Chandra sudah tidak di kurung di dalam kamar lagi, setelah tadi malam berhasil meyakinkan Ibunya, kalau dia tidak akan kabur. Tapi itu hanya boleh keluar kamar, bukan keluar rumah, dan harus tetap di kawal oleh dua pengawal. Dan Kini Chandra sudah berada di ruang kerjanya yang berada di dalam rumah.
"Bagaimana? apa kamu sudah berhasil mengajak pacarmu itu balikan?" tanya Chandra kepada asistennya itu.
"Belum Tuan!" jawab Bryan sedikit menundukkan kepalanya.
Bryan adalah asisten baru Chandra, dia baru setahun bekerja dengan Chandra. Sehingga ia masih kaku dan sangat segan melihat tuannya itu.
"Waktumu tinggal dua hari lagi untuk membujuknya. Kalau kamu gagal, itu artinya pernikahanku akan terjadi dengannya." Chandra menatap intens wajah Bryan. Memperhatikan raut wajah Bryan yang terlihat frustasi.
"Kamu masih mencintainya?" tanya Chandra.
Bryan menghela napasnya,dia masih mencintai Hajar, hanya saja dia tidak sanggup menjadi pacar gadis materialistis itu lagi.
"Masih Tuan "
"Kenapa kamu memutuskannya?" Chandra mengerutkan keningnya, kalau masih cinta kenapa asistennya itu memutuskan kekasihnya, pikir Chandra.
"Ka-karna dia cewek matre Tuan. Aku tidak sanggup memenuhi permintaannya" jawab Bryan gugub. Wajahnya nampak memerah dan mengalihkannya ke arah lain. Sebagai laki laki, Bryan sedikit malu dengan keterbatasan keuangannya.
"Emang dia meminta apa? sampai kamu memutuskannya" tanya Chandra penasaran.
Meski Bryan bukan seorang pengusaha. Tapi ia memiliki gaji yang besar menjadi seorang Asisten. Menurut Chandra, Bryan mampu mengabulkan permintaan kekasihnya.
"Meminta di bayarin liburan dan di sewakan pesawat jet pribadi Tuan!" jawab Bryan.
Chandra mengulum senyumnya, entah apa yang lucu."Seharusnya kamu menurutinya, bukankah kamu memiliki gaji yang besar?."
Chandra memgambil kertas berkas di atas mejanya, dan memeriksanya.
"Saya juga perlu memikirkan masa depan saya tuan" jawab Bryan.
Chandra menghela napasnya," waktumu tinggal dua hari lagi untuk mendapatkannya." Chandra mengalihkan tatapannya kembali ke wajah Bryan yang berdiri di depan mejanya."Jika dia sudah sah menjadi istriku..." Chandra menjeda kalimatnya, lalu melanjutkannya kembali tanpa melepas netranya dari wajah Bryan yang masih merona."Jangan menjadi pe-bi-nor!."
Bryan menelan salivanya bersusah payah, ia tidak berani membalas tatapan Chandra." Tidak akan Tuan."
"Jangan coba coba berani mendekatinya nanti. Dan jaga pandanganmu" ujar Chandra lagi.
"Saya tidak akan berani Tuan!" balas Bryan.
"Bagus, dan sekarang pergilah berjuang!" usir Chandra.
Bryan menghela napasnya lagi, Buat apa memperjuangkan cewek matre, batin Bryan.
Jika bukan karna permintaan tuannya itu, untuk membantu menggagalkan pernikahannya. Bryan sudah tidak berniat mengajak mantan kekasihnya itu balikan.
Dan yang membuat Bryan heran, kenapa bosnya itu berlagak posesif, jika memintanya juga untuk membantu membatalkan pernikahannya lewat Hajar. Dasar pria tidak jelas, maki Bryan dalam hati.
"Kalau begitu saya permisi Tuan!" pamit Bryan.
"Hm..."
Bryan pun melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Bryan akan kembali ke perusahaan, untuk menggantikan tuannya mengurus perusahaan untuk sementara waktu.
Saat Chandra pokus memeriksa berkas di tangannya. Tiba tiba handphonnya berbunyi dari atas meja. Chandra langsung meraih handphon itu dan mendial tombol hijau di layarnya.
