Pitching

“Saya ingin mengajukan untuk program inkubasi” Sela Regina berapi-api. Dia tahu, laki-laki di depannya sudah mengisyaratkan bahwa perusahaannya tidak layak untuk diberikan bantuan dana. Namun Regina tidak boleh pulang tanpa apa-apa. Setidaknya dia bisa mengajukan diri untuk program inkubasi yang diadakan untuk start up dan perusahaan yang butuh mentoring untuk berkembang.

Gian cukup kaget mendengarnya. Dia sekaligus bertanya-tanya apakah isyaratnya kurang jelas bahwa dia tidak menerima perusahaan dengan pemimpin yang tidak kompeten seperti Regina. Gian tersenyum kecut.

“Jadi begini, Bu—“

“Regina”

“Ya, Bu Regina. Kami punya kriteria tertentu untuk bisa bekerjasama dengan sebuah perusahaan, sama halnya dengan program inkubasi kami.”

“Lalu menurut Anda perusahaan saya tidak termasuk kedalam kriteria yang Anda inginkan? Bukankah program inkubasi bertujuan untuk membantu dan membina perusahaan seperti seperti perusahaan saya?”

“Yang jadi masalah bukan itu..”

“Lalu apa masalahnya dengan memberikan kami kesempatan untuk mengikuti program inkubasi dari perusahaan Anda?” Entah keberanian dari mana yang Regina dapatkan sehingga bisa berbicara seperti itu kepada perwakilan Gavels. Tapi sejak awal laki-laki di depannya sudah membuatnya merasa cukup malu dan bodoh.

Gian melihat wanita didepannya dengan tatapan tidak percaya. Wanita yang tadinya terlihat gugup dan sedih mendengar kata-katanya mengenai perusahaannya yang tak layak didanai, sekarang seperti berubah ingin menyerang dan memaksanya.

“Let’s be clear here, karena Anda memaksa saya untuk mengatakan ini secara langsung... Atau entah Anda tidak paham ke arah mana pembicaraan kita sejak tadi. You. You are the problem. Anda masalahnya, Bu Regina.” Ucap Gian kesal. Menekankan kata-katanya.

“Saya tidak bisa bekerjasama dengan pemimpin amatir seperti Anda. Saya sarankan Anda untuk belajar terlebih dahulu mengenai bisnis. Saya rasa anda belum berusaha cukup keras untuk bisa mewarisi dan memimpin perusahaan yang ayah Anda tinggalkan.” Lanjut Gian tajam.

Mendengar apa yang diucapkan Gian membuat Regina semakin merasa terhina. Meskipun dia tidak menyangkal apa yang dikatakannya, bahwa dia amatir dan belum kompeten berbisnis. Tapi mendengar dari orang lain kalau dia belum berusaha cukup keras membuat hatinya mendidih. Laki-laki itu tidak pernah tahu apa yang Regina lalui selama 2 tahun kebelakang untuk mempertahankan perusahaan ayahnya. Meskipun usahanya malah memperburuk keadaan. Tapi dia berusaha, sudah sangat maksimal berusaha.

“So are you saying that I didn’t try hard enough? Tahu apa Anda soal usaha yang sudah saya lakukan untuk perusahaan? Anda kira memimpin perusahaan itu gampang?” Ucap Regina setengah berteriak. Dia tidak bisa mengendalikan dirinya

“Saya kecewa perusahaan sebesar ini mempekerjakan orang seperti Anda yang berlaku tidak sopan dan menganggap remeh orang lain dengan mengatakan mereka tidak berusaha cukup keras sebagai pemimpin. Padahal Anda sama sekali tidak tahu apa yang saya hadapi.” Lanjut Regina. Amarahnya bercampur dengan perasaan kecewa, malu. Dia berusaha untuk tidak menangis disana.

Orang-orang tidak akan pernah tahu betapa lelahnya dia selama 2 tahun ini memikirkan bagaimana melanjutkan bisnis ayahnya. Belajar, berdiskusi, melakukan banyak pertemuan dengan vendor dan calon pembeli, me-manage perusahaan, dan memikirkan kesejahteraan karyawannya. Regina sama sekali tidak tahu mengenai bisnis, tapi dia berusaha dari 0 dan berusaha sekeras mungkin.

