BAB 3

"Jadi, lo punya kenalan kating di sini?" tanya Kia ketika kami sedang makan istirahat di kantin kampus.

Aku menggeleng. "Nggak ... gue nggak kenal sama cowok itu."

"Tapi, tadi katanya lo temen dia."

"Dia itu cuma modus tahu! Gue udah tahu rencana cowok fuckboy kayak gitu," kilahku sambil memasang tampang serius.

"Sok tahu lo. Tadi katanya nggak kenal? Tapi kok itu bisa tahu dia fuckboy dari mana?"

"Dari wajahnya." Aku nyengir.

Ketika sedang asyik mengunyah, tiba-tiba hal yang tak kuharapkan terjadi. Cowok itu duduk begitu saja tanpa permisi di sampingku.

"Gue boleh duduk di sini?" tanyanya.

Kia menatapku seolah meminta pendapatku. Padahal tanpa izin dariku pun cowok itu sudah duduk dengan sendirinya.

"Ngapain minta izin ke kita. Kan elo yang Kakak tingkat di sini," cetusku dengan malas.

Kia berbisik padaku. "Kok lo ngomong gitu ke kating? Nanti kalau dia nyuruh kita macam-macam gimana?"

"Udah, deh. Lo tenang aja. Dia nggak bakal berani macam-macam sama kita," jawabku dengan suara tak kalah rendahnya.

"Elo galak juga, ya," godanya. Alih-alih membuatku tersipu malu. Ia justru membuatku makin kesal. "Oh, ya. Lo ngambil fakultas apa?" tanyanya padaku. Aku terus mengunyah tak mempedulikan pertanyaannya.

"Raefal, ngapain lo di sini sama adik tingkat? Ayo gabung sama kita." Aku mendongak pada si pemilik suara dingin dan tajam. Seraut wajah putih dan dingin, lebih mirip cewek bule daripada orang Indonesia asli dengan matanya yang dalam, hidung yang mancung, dan bibir merah merekah. Rambut sebahu membingkai wajahnya dengan rapi, menambah kesan efisien dan praktis pada wajah cantik itu. Cewek yang tadi memanggil cowok genit itu di lapangan. Di belakangnya berdiri beberapa orang yang berorganisasi sama. Sepertinya wajah cewek itu tak asing bagiku. Sesaat aku berpikir untuk mengingat apakah aku pernah bertemu dengannya.

Astaga, dia kan cewek sombong penghuni kosan nomor 2.

Baru saja cowok genit itu membuka mulut hendak bicara, namun tangannya keburu ditarik. Ia pun mau tidak mau menurutinya. Mereka pun pergi ke arah meja yang letaknya cukup jauh dari meja tempatku dan Kia makan.

Kulihat sekilas cowok itu terus melayangkan pandangannya padaku. Aku pun balik menatapnya--bukan untuk melihat cowok itu, tetapi karena sosok nenek tua itu ada lagi di belakangnya. Ya ampun ... itu nenek-nenek centil amat ngikutin yang daun muda. Asal kau tahu, pada siang hari mereka jarang sekali menampakkan diri di tempat yang terang. Bahkan tidak ada sama sekali. Hari ini aku hanya melihat sosok nenek tua itu di kampus ini.

"Kayaknya Kating itu suka sama lo, deh." Kia membuyarkan lamunanku.

"Nggak mungkin." Aku menyangkalnya.

"Kok nggak mungkin?"

"Secara kan kita nggak saling kenal. Mana mungkin dia langsung suka sama gue, kecuali ..." Aku berhenti sejenak. "Kalau dia itu emang seorang playboy yang gampang jatuh cinta sama banyak cewek."

"Elo kok yakin banget, sih, kalau dia playboy?"

"Lo liat aja mukanya." Aku mengangkat dagu pengganti tangan untuk menunjuknya. "Muka fuckboy banget, kan?"

Kia langsung mengalihkan pandangannya ke cowok itu. "Ganteng gitu kok dibilang fuckboy?"

"Justru rata-rata cowok fuckboy itu ganteng. Kan mereka memanfaatkan wajahnya itu untuk menipu wanita."

Kia manggut-manggut setuju dengan pendapatku. Padahal aku hanya asal bicara. Karena aku memang nggak suka sama cowok itu. Nggak tahu kenapa, pokoknya nggak suka aja. Titik!

***

Sekarang adalah hari kedua ospek, kuharap bisa berjalan lancar seperti hari kemarin. Namun, aku salah. Cuaca mendadak berubah. Dari cerah menjadi mendung. Dan kami pun dikumpulkan pada masing-masing fakultas. Suasana kampus terlihat lebih mencekam dari kemarin, mungkin disebabkan oleh langit yang menghitam. Namun, tetap seru karena di dalam fakultas manajemen kami yang dipimpin oleh organisasi yang bernama Himas, mengajak kami semua untuk bermain game dan saling berkenalan satu sama lain di bawah penerangan lampu ruangan.

Aku sedikit risih karena Raefal si cowok genit itu terus memandang ke arahku, walaupun sesekali, sih. Tetap saja aku merasa tak enak, karena cewek yang berdiri di sampingnya juga ikut memandangku dengan tatapan sinis gegara si Raefal menatapku. Kupastikan cewek itu suka sama cowok genit yang berdiri di sampingnya itu. Cewek itu seperti si nenek tua yang terus mengekori si Raefal.