"Halo!"
"Tuan! kami melihat Nona Hajar masuk ke sebuah rumah sakit jiwa" lapor seorang laki laki dari dalam telephon.
Chandra langsung mengerutkan keningnya, berpikir untuk apa gadis itu ke rumah sakit jiwa?.
"Cari tau apa tujuannya ke sana!" perintah Chandra.
"Baik Tuan"
Tlut !
Sambungan telepon itu langsung terputus, Chandra lah yang memutuskannya.
Chandra meletakkan handphonnya kembali ke atas meja. Terlihat keningnya semakin mengerut, berpikir keras, untuk apa calon istrinya mendatangi rumah sakit jiwa?.
Chandra mengetuk ngetukkan jarinya ke atas meja kerjanya. Ia sudah tidak pokus untuk melanjutkan pekerjaannya. Ia pun memutuskan untuk menunggu laporan dari orang yang di tugaskannya untuk mengawasi calon istrinya.
Tak lama kemudian, handphonnya kembali berbunyi, Chandra langsung mengangkatnya.
"Nona kesana untuk memberikan donasi untuk rumah sakit itu Tuan" lapor pria yang mengawasi Hajar.
Chandra mengulas sedikit senyumnya, tidak menyangka gadis kecil itu memiliki jiwa peduli kepada sesama, Chandra bangga untuk itu.
"Oh, ya sudah, kalian tak perlu mengawasinya lagi" ujar Chandra.
"Baik Tuan"
Chandra langsung memutuskan sambungan telephonnya sepihak. Setelah Chandra meletakkan handphonnya ke atas meja, Chandra menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi dan memejamkan matanya.
Caroline!, kamu dimana?, batin Chandra.
.
.
"Apa Ibu saya masih bisa sembuh Bu?."
Seorang wanita berpakaian seragam putih menghela napas beratnya. Sebagai jawaban dari pertanyaan gadis di sampingnya itu.
"Dari dulu dia hanya diam saja, tidak pernah mau berbicara" ucap wanita berprofesi sebagai Dokter itu, sambil membuka pintu ruangan di depannya.
Hajar melangkahkan kakinya masuk ke ruangan itu sembari menghela napasnya.
"Kalau begitu saya pergi dulu!" pamit Dokter itu.
"Trimakasih Dok!" ucap Hajar.
Dokter itu menganggukkan kepalanya sembari tersenyum dan menutup pintu itu kembali.
Hajar melangkahkan kakinya mendekati seorang wanita yang duduk terdiam di atas ranjang. Melihat rambut wanita paruh baya itu berantakan. Hajar membuka laci di samping ranjang mengambil sisir dari dalamnya.
"Apa kabar Bu?" tanya Hajar.Naik ke atas tempat tidur mendudukkan tubuhnya di belakang patung wanita bernapas itu untuk menyisir rambutnya.
"Sampai kapan Ibu seperti ini?. Hajar sudah besar Bu. Dua hari lagi Hajar akan menikah dengan pria kaya. Apa Ibu tidak ingin melihat Hajar menikah?. Hajar akan di rias, pasti Hajar akan kelihatan sangat cantik" ucap Hajar dengan air mata mengalir di pipinya.
Namun wanita di depannya hanya diam membisu dan menulikan telinganya.
"Bu" Hajar berpindah duduk ke samping Ibunya. Kemudian membaringkan tubuhnya dan meletakkan kepalanya di pangkuan wanita batu bernapas itu.
"Cempat sembuh Bu" Hajar mengambil satu tangan wanita itu, meletakkannya di kepalanya. Hajar ingin wanita itu membelai kepalanya. Tapi wanita itu sama sekali tidak menggerakkan tangannya.
Hajar hanya bisa menangis, sedih mengingat dirinya terlahir dari wanita yang mengalami gangguan jiwa. Dan entah sampai kapan, wanita yang melahirkannya itu hanya diam membisu?.
Tok tok tok
Mendengar pintu ruangan itu di ketuk dari luar. Hajar kembali mendudukkan tubuhnya.
"Masuk!" sahutnya.