Regina mencabut paksa laptopnya dari perangkat infokus, menenteng tasnya kemudian bergegas keluar ruangan. Dia tahu, dia akan lebih marah dan histeris jika terus berada disana. Bahkan sebelum Gian bereaksi, dia segera pergi dan tidak ingin bertemu dengannya lagi.

Gian terdiam ditempat duduknya. Shock dengan apa yang telah dia saksikan. Baru kali ini dia dimarahi tamunya saat pitching. Selama beberapa menit dia terpaku disana.

“Wah.. Pantes aja perusahaannya kacau. Cewek emosional dan impulsif kaya gitu jadi CEO. Yang bener aja.” Komentar Gian. Dia tertawa pahit.

***

“Halo, Om.” Sapa Gian ditelepon

“Kenapa, Gi? Udah selesai pitching nya?” Jawab Bayu.

“Udah. Perusahaannya kacau banget. Kok bisa sih perusahaan kaya gitu proposalnya lolos sampe dapat undangan buat pitching pula?” Cari yang bener dong, Om. Bisa-bisa kita rugi kalau kerjasama dengan perusahaan macem gitu.” Keluh Gian.

“Iya sih, beberapa tahun terakhir perusahaan agak kacau. Mereka udah masuk radar kita dari lama sebenarnya. Tapi CEO yang dulu meninggal. Diganti anaknya. Dia belum ahli. Makanya Om mau masukin dulu program inkubasi.”

“Gak. Perusahaan itu ga akan masuk program inkubasi. Mereka under qualified.”

“Ya kalau kamu bilang gitu sih, Om ikut aja.”

“Kirain perusahaan fashion kaya Pink Satin, Delavor, atau apa kek yang bagus. Ini malah yang begini. Wasting time, tau ga? Lain kali suruh aja si Rika atau si Thomas yang ketemu perusahaan ga jelas begini. Masa CEO harus turun tangan sama yang ecek-ecek begini sih?” Gian terus menggerutu. Melampiaskan kekesalannya pada Omnya yang tidak bersalah. Kemudian dia menutup telepon.

Diseberang sana Bayu terheran-heran dengan keponakannya tersebut. Tumben dia seemosi itu membicarakan perusahaan yang tidak lolos pitching. Biasanya Gian santai saja kalau disuruh menggantikannya pitching sesekali, biarpun dia sibuk sebagai CEO. Tapi Bayu tidak mau ambil pusing dan segera melanjutkan kegiatannya lagi.

***

Regina keluar dari gedung Gavels dan memasuki parkiran. Dia masuk ke mobilnya dan diam disana sejenak. Menangis.

Hari ini benar-benar kacau. Dia sudah menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan investasi dengan berperilaku buruk. Berteriak kepada perwakilan Gavels. Padahal ini satu-satunya perusahaan modal ventura yang mengundangnya untuk pitching. Regina tahu perusahaannya tidak akan lolos begitu saja, tapi yang diincarnya adalah program inkubasi. Tapi semuanya malah jadi kacau gara-gara laki-laki menyebalkan itu.

“Dasar cowo nyebeliiiiin!!!!! Gua harap lu dipecat dari Gavels dan jadi gelandangan! Padahal masih karyawan tapi lagaknya kaya udah paling ngerti jadi pemimpin perusahaan!!!!” Teriak Regina.

Dia bahkan belum tahu siapa laki-laki itu. Regina menyesal tidak menyesal tidak mengetahui namanya. Jika tahu, dia akan lebih puas untuk mengutuk laki-laki itu dengan lebih jahat.

“Awas aja kalau gua ketemu dia lagi di luar, udah habis tuh orang gua gebukin!”

Terpopuler

Comments

Sriza Juniarti

Sriza Juniarti

wkwkckk..hajarrrrrr👍🥰

2023-06-24

0

HaniHiko

HaniHiko

coba gina gak nongol Gian beneran d pecat sekaligus jadi gelandangan😂

2023-01-24

0

Ersa

Ersa

mulut Gian 11-12 sama Arvin😂

2023-01-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!