Jika dilihat dari manapun tidak ada kurang dalam diri Gian Hadian Airlangga. Memiliki wajah tampan campuran Chinese, hidung mancung, mata yang indah, dan bibir sensual. Proporsi tubuhnya juga ideal dengan tinggi 180 cm, ramping, dan tidak terlalu berotot. Secara keseluruhan Gian terlihat seperti laki-laki muda yang menarik.
Selain tampilan fisik yang ternyata diincar banyak pengagumnya, Gian juga memiliki kepribadian yang baik. Cerdas, tenang, ramah, penuh semangat, dan piawai dalam berbisnis. Lelaki Lulusan Magister Business of Administration di Stanford University ini merupakan pemikir dan motivator muda berbakat. Tak jarang dia banyak tampil di seminar yang menghadirkan tokoh muda inspiratif. Dia juga kerap kali menjadi feature di majalah bisnis.
Gian bukan tipe pemimpin yang kasar, dingin, semena-mena atau berpikiran tertutup. Di tempat kerjanya, selama dia menjabat sebagai pemimpin Gavels, dia banyak disukai atas ide dan idealismenya yang segar dan adaptif. Terlebih dari karyawan muda yang modern di Gavels. Analisis tajam dan intuisinya tentang bisnis menjadikan Gavels meraup banyak keuntungan dengan berinvestasi di start up dan UKM yang menjanjikan.
Orang-orang terdekat Gian, terutama rekan bisnisnya tak pernah menemukan satu celah pun darinya. Namun bagi Arsila, Gian adalah lelaki licik penuh tipu muslihat. Dia punya mulut tajam, seringkali terlalu jujur dengan perkataannya, dan pandai mempengaruhi orang lain. Meskipun jelas, Gian jauh dari kata kasar. Dia selalu memainkan provokasi-provokasi kecil ditambah kemampuannya bernegosiasi yang lihai membuatnya selalu mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa orang disekitarnya sadar betapa berbahayanya dia.
Hal lain yang menjadi kekurangannya adalah sulit dimengerti dan didekati. Sedari sekolah dulu, Gian populer. Banyak perempuan yang tertarik dan mendekatinya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gian akan mengabaikan semua pesan dan hadiah dari pengagumnya. Saat ada perempuan yang memberanikan diri mengungkapkan perasaannya, Gian dengan santai membalas bahwa dia tidak tertarik padanya. Kemudian meminta perempuan tersebut menjauhinya.
Arsila mengingat sedari dulu Gian terlalu sibuk dengan sekolah, ekstrakurikuler, dan jadwal lesnya. Dia tak pernah punya pacar ataupun tertarik untuk pacaran. Gian juga sebenarnya tak punya banyak teman akrab, dia hanya dekat dengan orang-orang yang menurutnya bisa menguntungkan saja. Sifatnya tersebut terbawa hingga dia dewasa. Gian menikmati kesendiriannya, tanpa kekasih ataupun teman akrab.
Bukan hanya Arsila yang kemudian bertanya-tanya dan khawatir tentang hubungan Gian dengan orang disekelilingnya. Kakeknya pun ternyata punya kekhawatiran yang sama. Dia tahu bagaimana kakek sangat menyayangi Gian yang yatim piatu, bagaimana dia menjadi cucu kesayangan karena penurut, berprestasi, dan tidak pernah terlibat masalah selama hidupnya. Hingga pada akhirnya kakek mengambil tindakan ekstrim dengan memaksa Gian menikah untuk mendapatkan hak warisnya. Dia ingin suatu saat Gian bisa membuka hatinya untuk seseorang dan hidup seperti orang kebanyakan.
...***...
Gian telah berada di Amuz Gourmet Restaurant 30 menit sebelum jam yang dijanjikan. Siang tadi, Arsila datang ke apartemennya membantunya mempersiapkan pertemuan dengan Devi malam ini. Dia terus mengulang ceramahnya tentang berlaku sopan kepada wanita seakan-akan dia pria yang brengsek. Dia tahu bagaimana bersikap.
Dikenakannya blazer navy dipadukan dengan kemeja biru muda, dan sepatu loafers hitam. Rambut hitamnya dibiarkan jatuh tanpa ditata dengan gel rambut, membuat kesan lebih muda dan segar. Ditangan kanannya melingkar jam tangan Aeronavale dari Bell & Ross menambah pesonanya.
Meskipun penampilannya sudah maksimal, dalam hati Gian merutuk tiap detiknya karena harus melakukan perkenalkan yang melelahkan seperti ini. Di Sabtu malam dia hanya ingin beristirahat di apartemennya menonton film dan membaca artikel-artikel bisnis menarik yang bisa dia temukan di internet. Baginya semua ini tidak penting, yang dia inginkan hanya ditinggalkan sendirian, hidup damai, dan bekerja sepenuh hati setiap hari.
Devi datang tepat jam 7.15 beberapa menit lewat dari waktu yang dijanjikan. Dia berjalan ke arah Gian mengenakan sheath dress warna putih dan stilleto warna peach senada dengan hand bag-nya. Rambutnya disanggul ke belakang memperlihatkan leher jenjangnya yang dihiasi kalung perak dengan pearl. Devi kemudian tersenyum dan menjabat tangan Gian.
“Thank you for patientely waiting, jalanan agak macet tadi.” Sapanya kemudian duduk di depan Gian.
“No problem.” Jawab Gian singkat.
