Ijinkan Aku Bahagia

Ijinkan Aku Bahagia

bab 1

Adinda Eka Lestari melangkah memasuki sebuah cafe. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh meja cafe. Seketika netranya menangkap sosok laki-laki yang melambai ke arahnya. Devin Putra Wijaya, sahabatnya sejak mereka masih usia balita.

Devin tersenyum manis melihat Adinda yang berjalan ke arahnya. Senyum yang dapat menggetarkan hati para kaum hawa. Ia lantas berdiri dan menarik sebuah kursi untuk Adinda.

"Silakan duduk tuan putri." Devin mempersilahkan Adinda untuk duduk dengan senyum yang tak pernah pudar menghiasi wajah tampannya.

"Makasih Dev." Adinda mendudukkan dirinya di sebuah kursi yang telah disiapkan oleh sang sahabat.

Mereka memesan menu yang sama dan makan dalam diam. Hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar. Sesekali Adinda mencuri pandang ke arah Devin. Entah apa tujuannya Devin mengajaknya bertemu kali ini. Sebab, selama mereka sama-sama lulus kuliah dan memulai karirnya masing-masing, mereka jarang menghabiskan waktu bersama. Sesekali mereka terlibat dalam urusan kerja sama bisnis. Di mana butik yang saat ini dirintis oleh Adinda bekerja sama dengan perusahaan Wijaya sebagai pemasok kain untuk produksi pakaiannya.

Selesai makan Devin mengeluarkan kotak beludru berbentuk hati dan memberikannya pada Adinda. Adinda mengerutkan kening dan menatapnya bingung.

"Apa ini?" Adinda membolak-balik kotak di tangannya.

"Coba tebak itu apa?" Devin tersenyum penuh arti.

"Padahal hari ini bukan ulang tahunku, ngapain kamu ngasih aku hadiah Dev? Namun, aku penasaran apa isinya." Adinda tampak berpikir sambil mengamati kotak pemberian sang sahabat tersebut.

"Kelamaan, biar aku aja yang bukain." Devin meraih kotak yang sedari tadi digenggam oleh Adinda. Devin bersimpuh di hadapan Adinda sambil membuka kotak tersebut.

"Aku tahu bahwa aku bukanlah laki-laki yang sempurna. Aku pun tahu, aku tak cukup mampu untuk mengatakan sesuatu yang telah lama terpendam. Aku bukanlah sosok lelaki yang pandai merangkai kata untuk membuat wanitanya merona. Maka dari itu, ijinkan aku tuk memintamu menyempurnakan hidupku. Memintamu tuk mengisi kekosongan di sudut hatiku. Memintamu tuk melangkah di sampingku hingga waktu yang tiada berbatas. Will you marry me?" Devin tersenyum memandangi Adinda yang tersipu.

Sebenarnya sudah lama Adinda menyukai Devin. Namun, ia tak ingin hubungan persahabatan yang terjalin sejak kecil menjadi hancur. Tanpa ragu Adinda mengangguk berkali-kali dengan senyum manis yang tersungging sejak untaian kata itu dilafalkan.

"Yes, i will," ucap Adinda tanpa ragu.

Devin berdiri dan menutup kembali kotak tersebut dengan senyum yang tak pernah pudar untuk sang sahabat. Adinda mengerutkan kening dengan tingkah laku Devin.

"Loh, kenapa di tutup lagi sih? Bukannya setelah pernyataan cinta terjawab, cincin itu seharusnya sudah melingkar cantik di jari manisku ini," batin Adinda.

"Din, menurut kamu si Liona bakalan terima pernyataan cintaku gak?" Devin menghela napas dengan pandangan lurus ke depan. Ia tak menyadari raut wajah Adinda yang berubah masam.

"Dev, aku pikir kamu serius dengan ucapanmu, namun nyatanya aku salah. Aku bagimu hanyalah seorang sahabat yang tak pernah bisa menjadi pendamping yang menyempurnakan hidupmu," batin Adinda terisak pilu.

"Jadi, barusan kamu menjadikan aku kelinci percobaan, gitu?" tanya Adinda.

"Peace." Devin mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. Ia tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang berjajar rapi.

Sekuat tenaga Adinda menghalau bulir bening yang siap meluncur tanpa aba-aba. Seandainya saja ungkapan cinta yang mengalun merdu itu nyata untuknya, mungkin saat ini ia tengah berbahagia. Namun, harapannya terhempas begitu saja ketika sang pujaan hati hanya menjadikannya objek percobaan belaka.

Liona Bianca Kusuma, salah satu mahakarya sang pencipta yang begitu sempurna. Paras yang cantik. Berasal dari keluarga yang kaya raya. Seorang wanita karir yang sukses. Serta masih banyak kelebihan gadis itu, sehingga membuat nyali Adinda semakin ciut.

