CHAPTER 4

...***...

Patih Praba Rahardyan bersama prajurit Istana menggerebek sebuah tempat hiburan malam. Tempat itu sangat meresahkan rakyat sekitar, karena tempat itu telah menjadi ladang dosa yang tidak bisa diampuni. Selain itu, rakyat sekitar tidak tahan lagi dengan apa yang telah mereka perbuat.

"Apa gerangan, yang membuat gusti patih datang ke sini dengan membawa prajurit?. Jika gusti patih ingin bertamu, apakah tidak bisa datang sendiri?."

"Astaghfirullah hal'azim. Aku sudah memberikan surat peringatan padamu kakang jenar rupa. Tapi sepertinya kakang tidak mengindahkan peringatan dariku."

"Kau tidak usah banyak menuntut praba rahardyan!. Jangan mentang-mentang kau dekat dengan gusti prabu. Kau seenaknya saja mencari-cari kesalahanku!."

"Jika kakang tidak ingin disalahkan, kakang bisa datang ke balai persidangan, dan katakan dihadapan gusti prabu. Jika kakang sama sekali tidak bersalah." Patih Praba Rahardyan mencoba untuk bersabar.

"Aku pasti akan ke balai sidang, jadi kau tidak usah mengaturku!.

"Baiklah kakang jenar rupa. Tapi untuk sementara waktu, tempat ini tidak bisa dibuka lagi. Karena ini perintah langsung dari gusti prabu. Jika kakang melawan, maka kakang akan kami tangkap."

"Terserah kau mau berbuat apa praba rahardyan!. Aku sudah muak denganmu!. Bahkan dengan mendiang ayahandamu!. Kalian sama-sama orang-orang yang menjilat kaki gusti prabu!."

"Sebaiknya jaga ucapan kakang. Urat kesabaranku masih belum putus, jadi kakang jangan buat aku marah."

"Heh!. Aku tidak takut sama sekali padamu!."

"Terserah kakang saja. Setelah sholat ashar nanti. Kakang datang ke istana, dan sidang akan dimulai. Jika kakang tidak datang, jangan salahkan aku. Kakang akan mendapatkan hukuman yang berat dariku."

"Kau tidak usah mengancam aku prabu rahardyan. Aku tidak takut dengan ancamanmu itu!."

"Prajurit!. Urus mereka semua. Usir para tamu, dan segera kosongkan tempat hina ini."

"Sandika gusti patih."

Prajurit melakukan apa yang diperintahkan oleh Patih Praba Rahardyan. Mereka semua tidak tahan lagi dengan laporan yang masuk. Jadi mereka akan membinasakan tempat ini, dari pada dosanya menyebar kemana-mana.

...***...

Seperti janjinya, ia akan menemui dua orang yang ia tolong tadi. Antara takut dan tidak percaya, itulah yang mereka rasakan.

"Anak muda. Kau datang juga akhirnya."

"Seorang pendekar harus menepati janjinya bukan?."

"Ah, iya. Benar juga. Apalagi kau adalah seorang laki-laki. Lalu bagaimana dengan nyai tenun biduri?. Apakah dia tidak akan marah, jika anak muda datang ke sini?."

"Bapak tidak usah khawatir, karena dia telah mati. Aku yang membunuhnya."

Laki-laki tua dan anak gadisnya sangat terkejut mendengarnya. "Kau membunuhnya anak muda?."

"Benarkah tuan Pendekar membunuhnya?. Tapi mengapa tuan melakukan itu?."

"Aku melakukan ini karena dibayar oleh seseorang yang sangat membencinya."

"Memangnya siapa yang membayar anak muda untuk membunuhnya?.

"Bapak tidak perlu mengetahui siapa yang membayar aku. Tapi dengan begini, bapak tidak perlu membayar hutang lagi padanya."

Laki-laki tua itu tidak tahu harus berkata apa. Karena Saka Satria mengakui, bahwa dirinya telah membunuh Nyai Tenun Biduri?. Atau ia harus senang karena terbebas dari wanita kejam itu?. Entahlah, ia tidak mengerti sama sekali.

"Tapi aku harap, bapak jangan meminjam uang pada orang seperti itu. Hidup bapak akan menderita."

"Terima kasih anak muda. Karena kau telah mengembalikan uang kami. Jika kau boleh mengetahui tentangmu, siapakah nama anak muda?."

