ORANG TUA

Sebagai orang tua, Pak Muhtar tentu tak tenang melihat kondisi putrinya belum menunjukkan perkembangan psikis yang signifikan. Niat hati ingin menyerahkan semua permasalahan Almira pada sang istri, tapi ia sekarang tak percaya pada pola pengasuhan sang istri. Selama ini beliau seakan lepas tangan dan hanya urusan mencari uang tanpa memberikan perhatian lebih kepada ketiga anaknya. Pak Muhtar juga tidak menyadari sesuatu yang berbeda pada Almira, bahkan menurut pak Muhtar, Almira anak yang paling gampang pola pengasuhannya, menurut tanpa ada drama mewek khas anak kecil. Tapi ternyata manutnya Almira memmberikan akibat luar biasa pada psikisnya. Sudah terlanjur kini Pak Muhtar tak percaya pada sang istri, apalagi melihat analisis dan laporan dokter Ibram sekaligus rekaman Almira selama terapi, semakin membuat Pak Muhtar geram. Berkali-kali menyangkut pautkan mama dalam setiap ucapannya.

Tentu beban berat tentang mama menjadi dasar gangguan mental Almira terjadi. "Sekarang coba jelaskan apa maksud kamu mendidik Al seperti itu," pinta Pak Muhtar tegas, menatap tajam sang istri.

"Aku mendidik ketiganya dengan perlakuan yang sama."

"Yakin?"

"Iyalah, Mas. Mereka terpaut dua tahunan, wajarlah pola pengasuhanku sama. Mental Almira aja yang lemah."

"Bicara apa kamu! masih bisa menyalahkan Al dalam kondisi seperti ini. Sadar gak kalau kamu penyebab utama Al sakit sampai seperti itu."

"Penyebab apa sih!" geram Nyonya Anggraini, "Aku tuh hanya mendidik dia menjadi perempuan hebat seperti aku, mandiri secara financial dengan status sosial yang tak perlu diragukan lagi. Aku juga memikirkan masa depan Al agar tidak dipandang sebelah mata oleh keluarga suaminya kelak," cecar nyonya Anggraini menggebu.

Pak Muhtar terdiam, mengingat moment di mana sang istri selalu dipojokkan bahkan disindir dengan pedas oleh kakak dan keluarga besarnya dulu. Maklum, Nyonya Anggraini berasal dari keluarga biasa. Bisa kuliah di kedokteran pun dengan beasiswa dan kerja sebagai penulis lepas. Mati-matian menamatkan gelar dokter untuk memperbaiki kehidupan keluarganya. Beruntung Nyonya Anggraini cerdas dan cekatan, ia langsung mendapat beasiswa untuk mengambil spesialis, dari sinilah kehidupannya berubah sampai bertemu dengan Pak Muhtar.

"Tetap saja kamu tidak bisa menyamakan kondisi mental kamu dengan Almira." Suara Pak Muhtar semakin menggelegar, sorot matanya tajam pada sang istri, amarahnya sungguh memuncak sekarang. Tak tahu lagi bagaimana caranya mengubah watak sang istri, sakit hati pada keluarganya begitu mendarah daging tapi tak sepatutnya melampiaskan pada Almira.

"Mama tahu laporan kesehatan Almira?" tantang Pak Muhtar masih bernada ketus.

"Tahu."

"Mama sudah dengar rekaman terapi Almira?"

"Sudah."

"Lalu pelajaran apa yang dapat mama ambil setelah mendengarnya?" Pak Muhtar mencoba sabar, menurunkan suaranya lebih lembut lagi. Ia tahu sang istri sangat keras kepala, kalau mau dapat solusi dirinya harus mengalah, toh untuk kesembuhan anak.

"Dia hanya butuh istirahat, Al bilang capek kan. Harusnya kalau dia capek bilang aja, Ma ..Al capek aku mau tidur, oke mama gak akan paksa untuk les dan belajar."

Pak Muhtar menggelengkan kepala, istrinya benar-benar tak mau disalahkan. "Benar kata ibu kayaknya, kalau mama tuh ambisius dan egois tinggi."

"Kenapa jadi bawa-bawa ibu sih, kenapa juga papa terus menyalahkan mama? apa pernah papa mau introspeksi diri? Apa selama ini papa ikut mendidik anak kita? Pikiran papa hanya kerja dan kerja, bolak balik ke Kalimantan tanpa pernah tanya anak kamu bisa apa. Lupa? Sebenarnya siapa di sini yang egois?" Nyonya Anggraini tak kalah nyolot, bahkan suaranya sudah meninggi.

Radit yang mendengar kedua orang tuanya bertengkar hanya menghela nafas berat, niat hati ingin keluar cari angin malam ia urungkan seketika, lebih baik tidur. Namun moodnya sudah berantakan, yang bisa ia lakukan hanya menendang ujung kasur. Sakit? pasti, terlanjur jengkel, jelas. Bukan ini yang Radit mau, sang kakak berjuang untuk sembuh menghilangkan depresinya ayolah sebagai keluarga dekat saling support, bukan malah menyalahkan satu sama lain. Tak perlu mengungkit masa lalu, tak ada gunanya.

Harusnya kalian tidak memilih menjadi orang tua, kalau masih mementingkan ego dan punya dendam masa lalu, terus saja tengkar kalau bisa tunjukkan mana yang lebih baik, papa atau mama. Jangan berisik, anak kalian yang lain juga butuh ketenangan jiwa.

Seketika Radit melempar ponselnya begitu saja, pesan menohok yang dikirim pada mama dan papanya agar bisa menyadarkan mereka. Almira tak butuh sosok siapa yang benar, siapa yang salah dalam pengasuhan tapi ia butuh dukungan moril keluarganya. Itu saja.

Terpopuler

Comments

Iif Rubae'ah Teh Iif

Iif Rubae'ah Teh Iif

iya terkadang ambisi orang tua menghancurkan segalanya

2024-05-21

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!