"Aku pamit pulang dulu Dev." Adinda tak kuasa berlama-lama berada di samping Devin. Ia ingin secepatnya pergi sebelum perasaan kecewa itu semakin dalam.

Devin melongo melihat Adinda yang pergi tergesa. Karena biasanya mereka akan betah berlama-lama untuk membahas segala hal. Entah itu tentang keseharian mereka, nostalgia masa kecil, sampai gosip artis pun mereka bahas. Namun, kali ini Adinda terlihat menyembunyikan sesuatu darinya. Devin tidak sadar bahwa perbuatan dirinya lah yang mempengaruhi perubahan mood Adinda.

 ---

Adinda sungguh tak kuasa menahan bulir bening yang merebak begitu saja. Ia merutuki pikiran dan hatinya yang terlalu berharap pada seseorang yang tak pernah bisa menganggapnya lebih.

Adinda mengernyit bingung kala di depan rumahnya kini banyak para tetangga yang sedang berkerumun. Adinda berjalan membelah kerumunan dengan diiringi tatapan iba. Segala praduga yang terlintas di benaknya membuat dadanya sesak.

"Bu Lastri, ada apa ini Bu?" Adinda bertanya pada tetangga sebelah rumahnya yang juga berada disana.

"Tadi, ibu Mila jatuh pingsan di jalan depan Nak. Beliau baru sadar dan kondisinya sangat lemah, yang sabar ya Nak. Semua pasti baik-baik saja." Bu Lastri menjelaskan keadaan ibu Mila dengan tangis tertahan.

Seketika Adinda berlari masuk ke dalam kamar yang ditempati sang bunda. Lututnya terasa lemas hingga tak dapat lagi menopang berat badannya. Adinda merosot terduduk di lantai dengan airmata yang membasahi pipinya. Bagaimana bisa ia akan berpikir semuanya akan baik-baik saja, sementara sang ibunda mempunyai riwayat penyakit jantung. Melihat beliau tergolek lemah tak berdaya di pembaringan seperti ini, membuat dadanya kembali berdenyut nyeri.

"Sa-yang, a-nak Bun-da." Panggil ibu Mila dengan suara terbata-bata sembari merentangkan kedua tangannya. "Si-ni Sa-yang!"

Adinda berhambur ke pelukan sang bunda. Dalam jarak sedekat ini Adinda bisa merasakan kondisi bundanya yang semakin melemah, namun tak lama kemudian Adinda histeris mendapati sang bunda yang hanya diam saja.

"Bundaaaaa!" Adinda menjerit pilu.

"Innalillahi wainna ilaihi rojiun." Semua warga turut berduka cita atas wafatnya ibu Mila. Mereka sama-sama kehilangan. Ibu Mila adalah sosok wanita yang baik, ramah, lemah lembut dan penyayang.

"Bunda bangun Bun. Bunda gak boleh ninggalin Adin Bun. Adin udah gak punya siapa-siapa lagi. Sejak ayah pergi ninggalin kita untuk selama-lamanya, hanya Bunda yang Adin punya. Adin mohon bangun Bun. Adin takut sendirian Bun. Bunda pernah janji sama Adin buat selalu menemani Adin, tapi kenapa Bunda tega ninggalin Adin Bun. Bundaaaaa!" jerit tangis kehilangan Adinda membuat mereka tak kuasa menyusut air mata.

Selama ini Adinda hidup berdua dengan sang bunda sejak ayahnya Fathan Angkasa meninggal karena kecelakaan waktu ia masih di dalam kandungan. Bundanya di usir karena di anggap benalu dan pembawa sial. Sejak awal keluarga sang ayah tak merestui hubungan kedua orangtuanya sebab sang bunda yang hanya seorang anak panti asuhan.

Kini, akankah ia sanggup menjalani kerasnya hidup tanpa seorang pun di sisinya? Tanpa sosok ayah yang tak pernah ia tahu dimana pusaranya. Tanpa seseorang yang tak sengaja membuatnya kecewa. Bahkan kini, sosok bunda yang selama ini setia menemani turut pergi dan tak mungkin kembali.

Terpopuler

Comments

Bintang Laut

Bintang Laut

Baru baca bab satu dan tambah ke favorit,
salam dari Crazy Rich Daddy kk
Mari saling dukung🍑

2022-08-02

1

Jasreena

Jasreena

akh... banci Lo dev 👊🏿👊🏿

2022-07-30

1

Jasreena

Jasreena

eh kupret cuman latihan doang maksudnya... 😠👊🏻👊🏻👊🏻

2022-07-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!