“Kesimpulan yang bisa saya utarakan kepada anda melalui perjalanan saya selama gempa janggal ini berlangsung adalah bahwa kerajaan lainnya tidak terbebani dengan memberikan bantuan berupa kebutuhan pokok lewat jalur laut, sebagaimana yang dilaporkan oleh Petinggi Hita, mengalami berbagai permasalahan.
"Selain Tuan Rowan yang memiliki asumsi bahwa ada yang ingin menjatuhkan anda, saya memiliki asumsi bahwa Penyihir di luar Kerajaan Kastala adalah pelaku dari bencana ketidakpastian ini."
"Sihir bukanlah asal utama bencana ini, Faraq," kata Rena. "Kami sudah sepakat dengan itu."
"Kau bisa bilang begitu, Rena," Faraq menyeringai. Ia melirik Penyihir itu. "Tidak dapat memungkiri bahwa ada beberapa sihir yang bahkan Penyihir pun tidak bisa terka, bahkan perkumpulan yang kalian adakan hasilnya nihil, kan?"
Rena hanya menatap Faraq kesal. "Iya, tapi—"
“Kau harus mendengar penjelasan Faraq dahulu, Rena,” potong Endan. "Apakah Kamasa mengetahui ini, Faraq?"
"Kamasa memang tidak sejalan dengan saya dalam ini," kata Faraq, "akan tetapi beliau menitipkan solusi untuk memulihkan gempa ini kepada saya."
Endan menatap Faraq dengan tatapan serius dengan rasa ingin tahu. "Baiklah, segera sampaikan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments