bab 4

Hening menyelimuti perjalanan Adinda dan Devin. Saat ini, Devin mengantarkan Adinda pulang karena desakan Intan. Pandangan Devin lurus ke depan di balik stir kemudi. Adinda sendiri lebih memilih melihat pemandangan di samping kirinya.

"Ehem." Devin berdehem untuk mencairkan suasana yang terasa canggung di antara mereka.

Adinda mengalihkan pandangannya ke arah Devin. Lagi-lagi desiran aneh itu menyusup tanpa permisi ketika netra mereka beradu pandang. Adinda memutus pandangan mereka. Ia lebih memilih melihat hilir mudik kendaraan di luar sana dari pada kesehatan jantungnya terancam.

"Kita perlu bicara Din!" Devin berkata dengan netra yang masih fokus pada jalanan di depannya.

"Iya Dev. Banyak hal yang harus kita bahas mengenai perjodohan ini." Adinda sendiri tak yakin apakah pembahasannya dengan Devin nanti akan menemukan solusi terbaik.

"Besok, pulang kerja aku jemput kamu. Sekarang istirahatlah, sudah malam." Devin menghentikan mobilnya di halaman rumah Adinda.

"Aku masuk dulu Dev," pamit Adinda saat dirinya telah turun dari mobil Devin.

"Iya, aku pulang dulu Din, bye!" Devin melambaikan tangannya ke arah Adinda yang masih berdiri di samping mobil Devin.

"Iya, hati-hati di jalan!" Adinda membalas lambaian tangan Devin.

Devin perlahan melajukan mobilnya membelah jalan raya. Pikirannya bercabang antara Adinda dan kekasihnya, Liona. Dia sangat berharap apapun keputusannya besok adalah pilihan yang terbaik untuk semuanya.

 ---

Sudah hampir tengah malam, namun Adinda tak jua tertidur. Mencoba memejamkan mata meski kantuk tak terasa. Namun, berulang kali mencoba memejamkan mata, berulang kali pula bayang-bayang Devin menari-nari di benaknya. Netranya menerawang ke atas menatap langit-langit kamar. Sejujurnya, dia merasa bahagia bisa bersanding dengan seseorang yang dicintainya. Namun, cinta tak dapat di paksakan bukan.

"Bolehkah aku egois mengharapkan dirimu kelak mencintaiku, menjadikan aku satu-satunya ratu di hatimu. Tetap jadi pelindungku sebagaimana waktu yang telah lalu. Kuharap apapun keputusanmu tak akan pernah bisa menciptakan jarak di antara kita," batin Adinda.

 ---

Devin menyandarkan dirinya di kursi kebesarannya. Dia memijat pelipisnya yang terasa pening. Memikirkan langkah apa yang harus diambil membuatnya pusing.

Tok tok tok.

Ketukan di pintu seketika menariknya kembali ke dunia nyata. Devin menarik napas berat dan menghembuskannya kasar.

"Permisi Pak." Aditya sang asisten mengetuk pintu ruang kerja sang bos.

"Masuk!" instruksi Devin

Aditya menekan handle pintu dan melangkah masuk. Tak lupa dia juga menutupnya kembali. Aditya melangkah menuju meja kerja Devin. kemudian mendudukkan dirinya di kursi berhadapan dengan Devin. Aditya menyerahkan beberapa berkas yang harus Devin periksa dan tanda tangani.

"Lemes banget loe. Lagi ada masalah?" Aditya memindai raut wajah Devin yang tak seperti biasanya.

"Gue dijodohin dan asal loe tahu, gue di paksa nikah bulan depan." Devin menegakkan tubuhnya dan meraih satu persatu map yang harus ia periksa.

Devin dan Aditya adalah teman sejak mereka memakai seragam putih abu-abu. Jadi, tak heran jika mereka bisa bersikap santai jika sedang berdua atau pun di luar jam kerja.

"Buahahahaha." Aditya tak bisa berhenti tertawa. Heran, si Devin yang tampang dan hartanya sudah tak diragukan lagi masih harus di jodohkan. Lalu apa kabar dirinya yang sebatas bawahan. Kalau tampang sih bisa di bilang sebelas, dua belaslah ya.

"Kalau boleh tahu, loe dijodohin sama siapa? Cerita saja sama gue. Siapa tahu aja gue bisa sedikit meringankan beban pikiran loe." Aditya selalu berusaha untuk menjadi pendengar yang baik sekaligus membantu mencarikan solusi dari setiap masalah yang dialami Devin, begitupun sebaliknya.

"Nyokap ngejodohin gue sama Adinda." Devin menjelaskan apa yang mengganggu pikirannya.

"Terus masalahnya di mana? Kalau gue nih ya, yang dijodohin sama Adinda, pasti gue gak bakalan nolak. Udah orangnya cantik, manis, baik, dan se*y." Aditya senyum-senyum sendiri membayangkan wajah Adinda yang selalu tampak menggemaskan.

Devin geleng-geleng kepala melihat Aditya yang malah membayangkan Adinda. Jujur, dia merasa tidak nyaman jika ada laki-laki lain yang berusaha mendekati Adinda. Namun, bisakah ini disebut cemburu, sedangkan perasaannya terhadap Adinda hanya sebatas sayang sebagai sahabat.

"Masalahnya itu, gue sekarang udah pacar Dit!" jelas Devin

"What? Siapa? Loe sekarang gak asyik Dev. Udah mulai main rahasia-rahasiaan sama gue." Aditya menyilangkan tangan di dada. tatapannya tajam ke arah Devin.

"Ini juga mau ngasih tahu!" Devin malah terkikik geli melihat sahabatnya yang bertingkah seperti anak kecil.

"Gue pacaran sama Liona. Udah jalan 2 minggu lebih," sambungnya

"Loe kok masih nekat sih Dev? Bukannya si David udah sering kali ngasih tahu kita kalau si Liona itu bukan cewek baik-baik." Aditya mengingatkan Devin tentang perangai Liona yang sering kali dibeberkan oleh David.

David sendiri adalah salah satu teman Devin yang bekerja sebagai Bartender. Dia pernah mengatakan sering melihat Liona di club tempatnya bekerja. Namun, Devin tak pernah mau mendengarkan penjelasan David. Baginya, Liona adalah wanita baik-baik yang bisa menjadi istri serta ibu dari anak-anaknya kelak.

Susah payah dia berjuang untuk menjadikan Liona sebagai kekasihnya. Meskipun Liona menolak ajakannya untuk menikah, tapi dia cukup bahagia bisa mengklaimnya sebagai kekasih.

 ---

Sesuai janji yang telah disepakati, kini Devin menjemput Adinda di butiknya. Mereka akan makan malam di sebuah restoran. Devin memesan ruangan vip agar lebih leluasa membahas hal ini.

Setelah selesai makan malam Devin mulai membuka obrolan.

"Din, apa kamu menerima perjodohan ini?" tanya Devin.

"Apa aku bisa menolak?" Adinda membalas pertanyaan Devin dengan pertanyaan.

"Huft, baiklah kalau begitu. Berhubung kita sama-sama tidak bisa menolak jadi kita jalani saja perjodohan ini dan karena di antara kita tidak ada cinta, jadi kita hanya bisa menikah pura-pura," jelas Devin.

"Maksudnya?" Adinda menatap Devin dengan mengerutkan kening.

"Ya, semacam pernikahan kontrak begitu. Ini aku sudah buat surat kontraknya. Tolong di periksa dulu. Mungkin ada poin-poin yang mau dirubah atau mau kamu tambahi." Devin menyodorkan surat kontrak pernikahan yang dibuatnya sepihak setelah dia memikirkannya matang-matang.

Adinda menerimanya dan mulai membaca satu persatu poin yang tertera disana. Isinya tak ada yang merugikan dirinya. Namun, lama masa kontrak pernikahan mereka yang hanya akan berlangsung selama satu tahun membuat dadanya sesak.

"Apakah kebersamaan kita selama ini tak ada artinya bagimu, sehingga kau merasa enggan tuk menjadi pendamping seutuhnya buatku. Ya Tuhan, mengapa rasanya sesakit ini? Seandainya bunda masih ada disini, apakah bunda akan tetap memaksaku menjalani perjodohan ini? Pernikahan yang direncanakan bahkan belum dimulai, tapi air mata ini telah jatuh berderai." Adinda hanya mampu mengemukakan pendapatnya dalam hati.

Lidahnya mendadak kelu walau hanya sekedar berkata bahwa ia keberatan dengan keputusan ini. Baginya, pernikahan hanya satu kali seumur hidup. Namun, walau demikian ia tetap meraih pulpen yang di berikan Devin. Jemarinya bergerak lincah membubuhkan tanda tangannya.

"Ini kamu yang simpan Din dan yang satunya lagi aku yang simpan." Devin menyerahkan salah satu surat kontrak yang telah di tanda tangani kepada Adinda.

"Semoga keputusanku ini adalah yang terbaik," batin Adinda

Terpopuler

Comments

YS

YS

kirain pacarannya dah lama ini baru dua minggu tp udah mau dilamar aja? lamaan sahabatan sm dinda dari orok.

2022-08-05

1

Nadiya Rahman

Nadiya Rahman

Iya semoga aja ini keputusan yang tepat ya adinda

2022-08-04

1

Afiefah Eka

Afiefah Eka

up lgi dong thor

2022-05-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!