"Sandro, kembalikan hapenya, Kak Andra!" Gadis memicing pada adiknya itu, suka sekali memegang ponsel bak rempeyek, dia kan juga mau. "Sandro!"
Sandro memberengut, ini bisa jadi hiburannya selama di rawat dan menunggu bapak, terlebih lagi ponselnya sudah sering mati tanpa sebab, memakai ponsel Andra, dia bisa mendapatkan informasi banyak dan men-download apa saja mudah, mana paketannya banyak.
"San-"
"Biarkan saja, Helen!" Andra tersenyum pada Sandro yang sontak senang. "Bisa memindahkan data tidak?" dia berikan ponsel lainnya.
Sandro terima ponsel satu lagi, kali ini lebih lebar saja, di sana dia pindahkan semua yang Andra rasa penting, lalu secara resmi dia bisa memakai ponsel tipis Andra.
"Kamu ini!" Gadis sudah mau marah.
Sialnya, wajah hangat Andra begitu menusuk relung hati, jantungnya bahkan berdebar kencang hanya karena pandangan duda muda satu ini.
"Jadi, boleh aku bawa ya, Kak Andra?" Sandro hampir berteriak girang, bapak dan ibu juga senyum-senyum. "Lihat, Kak Andra setuju, itu artinya Kakak tidak boleh melarangnya!"
Gadis tahan omelan yang mau meluncur lepas dari mulutnya itu, duda ini memang pantas dia jitak, adiknya bisa bahaya kalau terbiasa memakai barang mahal sejak sekolah, takutnya nanti kalau dia dijadikan janda oleh Andra, bisa apa dia membelikan barang mahal itu.
Untuk sementara Gadis pulang ke rumah, tentunya bersama Andra, nanti malam dia akan membantu ibu merawat dua pasien itu bersama Andra juga, entah Andra mau menginap di rumah sakit atau tidak.
"Helen," panggilnya.
"Gadis, namaku Gadis, panggil saja Gadis, nama itu cuman buat pacar!" menoleh utuh pada Andra.
"Pacar? Ada yang mau pacaran sama kamu?"
"Heh!" iya juga.
Andra tergelak kencang, sampai di rumah Gadis pun dia belum berhenti meledek calon istrinya itu, katakan dia dan Gadis harus saling mengenal selama satu bulan, nyatanya dia saja yang sedari tadi berusaha mengenal Gadis, sosok yang mandiri dan menarik menurutnya.
Prak!
Gadis segera berlari, mana tahu kalau ada plafon yang lapuk, jatuh mengenai kepala Andra.
"Duhh, kan sudah aku bilang kalau kamu tidak perlu ke sini, kan jadinya kena ini!" dia usak kening Andra dengan rambutnya. "Masih sakit?"
Andra gelagapan dengan rambut itu, baru kali ini wajah mempesonanya digosok rambut yang wanginya saja tidak bisa dia cium.
"Shampomu merk apa, kasar sekali?" celetuk Andra.
Gadis sontak menjauhkan rambutnya, menepuk kedua pipinya sendiri, tidak sadar akan apa yang dia lakukan.
Ini salah satu sikap Gadis yang sebenarnya dikatakan baik, hanya saja tak semua orang bisa menerimanya, kebanyakan mereka akan geli dengan sikap perhatian Gadis.
"Kenapa berhenti?"
"Rambutku kasar ya, atau bau?" Gadis cium rambutnya.
Andra lipat bibirnya menahan tawa, dia ambil rambut itu lagi, lalu dia gosokkan ke bagian yang sakit tadi.
"Kalau kasa-"
"Kenapa harus diberi gosokan rambut?" potong Andra, sibuk menggosok keningnya.
"Orang dulu bilang, biar tidak benjol atau luka yang bagaimana dalamnya, aku percaya saja. Kamu tadi tanya merk shampoku?"
"Masa? Kamu salah dengar kali, terus itu bagaimana kalau lubang, hujan apa tidak bocor semua?" Andra alihkan ke hal lain.
Gadis terangkan singkat, dia begitu ikut akan suasana yang ada seolah sudah kenal lama dengan Andra, bahkan dia bisa tertawa dan memasang wajah sedih di depan Andra.
Apa yang kakek Nuh katakan tidak salah, sosok Gadis memang bisa masuk dalam karakternya yang misterius.
"Pak-"
"Panggil namaku saja!"
"Mana mungkin begitu, kan tidak sopan."
"Terus, mau dipanggil kakak juga, hah? Kan, aku lebih muda darimu, kamu lebih tua, wek!"