Pintu itu langsung terbuka dari luar, dua orang perawat datang mendorong troli, membawa handuk dan pakaian beserta makanan di atasnya.
"Ibunya waktunya mandi ya!" ucap salah satu perawat.
Hajar mengulas senyumnya dan langsung turun dari atas tempat tidur.
Selesai kedua perawat itu memandikan Ibunya, Hajar memberi Ibunya makan, menyuapinya perlahan dengan sendok. Hajar terus mengoceh, menceritakan kesehariannya, meski wanita yang melahirkannya itu diam saja dan tidak mendengar ceritanya.
"Coba Ibu sehat, pasti Ibu bisa ikut menyaksikan pernikahanku" ucap Hajar.
"Tapi nanti Hajar akan menunjukkan photo pernikahan Hajar sama Ibu" ucap Hajar lagi. Kemudian Hajar mengerucutkan bibirnya.
"Tapi Hajar sendiri belum mengenal calon suami Hajar Bu. Kata Mama calon suami Hajar masih di luar Negri" ucap Hajar lagi bernada kecewa.
Kira kira laki laki seperti apa yang akan menikah dengannya itu, Hajar masih penasaran.
Setelah puas menghabiskan waktu dengan Ibunya, dan hari juga sudah malam. Hajar pun memutuskan untuk pulang. Hajar membantu Ibunya berbaring di atas tempat tidur, kemudian menyelimutinya.
"Selamat istirahat Bu, besok Hajar akan kesini lagi menemani Ibu!" ucap Hajar, kemudian mengecup pipi wanita itu, lalu pergi.
Sampai di parkiran rumah sakit, Hajar langsung masuk ke dalam mobilnya, melajukannya perlahan keluar dari Halaman rumah sakit jiwa itu.
Setelah aku kaya, aku akan membawa Ibu berobat ke rumah sakit yang lebih bagus Bu. Aku ingin Ibu cepat sembuh, supaya Hajar tidak perlu merahasiakan keberadaan Ibu lagi. Kita bisa tinggal di rumah yang sama Bu!. Batin Hajar
Ciiiittttt.....!
Duk !
"Aw!" keluh Hajar, keningnya terbentur ke setir mobilnya karna terpaksa melakukan rem mendadak, karna ada motor yang tiba tiba menghalangi jalannya.
Hajar mengeram kesal sampai ia mengeraskan rahangnya, melihat pria yang membuka helm di depan mobilnya.
"Bryan"
Hajar sampai mengepalkan kedua tinjunya, dan bergegas membuka pintu di sampingnya dan langsung turun.
"Ada apa?, apa kamu sudah mendapatkan uang untuk menyewa jet pribadi untukku?" tanya Hajar, masih gemas melihat sang mantan yang menghalangi jalannya.
"Meski aku punya uang, aku tidak akan melakukan itu" jawab Bryan.
Hajar memutar bola matanya malas." Dasar pelit" makinya.
Bryan menyinggungkan senyumnya.Wanita matre sepertimu memang cocok menikah dengan perjaka tua. Ah ralat, pria tua. Karna Tuan Chandra belum tentu masih perjaka, bisa saja perjakanya hanya di ktp, batin Bryan.
"Kenapa tersenyum?" Hajar menautkan kedua alisnya.
Bryan melangkahkan kakinya mendekati Hajar yang berdiri di samping body mobilnya. Tanpa aba aba, langsung menyambar bibir Hajar, menciumnya rakus.
"Aw aw aw !"
Bryan langsung melepas ciumannya, karna Hajar menginjak kuat kakinya.
Bukh !
"Aw ! masa depanku !" Bryan lagsung menangkap masa depanya yang mendapat tendangan dari Hajar.
"Kalau sudah mantan, jangan asal nyosor" Hajar masuk kembali ke dalam mobilnya, dan langsung melajukannya.
Brank !!!
*Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Shinichi x Kaito
elipse cukup tiga, empat jika dialog aksi
2022-06-20
0
Shinichi x Kaito
enggak perlu dipisah
2022-06-20
0
Shinichi x Kaito
oiya elipsenya kasih spasi dlu baru dikasiu elipse begitu juga setelah elipse
2022-06-20
0