Naysila, telah pergi. Hanya meninggalkan sepucuk surat penuh tanda tanya untuk Andre.
Kamu pergi kemana, Naysila? Apa ke kampung halaman Ayahmu, atau... pergi mencari ibumu? Keberadaanmu begitu samar, kini! Nay, Nay... Andaikan saja aku lebih dewasa. Andaikan saja kita sudah tamat SMA... Aku pasti akan melamarmu untuk jadi istriku. Nay... Naysila! Kembalilah! Kembalilah! Aku menunggumu, Nay! Akan selalu menunggumu!
Andre benar-benar tak tahu harus berbuat apa lagi.
Ia mengetuk rumah semua tetangga Naysila, menanyakan kemungkinan mereka mengetahui alamat lengkap kampung Ayahnya di Cilamaya.
Bahkan Andre juga mendatangi rumah Ketua Rukun Tetangga. Berharap sang ketua mengetahui domisili Naysila sekarang maupun di kampung.
Ternyata tak ada satupun yang mengetahui.
Ketika Ayahnya wafat dua hari lalu, tak ada tetangga yang ikut mengantar karena memang selain hanya mobil ambulan saja yang cukup dua orang. Yakni Naysila serta pamannya yang juga diyakini yang telah menjemput Naysila.
Andre bertekad, hari sabtu sepulang sekolah akan pergi ke kota Cilamaya. Mencari pasar-pasar yang siapa tahu disalah satunya ada tempat berjualan nasi milik bibinya.
Ia ingat cerita Naysila kemarin siang. Perihal akan pindah sekolah di kampung sembari membantu bibinya berdagang nasi.
.....
Andre pulang ke rumah dengan langkah gontai di pukul delapan malam.
Rupanya Shernita sedang menunggunya di teras rumah.
"Ck ck ck... Anak bujang sekolahnya sangat rajin! Sepertinya sangat takut gedung sekolahnya runtuh jika tak ditunggui sampai jam segini!" pujinya dengan bahasa hiperbola yang sinis.
Andre terus melangkah. Tak peduli sindiran sang Ibu Tiri yang ada di depan mata.
"Hei, kunyuk! Pandai kau mengambil hati orang! Setelah uang lima belas juta kau dapat, dengan santainya kau melenggang!" bisik Shernita tepat di telinga kiri Andre.
"Apa maumu?" Kini Andre menantang Shernita.
"Ya pertanggungjawaban lah!"
"Kata Cecil, malam minggu besok! Apa kau juga mau jadwal yang sama? Atau... kita main bertiga?"
Merah padam wajah Shernita. Ternyata Cecil dan Andre sudah mencapai kesepakatan. Membuatnya segera menutup mulut dengan satu telapak tangannya.
"Anak sinting!!!"
Andre tak menggubris makian Shernita.
Langkahnya makin cepat memasuki ruangan ke dalam rumah.
"Hei! Beraninya,..."
Shernita tak berani melanjutkan umpatannya. Rupanya Jaya Wiguna berada di depan pintu kamar dengan handuk kecil sembari mengusap-usap rambut.
"Sudah selesai mandinya, Pa?"
"Sudah, Ma!"
"Hhh... Ada ya anak sekolah SMA jam segini baru pulang!" Shernita mulai mengadukan kelakuan Andre pada Papanya.
"Biarlah! Yang penting nilai sekolahnya tetap terbaik!"
Tentu saja Shernita jengkel mendengar jawaban Jaya Wiguna.
"Bukan hanya nilai yang terpenting. Tapi juga adab sopan santun pada orangtua, harus seimbang! Minimal beritahu kalau pulang terlambat. Apalagi ini sudah malam, Pa! Sudah tidak ada kegiatan di sekolah pastinya!"
"Andre ada tanding basket, Ma! Tadi gurunya juga memberitahukan Papa via chat!"
"Gurunya? Yang mana? Yang mantan pacar Papa di sekolah dulu itu ya? Mau apa dia chat Papa? Ngajakin PDKT? Ngajak ketemuan, cinlok again, terus... bisa nikah siri dan,"
"Stop over thinkings, Sayang!"
Jaya langsung menarik tubuh Shernita masuk kedalam kamar mereka yang masih berantakan setelah adegan part pertama tadi.
Begitulah mereka. Selalu hot di dalam kamar meskipun pedas di luar ruangan.
Shernita memang mengakui kehebatan Jaya Wiguna dalam memberinya kepuasan.
Hanya pergaulan yang salah, yang ingin dianggap sebagai wanita sosialita dilingkungan borjunya. Membuatnya mencoba-coba gaya dan lelaki lain.
Sejujurnya Shernita mengakui, Jaya Wiguna adalah yang terbaik. Masalah keuangan, masalah pelayanan dan kasih sayang, tak ada tanding.
Hanya saja, ia merasa kesepian karena selalu ditinggalkan di saat-saat butuh belaian Jaya.
Ditambah lagi Shernita yang memang memiliki karakter suka hura-hura dan tak pedulikan masa depan lebih baik, justru tak ambil pusing pada kelakuan minimnya. Padahal umur semakin hari semakin banyak.
.......
Andre sudah menyiapkan rencana untuk menjerat Shernita.
Hati yang kecewa membuatnya lebih gahar dan butuh tempat untuk pelampiasan amarahnya.
Pengorbanannya sia-sia.
Ia sampai menjatuhkan harga diri menchat tante girang demi mendapatkan uang lima belas juta rupiah untuk menambah tabungannya guna menolong Naysila.
Tetapi gadis itu telah pergi tanpa menoleh lagi.
Kini Andre hanya duduk mematung dengan mata menatap kosong ke arah tumpukan uang kertas seratus ribuan di atas ranjang.
Uang tujuh puluh juta itu kini tak berharga di matanya.
Percuma uangnya banyak, tapi Naysila telah lenyap. Andre hanya bisa menghela nafas.
Ratusan chat dari Wirda tak digubrisnya. Panggilan telepon dan Video Call dari Bianca juga tak ia ladeni.
Otaknya sedang oleng. Ia hanya inginkan Naysila saat ini.
Senyum manis gadis itu, tawa renyahnya, dan semua kelembutan hatinya... tergambar jelas di memori ingatan Andre.
Membuat pemuda itu hanya bisa menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur springbed empuk dengan posisi telungkup.
Beberapa gepok uangnya sampai jatuh ke lantai, namun tidak Andre pedulikan. Hanya tatapan kosong sepintas lalu kemudian cuek tak dihiraukan.
Cinta telah melemahkan hati dan jiwanya. Juga seluruh tubuh persendiannya.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments