Regina telah menyiapkan slide presentasi untuk pertemuannya hari ini dengan salah satu perwakilan Gavels Group. Dia sudah menyiapkan mental untuk bisa mempresentasikan perusahaannya sebaik mungkin. Dalam pikirannya hanyalah bagaimana cara membuat orang-orang dari Gavels percaya pada perusahaannya, sehingga bisa menjadi investor dan membantu perusahaan kecil tersebut. Sebenarnya ada keraguan dihati Regina, dia ragu bahwa dia bisa membawa perusahaan yang ditinggalkan ayahnya menuju kesuksesan. Dia tidak memiliki kepiawaian sebagai pebisnis apalagi pemimpin perusahaan.
Sejak dulu minat Regina hanyalah sebagai desainer, bukan menjadi salah satu pemegang kebijakan diperusahaan. Setelah lulus kuliah jurusan desain, dia berencana ingin melanjutkan kuliah S2 nya di Paris tepatnya di Intenational Fashion Academy (IFA). Namun mimpinya tersebut terkubur semenjak ayahnya meninggal tiba-tiba karena serangan jantung. Kini dia harus menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin di perusahaan. Dia harus mengurus banyak berkas-berkas, kerjasama, mengawasi keuangan, mencari investor, dan banyak hal yang tidak berhubungan dengan dunia fashion desain yang selalu dia inginkan.
"Bu Regina?" Sapa seorang karyawan Gavels.
"Iya, saya." Jawab Regina cepat.
"Silakan masuk ke ruang meeting dan menyiapkan presentasinya."
Regina kemudian mengekor dibelakang karyawan tersebut masuk ke salah satu ruang meeting Gavels. Ruangannya tak terlalu besar, ada meja pertemuan melingkar dan beberapa kursi. Regina yakin, ini ruang presentasi yang digunakan untuk perusahaan-perusahaan kecil yang menaruh harapan tinggi mendapat investasi dari Gavels. Ya sama seperti perusahaannya. Kecil dan tidak meyakinkan.
Karyawan tersebut dengan sigap membantu Regina menyiapkan presentasinya. Dia juga sudah menyiapkan beberapa minuman dan makanan ringan di ruangan.
"Mohon maaf, saya memberitahukan bahwa Pak Bayu tidak bisa menemui Bu Regina hari ini untuk pitching. Beliau sudah mewakilkan pertemuan hari ini kepada asistennya. Jika tidak keberatan untuk bertemu perwakilan beliau, saya akan sampaikan segera."
"Oh ngga. Saya ga keberatan sama siapa saja."
"Oke. Mohon tunggu sebentar." Karyawan tersebut keluar ruang meeting. Regina kini sendirian di ruang tersebut. Hanya terdengan suara AC yang lembut dan suara napasnya yang memburu karena gugup.
...***...
"Gi, Om boleh minta tolong ga?" Ucap Bayu di sambungan telepon.
"Ya ada apa, Om?" Balas Gian.
"Hari ini Om ada pitching sama salah satu perusahaan fashion, tapi Om masih meeting sama Indan Group. Alot banget nih diskusinya. Biasa ngomongin dana investasi quartal kedua kemarin."
"Terus si Eka?"
"Lagi sama Om disini. Ga bisa balik lagi ke kantor dia. Tolong ketemu dulu lah sama perwakilan perusahaannya. Paling temuin bentar. Perusahaannya agak amburadul. Ga yakin bakal lolos pitching. Kamu ga lagi ada kerjaan kan?"
"Ada. Tapi gak apa-apa, bisa ditunda sebentar."
Gian kemudian bergegas keluar ruangannya untuk meeting dengan perusahaan yang Bayu ceritakan. Di luar ruangannya, Meisya salah satu bawahan Bayu sedang berbicara dengan sekretarisnya.
"Pak, saya dapat pesan dari Pak Bayu untuk menghubungi bapak, karena beliau dan asistennya masih meeting dengan Indan Group dan tidak bisa menemui tamu untuk pitching.." Kata Meisya.
"Iya, saya udah dihubungi sama Om Bayu."