Bohong jika Gian menyebut perempuan di depannya tidak menarik. Wajahnya agak bulat dengan mata besar dan hidung mancung, bibirnya tipis membentuk garis senyum yang ramah. Gian tidak perlu mengkhawatirkan pilihan Arsila, dia pasti memperkenalkan teman-teman cantiknya pada Gian.
Mereka berbasa-basi mengenai pekerjaan dan kesibukan masing-masing. Hingga pesanan pertama muncul di meja, Fish Branded on Baguette Crostini and Orange Sauce sebagai menu starter. Gian melihat perempuan tersebut dengan elegan mencicipi makanannya. Jelas dia dibesarkan di keluarga terhormat dan berpendidikan. Sejauh ini kesan yang dapat dirasakannya cukup positif.
“Aku agak kaget sebenarnya waktu Sila menghubungi buat kenalan sama sepupunya.” Kata Devi memecah keheningan.
“Kenapa?”
“Gian pebisnis terkenal yang selama ini jarang diketahui status percintaannya, tiba-tiba ngajak kenalan.”
“Is that weird?”
“Ga juga. Aku malah senang pas tau kamu ngajak kenal. To be honest, kaget dan senang.”
“Senang? Kayanya ga harus kaya gitu juga.”
“Why not? Aku udah lama tau kamu, lebih tepatnya kagum sama kamu. Beberapa kali ikut seminar bisnis yang kamu adain. Eh tiba-tiba dapat undangan dinner dari orang yang dikagumi.”
Gian berhenti mengunyah makanannya “Gitu.” Jawabnya singkat. Arsila sudah memberitahunya bahwa perempuan di depannya tersebut memang telah lama menyukainya. Entah kenapa semua kesan positif padanya berubah menjadi perasaan tak enak dan terbebani. Dia bisa membayangkan akan ditarik ke hubungan yang dia tak mau jalani.
Devi terus membicarakan mengenai kekagumannya pada Gian. Sikap tersebut membuat Gian merasa muak sendiri. Padahal yang diinginkannya hanya diskusi santai dan saling mengenal. Selama lebih dari satu jam pertemuan tersebut, Devi mendominasi pembicaraan. Tak disangka perempuan tersebut sangat agresif merebut perhatian Gian.
...***...
Arsila terus mengoceh berjam-jam di telepon. Memarahi Gian, pasalnya pemuda tersebut memilih tidak melanjutkan perkenalannya dengan Devi.
“Dia annoying, Sil. Masa dia terus ngomongin kalau nikah mau di gedung A, dekornya begini lah begitu lah. Kaya udah jelas aja gua pasti milih dia karena gua ajak kenalan doang.” Keluh Gian.
“Lagian ya, dia diperusahaan bapaknya cuma numpang nama. Gak tau malu banget dia bilang kalau half of kerjaan dia sebenernya ga dia ngerti dan dikerjain sama bawahannya. Dia dengan bangganya bilang mau buka butik because it’s her passion. Ga profesional.” Lanjut Gian membalas protes Arsila.
“Lu tuh banyak banget pet peeves-nya sih. Ribet jadi cowo. Orang tuh malah mau dikejar-kejar sama cewe. Lu malah ogah-ogahan gitu.”
“Gak. Gak. Gak. Gua ga doyan ada orang yang sebegitu terobsesi sama gua, nanti gua ga punya ruang gerak buat berkarir. Ogah sama cewe annoying begitu.”
“GIAAAAAANNNNNN!!!” Teriak Arsila frustrasi.
3 bulan selanjutnya Gian sibuk menghadiri perkenalkan-perkenalan dengan teman Arsila. Selama itu pula dia terus menolak banyak perempuan. Semakin hari komplainnya semakin banyak. Gian semakin pemilih.
Dia bahkan mulai mengomentari cara makan, cara berbusana dan cara berbicara semua kenalannya tersebut. Hal itu bahkan tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Gian mencari-cari alasan apa saja agar perkenalkan tidak berlanjut.
Sikapnya semakin mengada-ada dan sulit diatasi. Level pemilihnya sudah semakin tidak waras. Mungkin Gian sebenarnya hanya butuh dibuat jatuh cinta secara alami, tanpa dorongan-dorongan dan pertemuan settingan. Namun mengingat dia punya batas waktu agar segera menemukan pasangan, itu akan sulit. Kesimpulan yang Arsila dapatkan selama 3 bulan tersebut, Gian adalah lelaki yang sulit dibuat jatuh cinta.
Setelah berbagai protes dan amukan Arsila selama 3 bulan kebelakang. Akhirnya Arsila mengibarkan bendera putih tanda menyerah membantu Gian. Gian tidak bisa berbohong jika merasa panik, hanya 3 bulan lagi sebelum semua yang dia punya lenyap. Posisi yang dia idamkan sedari kecil tak akan lagi menjadi miliknya. Namun hati dan pikirannya tak kunjung berlabuh pada seseorang. Semakin banyak dia mengenal seseorang, semakin dia tak menginginkan pernikahan. Menghabiskan seluruh hidupnya bersama orang lain yang berpotensi mengganggu kedamaiannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
HaniHiko
Gian banyak alasan jgn" Gian belok🙊🤣
2023-01-24
0
Adelia Yuswandari
Author nya keren tau merek barang mahal
2022-08-08
0
Adelia Yuswandari
Waah keren lulusan Stanford kaya Maudy Ayunda
2022-08-08
0