Hinana menuju rooftop untuk memakan bekal makan siangnya. Sebenarnya Hinana selalu memikirkan apa yang dikatakan temannya pada dirinya. Kecewa itu yang ia rasakan, Hinana merasa kecewa karena sulit untuk mendapatkan kepercayaan diri untuk lebih terbuka. Masih ada hal yang Hinana takutkan, ia takut jika akan tersakiti lagi.
"Ahhh dinginnya sangat menyenangkan.." teriak seorang tiba-tiba dan itu membuat Hinana terkejut dan segera membereskan makannnya.
"Eh apa yang kau lakukan disini?" tanya Ren kemudian menghampiri Hinana.
"aku sedang makan, tapi aku sudah selesai. Permisi.!"
"Tunggu sebentar." Ren mencegah Hinana pergi dengan memegang tangannya.
Beberapa kemudian Hinana terjatuh saking terkejutnya, selama ini ia mencoba menghindari semua orang.
"kau tidak apa-apa?" tanya Ren dan mencoba untuk menolong Hinana yang terjatuh.
"Berhenti...!! Eh maaf, aku tidak apa-apa. Aku bisa sendiri. Maafkan aku." ucap Hinana kemudian terburu-buru pergi dari hadapannya Ren.
Ren hanya memandangi kepergiannya Hinana.
"apa tanganku kotor." gumam Ren dengan memandangi tangannya dan tertawa kecil.
Hinana kembali ke ruangannya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia masih mengingat saat Ren memegang tangannya dan saat itu Hinana menantap matanya.
"Hinana, laporanmu untuk bulan depan." Suara Emi membuyarkan lamunan Hinana.
"Baik, terimakasih." Hinana mengambil lembaran kertas tak mulai fokus kembali ke pekerjaannya.
"Oi.. Hinana kau banyak mendapat permintaan bulan ini tidakkah kau mentraktir kami?." teriak Tsubaki dari ruangannya dan mengintip Hinana.
"Eh, aku masih banyak belajar belum sehebat kalian."
"jangan pedulikan dia Hinana, di otak Tsubaki hanya ada makanan." Sahut Emi.
"baiklah ."
Emi memang senior yang paling mengerti Hinana karena Emi sudah mendengar kabar buruk tentang Hinana. Tapi ia tak begitu tertarik privasi orang lain, terlebih lagi Hinana orang yang pendiam.
Sore hari Hinana tidak berniat pulang, ia ingin main Ski di Niseko. Karena dengan main Ski bisa membuat perasaannya lebih baik, disamping itu ia baru mendapatkan bonus gajinya.
Hamparan salju yang sangat luas dengan udara yang sangat dingin terlihat indah di mata Hinana. Meskipun sudah lama tidak main Ski tapi Hinana yakin bisa melewati semuanya.
"Yoshh." ucapnya dengan penuh keyakinan kemudian mulai meluncur.
Hinana berteriak dan menikmati permainannya meskipun terjatuh berkali-kali. Tidak salah jika Hokkaido menjadi tempat pelariannya, karena ia sangat menyukai musim salju.
"ada yang jatuh pingsan cepat tolong dia." teriak seseorang kemudian berlari kearah yang sudah banyak di kerubungi orang.
Hinana hanya menengok tanpa memperdulikan dan masih terus bermain. Tapi hampir sepuluh menit Hinana masih melihat orang bergerombol di sana, hatinya tergerak untuk menolong karena jika terlalu lama di biarkan orang itu akan jatuh terkena Hipotermia.
"Permisi, permisi." Hinana melewati segerombolan orang untuk melihat apakah sudah ada yang menolongnya.
"Hah Tuan Ren." teriaknya kemudian datang menghampiri dan meminta tolong untuk membawa Ren ke tempat yang hangat.
Hinana menuggu Ren tapi ia juga bingung harus melakukan apa, karena ia tidak tahu keluarganya dan Ren hanya atasannya bekerja saja.
"kenapa aku disini.?" ucap Ren dengan memegangi kepalanya yang sakit.
"kau sudah bangun Tuan, syukurlah. Aku tak tahu harus bagaimana." Hinana kemudian menghampiri Ren dan membawakan teh hangat.
"Nana.!" panggil Ren saat melihat Hinana dan hal itu membuat tangannya menjatuhkan secangkir teh. Hinana merasa dadanya sangat sesak saat mendengar panggilan itu.
"Kau tak apa Nana?." tanya Ren sekali lagi dan mencoba untuk bangun dari tidurnya.