Hih, Gadis hentakkan kedua kakinya, seharusnya dia tak menilai Andra baik tadi, dia tarik dan coret-coret penilaian itu, dia ralat, Andra tetap menjadi sosok yang menyebalkan di matanya.
***
Pak Nuh serahkan beberapa pilihan rumah mahal ke depan Andra, dia meminta dua rumah yang ada dalam satu halaman, tak lain agar Gadis tetap bisa bersama kedua orang tua dan adik lelakinya itu, lagipula rumah lama yang Gadis tempati selama juga akan diminta keluarga orang tuanya, Andra tak mau ambil pusing di sini.
"Kakek kira bakal kamu ajak tinggal di rumah utama, kenapa tidak bersama mama dan papamu saja, hah? Di sana juga ada Hikam dan Gana, seru kalau ramai, kenapa?" pancing pak Nuh.
"Ck, aku mau Gadis fokus padaku!"
Pak Nuh tergelak, dia tepuk bahu Andra, belum satu bulan kenal dengan Gadis, di luar dugaannya di mana Andra bahkan sudah berpikir membelikan Gadis rumah untuk mereka tempati setelah menikah.
Andra tak telalu dekat dengan kedua orang tuanya karena mereka sibuk dengan pertumbuhan bisnis, dia lebih sering di rumah pak Nuh atau kalau dulu dia akan merengek agar cepat menikah dengan Lisa agar ada yang menemani hari-harinya.
Cih,
Andra geser dan tunjuk satu jenis rumah yang tadi pak Nuh tawarkan kepadanya.
"Kakek akan memberiku ganti rumah yang dijual itu, kan?" maksudnya rumah dia dan Lisa waktu itu, pak Nuh mengangguk. "Berikan aku yang ini, ini cocok dengan Helen!"
Pletak!
Jangan salahkan Gadis kalau mau mengomel satu buku tebal pada calon suaminya itu, meminta dan membeli rumah seperti permen seribuan saja, tanpa berpikir lama dan asal tunjuk.
Tidak, dia bergeleng menolak apa yang Andra sampaikan, masa bodoh di depan pak Nuh, katakan dia butuh jaminan dari perjanjian awal itu, tapi dia bukan yang gila harta.
"Kalau dia mau menjadikan aku janda, tidak perlu memberiku gemerlap di depan seperti ini!" batin Gadis protes.
Pak Nuh dan Andra masih menunggu apa yang endak Gadis katakan, tangannya hanya terkepal dan bibirnya berdenyut, tapi belum menyampaikan apapun.
"Rumah Helen akan diminta keluarganya dua bulan lagi, aku sudah bicara dengan mereka dan sialnya mereka bukan orang yang peduli, jadi rumah baru itu tepat untuk ibu dan bapak, mereka tidak akan kebocoran atau apa di sana, bang-"
"Stop!" Gadis potong ucapan Andra. Dia mau marah, tapi takut, sedang ini harus dia katakan, Gadis duduk di depan Andra. "Jangan terlalu ikut campur, mereka-"
"Aku tidak ikut campur, aku hanya membela hak calon istri dan mertuaku, Helen," ujar Andra sambil memainkan mimik wajahnya.
Apa!
Pak Nuh nikmati permainan dua manusia di depannya ini.
"Kalian itu tanggung jawabku, jadi patuhlah!" Andra selipkan anak rambut Gadis dan tak lupa mengedipkan matanya.
Gadis kembali ke ruang kerjanya dengan langkah gontai, dalam waktu singkat dia akan pindah rumah, bukan kontrak atau kos, tapi rumah utuh yang mungkin Gadis bisa ternak apa saja di sana karena begitu luas.
"Sudah bertemu pak Nuh dan pak Andra, mereka jadi menikahkanmu, kan?" Rena berlari ke meja Gadis.
Brak!
"Kenapa di bumi ini ada manusia menyebalkan dan seenaknya seperti dia hah?" Gadis angkat kedua tangannya tinggi. "Itu, itu rumah harga ratusan ember, tapi dia bilang mau beli hari ini juga, dia bayar lunas, aku mau mati saja!" sudah mencekik lehernya sendiri.
Rena merosot, heelsnya hampir patah.
"Pak Andra kasih mahar rumah, Dis?" pengap, ingat suaminya hanya uang lembaran. "Aku mau pingsan, Dis, sumpah!"
Huahhh,
Gadis cakar-cakar meja kerjanya, dia harus apa menebus itu semua selama menikah dengan Andra nantinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Adfazha
Gadis blm nkh udah tkt jadi janda 🤭tng Dis, udah gejala bucin tuh Andra
2022-05-23
0