"Baik, Pak. Tamunya sudah menunggu di ruang meeting 3 di lantai 6."
"Oke. Ada dokumen soal perusahaan ini?"
"Ini, Pak. Silakan." Meisya menyerahkan file mengenai perusahaan yang akan ditemui bosnya.
"Edmode, perusahaan fashion?" Gumam Gian.
Dia kemudian berjalan menuju lift ke lantai 6, menemui perwakilan perusahaan fashion Edmode yang sudah menunggunya.
...***...
Regina beberapa kali melihat dirinya dicermin, merapikan rambutnya dan mengatur ekspresinya agar tidak terlihat terlalu gugup. Tapi gagal. Dia benar-benar gugup. Jantungnya seakan berdetak dilehernya. Segala jenis doa sudah dia rapalkan. Mungkin saking gugupnya dia sempat merapal doa mau makan dalam hatinya.
Pintu ruangan dibuka. Seorang pria masuk ke ruangan. Pakaianya rapi dengan kemeja hitam dan celana abu dengan blazer warna senada. Regina menganalisis pria tersebut dari pakaian yang dia kenakan. Hal lain yang diperhatikan oleh Regina tentu saja wajahnya, garis hidung tinggi dan lurus, mata bulat tak terlalu sipit, bibir tipis, dan kulit putih. Orang mungkin akan mengira pria ini setidaknya memiliki garis keturunan orang Asia Timur. Tubuhnya yang ramping sangat pas dengan pakaian yang dikenakan. Pria ini setidaknya memberi kesan, muda, kaya, profesional dan tampan.
Sebaliknya, Gian juga menganalisis tamu yang datang ke kantornya tersebut. Regina. Perempuan yang ditemuinya tersebut secara keseluruhan terlihat menarik, mata bulat yang indah, hidung mancung, kulit putih, dan postur tubuh yang tak terlalu tinggi. Penampilannya jelas mengisyaratkan dia sangat paham tentang fashion. Pantsuit berwarna beige, rambut rapi, dan riasan yang natural.
"Siang, Pak. Saya Regina dari Edmode." Sapa Regina tersenyum ramah sambil menjabat tangan Gian.
"Ya, Siang." Balas Gian sambil tersenyum. "Silakan dimulai saja presentasinya" Lanjut Gian seraya duduk dikursi.
Regina mengatur posisinya di sebrang Gian. Kemudian memulai presentasinya.
"Terimakasih untuk kesempatannya telang mengundang kami untuk mempresentasikan perusahaan kami. Kami sangat mengharapkan bisa terjalin kerjasama yang baik dengan Gavels Group. Edmode adalah perusahaan fashion yang berdiri sejak tahun 2010. Ayah saya adalah founder dari Edmode, saat ini saya yang menggantikan beliau untuk memimpin perusahaan."
"Kami berfokus terhadap pembuatan pakaian wanita. Saat ini kami memiliki 65 tenaga kerja ahli untuk bagian cutting dan stitching. Kami merupakan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja wanita terutama golongan IRT kelas ekonomi bawah. Kami memiliki visi untuk memberdayakan wanita dan memproduksi fast fashion dengan mengutamakan kelestarian lingkungan. Kami mengendalikan waste dengan perhitungan teliti sehingga tidak terjadi loss yang cukup tinggi."
Regina terus menjelaskan banyak keunggulan dan cara kerja di perusahaan yang dia pimpin. Gian membaca dokumen perusahaan yang Meisya berikan sambil sesekali mengangguk mendengar penjelasan Regina. Mempelajari mengenai perusahaan tersebut berdasarkan data keuangan, performance, dan banyak lagi. Om Bayu memang tidak salah. Perusahaan ini tidak akan bisa lolos untuk mendapatkan investasi dari Gavels.
"Okay, that's enough. Thank for your great explanation." Ucap Gian ditengah presentasi Regina. Dia tidak ingin mendengar terlalu lama penjelasan wanita tersebut. Sebanyak apapun dia menjelaskan. Perusahaannya tidak akan masuk kategori layak untuk Gavels.