"kau sudah baikan? Maaf aku harus pergi."
"tunggu sebentar Nana, Aww." Ren memegangi dadanya yang masih terasa sakit dan Hinana melihatnya kemudiannya mengurungkan niatnya untuk pergi.
"kau bisa duduk kan?"
"bisa, terima kasih sudah membantuku."
"aku akan memesan teh lagi, tunggulah."
"tidak perlu Nana, tolong ambilkan tas ku saja." Ren menunjuk tasnya dan Hinana segera mengambilnya.
"terima kasih sekali lagi Nana." ucap Ren setelah meminum obatnya dan Hinana hanya mengangguk.
Hinana melihat wajah Ren yang semakin pucat ia semakin tidak tega. Meskipun ia mencoba tidak peduli dengan semua orang tapi jika melihat orang sakit Hinana tidak bisa membiarkannya.
"kalau kau merasa sakit seharusnya tidak kemari, udara sangat dingin bisa memperburuk keadaan." ucap Hinana memecah keheningan.
"terima kasih sudah menasehatiku, tapi bisakah kau melihat orang jika sedang berbicara?"
Seketika Hinana mencoba menatap wajah Ren. Jantung Hinana merasa berdetak kencang saat melihat Ren tersenyum kemudian dengan segera Hinana mengalihkan pandangannya.
"a-aku akan pergi, kau su-sudah lebih baik sekarang." ucap Hinana terbata-bata karena menahan jantungnya.
"hem hati-hati Nana." Ren tersenyum kepada Hinana dan saat Hinana melihatnya ia langsung melarikan diri.
Hinana pulang dengan menaiki Bus, ia masih tidak percaya perasaannya masih berfungsi padahal selama ini yang ia rasakan adalah sakit hati. Meskipun Ren berhasil memasuki hatinya Hinana mencoba untuk menolakknya karena tak ingin membuat lukanya bertambah besar.
Keesokan harinya seperti biasa Hinana kembali ke pekerjaannya. Hinana tak melihat Ren dari tadi pagi mungkin Ren tidak bekerja karena kecelakaan kemarin. Tapi sudahlah Hinana tak ingin memperdulikan itu yang terpenting ia sudah menolongnya.
"Nana..." panggil Ren kemudian menghampiri meja Hinana dan semua karyawan melihatnya.
"Hah Nana.?" ucap Tsubaki terkejut dan menggaruk kepalanya.
"ucapan terima kasih yang pantas untukmu." Ren membawakan bingkisan dan diberikan kepada Hinana.
"tidak perlu, aku tidak membutuhkannya." tolak Hinana dan memberekan barang-barangnya.
"apa kau tak suka hadiah?, menurutku itu hal pantas untuk berterima kasih."
"ku bilang tidak perlu, permisi aku pergi dulu." Hinana berlari segera pergi dari kantor.
"ada apa dengannya? Bukankah sangat sombong menolak pemberian tuan Ren." ucap salah seorang karyawan.
"kau benar, aku kira Hinana orangnya baik ternyata hanya cover saja."
Ren tak pikir panjang dan berusaha untuk mengejar Hinana meskipun ia rasa sudah jauh. Dan benar Hinana sudah pulang naik taksi dengan rasa kecewa Ren kembali ke kantornya.
"ada apa sebenarnya Ren?" tanya Emi dengan membereskan barangnya.
"tidak ada, hati-hati jika pulang."
"Hinana orang yang sangat pendiam, jika kau hanya main-main lebih baik jangan mengejarnya."
"apa aku terlihat seperti pemain wanita?" tanya Ren dengan tawa kecilnya sehingga membuat Emi juga ikut tertawa.
Ren memang tidak masuk kerja hari ini, tapi ia menyempatkan untuk ke kantor melihat email pekerjaannya dan menunggu kakaknya akan datang dari Paris.
Seperti biasa Hinana akan pergi ke tempat Ski. Tapi sesampai di sana sedang turun salju dan tidak memungkinkan untuk bermain.
Hinana memutuskan pulang dengan menaiki bus, saat salju sedang turun ada sebuah payung yang mendarat tepat di kepala Hinana.
"Eh, Terima Kasih." kata Hinana saat ada seseorang yang memberikan payung padanya.
Seorang laki-laki itu hanya tersenyum kemudian pergi.
Hinana merasa laki-laki itu sangat familiar tapi entahlah dimana ia bertemu, dan Hinana tampak tidak memperdulikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Suherni 123
serasa nonton drama 🤭
2023-09-22
0