"Via, gue pengen buang air kecil, nih. Antar gue ke toilet, yuk," pinta Kia.

Aku mengangguk. "Tapi, kita minta izin dulu ke kating."

Kita berdua pun menghampiri salah satu kating dan meminta izin. Setelah mendapatkan izin kita langsung meluncur ke toilet.

Fakultas kami lumayan luas, ada beberapa ruang kelas di sini. Sebagian sudah diisi oleh kegiatan ospek.

Toilet di fakultas ini dibagi menjadi dua, toilet perempuan di sebelah kanan. Dan laki-laki di sebelah kiri. Di dalamnya lumayan bagus dan besar, ada empat pintu toilet. Cermin lebar membentang di dinding dihiasi empat buah wastafel.

"Lo tunggu di sini, ya. Jangan ninggalin gue!" pintanya.

"Iya."

Setelah berkata begitu, Kia masuk. Aku mencuci wajah. Saat menatap cermin, tiba-tiba sosok seorang wanita berdiri tepat di sampingku. Jaraknya sekitar 5 cm dari tempatku berdiri. Aku menelan ludah. Wanita itu mengenakan gaun berwarna putih berwarna kusam selutut. Wajahnya sangat pucat dengan bibir biru, dan di sekitar matanya berwarna hitam.

"Kau bisa melihatku?" tanyanya.

Deg!

Aku diam mematung, tidak ada dari 'mereka' selain Indrika yang bisa berkomunikasi denganku--itu pun hanya lewat mimpi atau tulisan-tulisan. Tetapi dia ... dia berbicara langsung padaku. Aku tertegun menatap cermin. Tubuhku gemetar. Wanita itu masih menatapku. Ini pertama kalinya aku berhadapan dengan situasi seperti ini. Karena biasanya mereka hanya berkeliaran di sekitarku tanpa mengindahkan diriku, meskipun mereka menyadari bahwa aku bisa melihat. Namun, mereka hanya menatap dan mengikutiku saja sampai rasa penasaran mereka hilang.

"Benar kan kau bisa melihatku?" tanyanya lagi. Entah sejak kapan ia sudah berdiri di atas wastafel yang ada di depanku.

"Via!" Kia menyentuh pundakku. Tentu saja itu membuatku terkejut.

"Elo nggak pa-pa, kan? Kok muka lo tegang gitu?" tanya Kia yang heran melihatku tak bergeming.

"Gue ... gue nggak pa-pa. Kita langsung balik, ya." Aku menarik lengan Kia untuk keluar dari toilet dengan cepat.

Kurasakan tatapan tajam menusuk punggungku. Tanpa menoleh, aku tahu bahwa sosok itu masih menatapku dari toilet.

Sial, aku tak ingin berurusan lagi dengan mereka. Aku hanya ingin kehidupanku kali ini berjalan dengan normal. Tanpa harus melibatkan makhluk seperti itu--lagi.

"Jalannya pelan-pelan aja napa," celoteh Kia sambil berusaha menyeimbangkan langkah kakiku yang cepat.

"Nggak pa-pa. Takut kita kelamaan." Aku terpaksa berbohong karena tak ingin ada orang yang tahu kemampuanku. Aku takut disangka aneh dan dijauhi seperti Tara.

Akhirnya kami sampai di kelas. Suasana yang ramai dapat sedikit menenangkanku. Tubuhku terasa dingin saat memasuki kelas, wajar saja karena ruangan ini dilengkapi dengan AC. Dan tubuhku sepanjang perjalanan menuju kelas, mengeluarkan keringat. Kuatur napas sebisa mungkin agar terlihat tenang.

Raefal yang melihatku datang langsung menghampiri. "Hei, lo dari mana aja?" tanyanya.

Aku berdecak lidah. Kenapa, sih, ini cowok terus-terusan menggangguku.

"Gue mau tanya satu hal sama lo," kataku sambil melipat kedua tangan. "Kenapa, sih, elo kok dekat-dekat sama gue terus? Padahal kita nggak saling kenal?"

"Mmm ... kenapa, ya?" gumamnya. "Mungkin karena gue tertarik sama lo," godanya.

"Emang lo pikir gue magnet?" cibirku.

"Gue serius!" katanya sambil menatapku. Ekspresi wajahnya berubah serius.

Untuk sesaat aku terhipnotis oleh tatapan matanya tajam. Buru-buru aku tersadar bahwa di hatiku sampai kapan pun hanya ada Leo seorang.

"Sebaiknya lo nggak usah dekat-dekat gue lagi," saranku.

Ia mengangkat kedua alisnya. "Kenapa? Lo udah punya cowok?"

"Kalau iya emang kenapa?"

Raefal terdiam mendengar jawabanku. Mungkin dengan kujawab seperti itu, ia tak akan menggangguku lagi. Terlebih karena kating cewek yang suka mengintilnya, ia selalu memandang sinis jika Raefal menghampirku.

*bab ini sudah direvisi

Terpopuler

Comments

Naya Kunaya

Naya Kunaya

ga ngerasain namanya kuliah😭😭😭padahal ortuku mampu, alasanya perempuan mah paling kr dapur😭😭😭

2021-06-15

0

sayang

sayang

kutunggu kelanjutannya thor😊😊

2020-04-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!