"Saya sudah baca dokumen dan analisis untuk perusahaan Anda. Saya tahu Anda masih baru memimpin perusahaan ini, dan laporan performance selama Anda menjabat sebagai CEO kurang memuaskan. Saya ingin tahu apa kendala Anda dalam mengatur perusahaan?"
"Tentunya banyak hal yang menjadi kendala kami dalam melaksanakan operasional perusahaan. Slah satunya masalah keuangan yang sedang kami hadapi."
"Saya paham kendala tersebut, berdasarkan laporan keuangan selama 2 tahun terakhir posisi perusahaan Anda cukup sulit. Kami sebenarnya tidak keberatan memberikan dukungan dana kepada setiap perusahaan yang sedang tumbuh. Namun yang saya sayangkan, saya tidak melihat strategi usaha yang matang dalam perusahaan Anda. Saya melihat Anda sepertinya belum memahami peran sebagai pemimpin perusahaan. Beberapa keputusan bisnis yang Anda lakukan, tidak membantu perusahaan berkembang."
Mendengar kata-kata Gian yang tepat sasaran membuat Regina kehilangan harapan sekaligus malu. Dia tahu bahwa dia tidak kompeten, tapi mendengarnya langsung dari orang lain rasanya tidak nyaman.
"Yang ingin kami pastikan adalah kami menginvestasikan dana kepada perusahaan yang tepat dengan fundamental yang baik, management dan strategi bisnis yang jelas. Saya merasa tidak bisa melihat itu di perusahaan Anda, terutama setelah Anda menjabat sebagai CEO menggantikan anggota keluarga Anda yang telah meninggal." Lanjut Gian mencecar Regina. Dalam hati, Gian menyayangkan bahwa Regina harus pitching dengannya hari ini. Jika yang ditemuinya adalah Om Bayu, mungkin dia tidak akan menerima pil pahit seperti ini. Tapi pil pahit adalah obat, yang harusnya menyadarkan bahwa memimpin perusahaan bukan hanya pemindah tanganan kekuasaan kepada anggota keluarga yang berhak. Namun memilih orang yang kompeten dan kompatibel untuk posisi tersebut.
Gian sudah puluhan kali melihat kasus seperti ini. Perusahaan yang datang kepadanya untuk meminta dana investasi, namun punya management dan kepemimpinan yang buruk. Perusahaan-perusahaan yang dipimpin oleh orang yang bahkan tidak tau caranya berbisnis. Mereka ditempatkan diposisi tersebut hanya melanjutkan posisi orang tuanya saja.
"Kami selalu memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk memperbaiki diri dan kembali mengajukan proposal kerjasama, dengan catatan masalah-masalah fundamental yang saya sebutkan tadi bisa diatasi."
Gian melihat Regina diam mematung. Wajahnya tampak pucat dan sedih. Tapi tidak ada yang bisa dia lakukan, perusahaan Regina --seperti yang dikatakan Om Bayu, ambiradul. Gian tidak akan mau bekerjasama dan menaruh investasi tempat sembarangan.
"Ada yang ingin Anda sampaikan?" Tanya Gian. "Jika tidak saya akan mengakhiri pertemuan--"
"Saya ingin mengajukan untuk program inkubasi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
HaniHiko
dr Arvin k Gian detail bnget pemaparan soal kondisi perusahaan curiga otor seorang CEO Nyambi jadi penulis 🤭
2023-01-24
0
Adelia Yuswandari
Keren ini novelnya, kaya lagi belajar tentang perusahaan. ceo nya bukan cuma pajangan di genre atau judul.
bagus top banhey thor
semangat!
2022-08-08
1
Fatma Kodja
wow Gian orangnya sangat profesional tapi juga tajam lidahnya hingga Regina hampir patah semangat, semoga Regina bisa meyakinkan Gian agar mau membantu dana di perusahaan yang Regina pimpin, kalau tidak bisa bangkrut perusahaannya dimana presentasi grafik yang 2 bln sebelumnya mengalami penurunan di bawah kepemimpinan Regina
2022-05-22
4