Saka Satria melompat meninggalkan laki-laki tua dan anak gadis itu. "Aku datang dari Kegelapan. Diselimuti kabut dendam, sakit hati, dan ingin berontak. Aku adalah pendekar pembawa dendam. Jadi jaga jarak, jaga sikap, jaga perangai. Jika kau tidak ingin berurusan dengan Pendekar pembawa dendam."

"Pendekar pembawa dendam?." Mereka bertanya-tanya, apakah itu namanya?. Rasanya tidak mungkin. Tapi ya sudahlah. Setidaknya hidup mereka saat ini merasa aman.

...***...

Di Istana Kerajaan Telapak Tiga. Patih Praba Rahardyan telah melaporkan masalah yang terjadi di tempat hiburan itu pada Prabu Laksamana Pandan. Apalagi mereka akan menyidang Jenar Rupa hari ini, setelah sholat ashar.

"Jadi memang benar adanya?. Jika tempat hiburan itu telah digunakan sebagai tempat yang tidak baik?."

"Mohon ampun rayi prabu. Memang seperti itulah yang terjadi. Sangat meresahkan sekali rayi prabu."

"Apakah raka patih tidak memberikan surat imbawan pada mereka?. Aku takut menjadi fitnah, atau bahkan menyalahkan raka patih dalam pengerebekan itu."

"Memang sempat terjadi perdebatan, karena kakang jenar rupa tidak terima atas kedatangan kami. Tapi aku telah memberikan surat imbawan beberapa kali. Namun sama sekali tidak ada tanggapan sama sekali rayi prabu."

"Astaghfirullah hal'azim ya Allah. Aku tidak menyangka, jika paman jenar rupa akan berbuat seperti itu."

"Karena itulah, setelah selesai sholat ashar nanti, kita harus segera menyidangkannya rayi prabu."

"Baiklah raka patih, masalah ini harus segera ditangani. Aku takut, akan ada masalah baru, jika kita tidak segera menanganinya."

"Sandika rayi prabu."

Ya, negeri ini tidak boleh hancur, hanya karena masalah yang terjadi berasal dari rakyatnya. Apalagi masalah yang bertentangan dengan hukum agama Islam. Apakah mereka mampu mengatasi masalah ini dengan baik?. Simak terus kisahnya.

...***...

Saka Satria saat ini sedang berjalan melintasi sebuah desa. Entah mengapa, kakinya terus berjalan tanpa hentinya. "Aku kadang bertanya, mengapa aku berjalan sampai ke arah ini. Apa gerangan yang ada di sana?. Mengapa aku merasa tertarik dengan apa yang akan terjadi di sana?."

Dalam kata yang ia senandung kan, ia bertanya-tanya. Saat itu ia melihat kerumunan orang banyak, ia merasa penasaran. Apa yang membuat mereka berkumpul di sana?. Sayangnya karena terlalu banyak orang, ia tidak dapat menuju ke depan.

"Maaf kisanak, apa yang terjadi di depan sana?. Apakah ada pertunjukan?. Sehingga kalian berkumpul di sini?."

"Hei anak muda. Apakah kau baru saja datang ke desa ini?."

"Ya, seperti itulah. Aku baru saja datang. Memangnya ada apa?."

"Di depan sana, ada seorang wanita dukun yang sedang diadili oleh warga desa."

"Wanita dukun?. Memangnya dia suka menyantet orang desa ini?."

"Ya tidak seperti itu. Hanya saja, apa yang ia ucapkan menjadi kenyataan. Misalnya dia mengatakan bahwa musim kemarau tahun ini sangat panjang. Jika kalian menjual hasil panen kalian pada juragan mugeni dalam jumlah yang banyak, kalian akan kelaparan. Jadi juragan mugeni sangat marah, hingga ia mengadili wanita dukun itu."

"Hah?. Benar-benar pikiran yang dangkal. Baru saja dibilang seperti itu malah marah. Itu sih bukan dukun, aku juga bisa berkata seperti itu."

"Bukan hanya itu saja. Bahkan desa ini pernah dilanda kebakaran yang hebat, karena ucapan wanita itu. Dulu juga pernah terjadi banjir, juga karena ucapan wanita dukun itu. Ada sekeluarga mati karena berguru pada dukun juga tewas setelah ucapan wanita itu. Hiiii mengerikan pokoknya."

