...The worst day...
Sreett... plakkkk
Laporan milik Eliana dilemparkan begitu saja ke atas lantai setelah isinya dicoret coret oleh kepala Tim yang tidak puas dengan hasil kerja Eli. Semua karyawan dalam ruangan itu terdiam kala melihat wajah Pak Herman yang masam karena menurutnya Eliana bermain main dengan pekerjaannya padahal sudah jelas Eliana menyiapkan laporan itu dengan baik tapi masih saja tidak di terima oleh Pak Herman.
“ Sial, kau merusak pemandanganku, kau ini seorang tim pemasaran atau tidak hah? Kau jurusan design grafis tapi nilai estetikamu nol besar!" Pak Herman berdiri sambil berkancah pinggang, hampir saja kacamatanya melorot .
" Sudah kubilang pertebal fontnya, gunakan warna latar belakang yang lebih lembut dan perbesar tulisannya, buat konsep iklan yang hebat tapi apa yang kau berikan padaku hanya secerik kertas sampah tak berguna, dasar sampah!" lagi lagi Eliana dihina oleh atasannya.
“ Pak jangan berbicara kasar seperti itu,” potong Rena yang tak suka cara bicara pak Herman.
“ heh kau juga sama, jangan pikir kalian yang rancangannya ku tolak hari bisa lolos dari penilaian karyawan, kalian akan kuberi nilai minus, dimana jiwa artistik kalian, dasar bodoh, kalian membuat pekerjaanku semakin sulit saja, dan terutama kau Eliana, kau diam diam tapi merusak seluruh tim ini dengan design menyedihkan milikmu itu,” Pak Herman membentak Eliana.
Tak ada yang bisa mereka lakukan, hanya menerima dan mengikuti arus kerja di perusahaan itu. Pak Herman benar benar marah, dia pergi keluar dari ruangan itu,” besok, kuberi satu kesempatan lagi pada kalian semua, kerjakan dengan benar,” ucap pria itu dengan tegas.
“ Baik pak,” jawab mereka.
Pak Herman keluar dari ruangan itu sambil terus menggerutu. Para karyawan bernafas lega. Mereka menghela nafas berat. Beberapa diantara mereka melemparkan tatapan sinis ke arah Eliana.
“ Ckkk sialan, berkat seseorang semua pekerjaanku hancur, kalau memang tidak kompeten kenapa memilih bergabung dengan tim ini sialan!” umpat rekan kerja laki laki gadis itu.
“ Benar benar menjengkelkan, kau pendiam tapi diam diam juga kau menghancurkan pekerjaan kami, sialan,” umpat yang lain.
Eliana malah disalahkan atas kejadian kali ini padahal jelas Eliana yang paling banyak di tekan oleh Pak Herman dan semua kesalahan dilimpahkan pada dirinya.
“ hei kenapa kalian begini, apa kalian pikir pekerjaan kalian sebaik itu sampai kalian melimpahkan semuanya pada Eli hah!?” Rena benar benar kesal dengan sifat anggota timnya.
“ Memang itu salahnya, ternyata rumor tentang si introvert ini benar, hari ini aku sadar kalau kau memang benar benar pembawa sial,” ucap yang lain.
Karena hal ini mereka harus mengulang sekali lagi pekerjaan mereka dan memberikan laporan yang baru hanya karena Eliana membuat kesal kepala Tim mereka.
“ Makan hasil kerjamu itu dasar menyebalkan, aku harus mengulang lagi sialan,”
Berbagai umpatan jelas mereka lontarkan pada gadis itu. Dan bodohnya Eliana tetap diam dan tak melawan. Entah apa yang ada di kepalanya saat ini. Justru Rena yang panas karena tingkah menyebalkan dari rekan rekan mereka yang berlagak seolah pekerjaan mereka paling sempurna padahal rata rata dari mereka mencuri konsep dari internet.
“ Eliana kenapa kau diam saja, kau harus melawan, setidaknya melawanlah sekali saja, kalau diam terus kau akan ditindas,” ucap Rena kesal.
Eliana menatap Rena sebentar lalu kembali menatap komputernya.
“Pulanglah tak perlu hiraukan aku,” ucap gadis itu dengan tatapan datar.
“ kau ini punya masalah apa sih Eli? Kau bodoh atau memang benar benar goblok sampai tidak tau kalu kau sedang dimanfaatkan oleh mereka hah,” Rena kesal dia mengambil tasnya dan meninggalkan Eliana sendirian di ruangan itu.
Ini sudah jam pulang kantor, semua orang telah keluar. Kini tinggal gadis itu diam sendirian di ruangan kantor sambil menatap kosong ke arah komputer. Terus diam, mengetik dan mengetik, mendesign ulang, menggambar ulang , memperbaiki semuanya sesuai keinginan Pak Herman.
Tanpa sadar air matanya tumpah. Dia menangis dalam diam sambil mengerjakan ulang semuanya. Bayang-bayang wajah rekan kerja dan wajah Pak Herman seolah bergantian mengejek dan menghina Eliana.
Pikiran gadis itu melayang kemana mana. Setelah mereka semua pergi, dia membahas satu persatu ekpresi mereka.
“ Semuanya marah, mereka marah, aku tidak berguna, lagi lagi aku membuat kekacauan, aku tidak berguna, aku memang tidak berguna...” batin gadis itu bergelut dengan dirinya sendiri.
.
.
.
Huffftthhhh....
“ Pak apa sekamnya di tarus disini saja?” tanya Loren yang sedang mengangkat gulungan sekam padi yang telah dipisah dari bijinya.
“Tumpuk saja disana, besok kita olah jadi makanan sapi, ini sudah menjelang malam, besok saja kita lanjut,” ucap Pak Yanto sambil memberi makan anjing anjing peliharaannya.
Loren mengangguk paham dia menumpuk semua sekam itu di depan lumbung padi. Sekam sekam itu akan diolah menjadi makanan untuk hewan ternak mereka dengan resep yang sudah diajarkan oleh Pak Yanto pada Loren.
Membuat tumpukan sampai tinggi dan banyak.
Setelah selesai, Loren beranjak menuju kandang dan memasukkan bebek, ayam dan ternak lainnya ke dalam kandang masing masing.
“ Pak Loren pesanan Pak Jefri dari restoran di Tigaraksa harus diantarkan besok sore, tadi beliau sudah menghubungi, besok kita harus siapkan,” ucap rekan kerja Loren di peternakan itu.
Loren hanya mengangguk paham dia melanjutkan pekerjaannya dengan cepat.
“ Pak apa dia bisu? Kenapa jarang bicara? “ bisik pria bernama Budi itu.
“ Urus saja urusanmu Budi, kau seperti baru pertama kali melihat dia begini , cepat catat semua pengeluaran hari ini dan letakkan laporannya di rumah, juga pesanan pesanan untuk besok, awas kalau salah, ku getok pakai tempurung kelapa kepalamu itu,” celetuk Pak yanto.
“ ya elah si bapak, kayak saya pernah salah aja,” balas Budi.
“hmmm... terserah, pokoknya cepatlahm setelah itu bantu akau memasak di dapur, purtiku akan segera pulang, “ ucap Pak Yanto.
“ Ashiaaappp bos,” seru Budi, pemuda yang sudah bekerja bertahun tahun bersama pak Yanto.
Loren sendiri telah menyelesaikan pekerjaannya, dia menghela nafas. Keringat membasahi tubuhnya, dia berjalan menuju rumah di dekat peternakan. Berjalan sambil mengipasi tubuhnya sendiri karena rasanya gerah.
Dia melewati kolam ikan, mata pria itu tertuju ke arah matahari yang mulai terbenam. Hal itu sukses mencuri perhatian pria penuh misteri ini.
Dia lagi dan lagi berdiri sambil melamun disana menatap matahari yang semakin lama semakin redup dan bulan mulai bertahta di langit.
Mata pria itu terus menatap ke langit tanpa ekpresi apa pun. Dingin dan datar, pria ini justru semakin misterius.
Disaat yang bersamaan, Eliana tiba dengan berjalan kaki sampai kakinya sedikit pincang karena dia berjalan dari simpang masuk rumahnya dengan sepatu bertumit. Berjalan dengan kaki pincang dan wajah murung. Tak ada senyum di wajah itu.
“ Aku pulang,” suara Eliana terdengar sangat pelan.
Tampaknya gadis itu ketinggalan bus dan harus naik taksi yang tidak bisa sampai ke lingkungan mereka sehingga dia harus berjalan kaki untuk samai ke rumah.
Loren cuek saja, dia terus menatap langit sambil bergulat denagn pikirannya sendiri.
“ Bulan yang jelek, sangat jelek,” gumam Loren.
.
.
.
Like, vite dan komen
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Ning Ning anak Bapak
lanjut
2022-05-24
1
Ning Ning anak Bapak
mampirrrr
2022-05-24
0