"Aku jadi penasaran dengan apa yang kisanak katakan."

"Kalau kau bisa menerobos ke sana. Ya maju saja. Aku tidak mau jadi teri ulek karena kerumunan ini."

"Baiklah, aku akan ke depan."

Saka Satria mencoba untuk maju ke depan. Dengan menggunakan jurus meringankan tubuh, ia mencoba maju ke depan. Usahanya berhasil, dan ia berhasil menerobos ke depan.

Matanya menangkap seorang wanita muda, berambut panjang. Namun keadaannya sangat kacau sekali. Kondisinya yang sangat jauh dari kata baik. Apalagi kedua tangannya yang terentang karena diikat di sebuah tiang.

"Kita semua sudah muak dengan wanita dukun ini. Dia telah berkata yang tidak-tidak. Seakan dia ini adalah seorang dewa. Apa yang ia ucapkan menjadi kenyataan. Tapi apa yang ia katakan sama sekali tidak enak untuk kita semua rasakan."

"Setuju!."

"Kita semua akan menghabisi wanita dukun ini. Kita akan membunuhnya saat ini juga. Agar desa ini menjadi lebih aman dari bencana yang diakibatkan oleh wanita dukun pembawa sial ini."

"Bunuh saja. Bunuh saja dia!. Jangan beri ampun padanya!."

Saka Satria dapat merasakan betapa sedihnya wanita muda itu. Sorot matanya yang menggambarkan minta tolong. Namun rasanya percuma saja, ia hanya menggumam dengan kecil dengan bibirnya gemetaran menahan sakit.

"Putraku. Kamu tidak boleh membiarkan seseorang menderita dihadapanmu. Kamu harus menolongnya."

Ucapan ibundanya terngiang-ngiang di pikirannya. Amarahnya membuncah, karena apa yang telah mereka lakukan sangat keterlaluan. Tanpa sadar ia maju ke depan, mendekati wanita itu. Tentu saja mereka semua terkejut melihat itu.

"Hei!. Siapa kau!. Menjauh dari wanita dukun itu!."

Namun Saka Satria sama sekali tidak menggubriskan suara itu. Ia justru menangkup wajah wanita itu yang sedang meringis kesakitan.

"Tolong aku. Tolong aku. Rasanya sakit sekali."

Itulah kalimat yang ditangkap matanya saat menatap dengan jelas, apa yang digumamkan oleh wanita itu.

"Hei!. Kau!. Apakah kau tidak mendengarkan apa yang aku katakan hah?."

Mereka semua marah pada Saka Satria, karena ia telah lancang mendekati dukun wanita yang membawa bencana bagi mereka semua.

"Luka ku, luka yang tidak bisa dirasakan siapa saja."

Mereka semua terdiam, saat mendengarkan apa yang dilantunkan oleh Saka Satria. Apakah ia adalah pendekar syair?.

"Kau yang tidak mengerti penderitaan. Kau yang merasa berkuasa, dan kau yang ingin melenyapkan siapa saja yang menjadi penghalang kuasamu."

"Bedebah busuk!. Tidak usah kau membuat syair yang menyindir aku!."

"Kejam!. Dengan kuasa, kau pikir bisa mengendalikan kami yang kecil?. Hei, kau yang merasa berkuasa. Akan aku patahkan engkau, dengan tangan kecil milikku ini."

"Serang dia!. Terlalu banyak bicara!."

Pengawal yang tadinya telah bersiap, kini menghadang Saka Satria. Tentunya Saka Satria tidak mudah dikeroyok begitu saja oleh mereka.

"Tunggulah sebentar nimas. Aku akan membebaskanmu, setelah aku berhasil mengusir mereka semua."

Saka Satria bertarung dengan mereka semua. Tentunya mereka yang tadinya berkumpul di sana ada yang berlari ketakutan, karena tidak ingin menjadi korban dari pertarungan itu. Mereka semua memilih pergi meninggalkan tempat, dari pada jadi korban.

"Maju kalian semua. Aku tidak takut sama sekali."

Pengawal tersebut menyerang Saka Satria, setidaknya ada enam orang yang berhadapannya saat ini.

"Kurang ajar!. Siapa dia?. Berani sekali ikut campur!."

Apakah yang akan terjadi?. Temukan jawabannya.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!