"Thanks, ya," ujarku saat kami sampai di kosan.
"Elo ngekos di sini?" tanyanya sambil melayangkan pandangan ke arah kos-kosanku
"Iya," jawabku singkat sambil berusaha turun dari motor dengan hati-hati. Tapi, saat akan meletakkan kembali barang-barangku ke tanah untuk membuka ikat tali helm. Tiba-tiba saja cowok itu mengulurkan lengannya ke daguku. Sontak saja itu membuatku sedikit terkejut.
"Sini, biar gue yang lepas. Lo pasti bakal ribet kalau harus angkat lagi barang-barang lo itu," ujarnya. Sesaat mata kami pun bertemu. Kenapa matanya terasa sangat tak asing bagiku. Namun, aku langsung tersadar saat dia selesai melepaskan helm itu dari kepalaku.
"Gue boleh dong sekali-kali main ke si-"
"Nggak boleh," potongku cepat. Sudah kuduga, cowok ini pasti punya niat lain. Zaman sekarang mana ada cowok yang bantu cewek tanpa minta imbalannya.
"Kenapa? Ini kan kos-kosan bebas."
"Iya, tapi di sini nggak boleh bawa cowok sembarangan," kataku dengan tegas
"Gue kan bukan cowok sembarangan. Gue cowok baik-baik."
"Cowok baik-baik itu nggak genit sama cewek yang nggak dikenal," ketusku, berharap ia segera pergi dari sini.
"Genit? Gue nggak genit. Gue cuma mau dekat aja sama lo."
Tuh kan niat buluknya kelihatan. Dasar cowok tampang playboy. "Sori, tapi kita nggak saling kenal. Untuk apa harus dekat?"
"Makanya kita kenalan dulu dong." Ia mengulurkan tangannya. "Nama gue Raefal."
Aku hanya menatapnya tanpa menyambut uluran tangannya. "Sori tangan gue sibuk," alasanku.
Memang benar kan kedua tanganku sibuk memegangi barang-barang yang tadi kubeli.
Ia terkekeh. "Kalau gitu, gue pulang, ya."
"Ya, udah sana. Ngapain pamit." Ingin kulontarkan kata-kata itu, namun mengurungkan kembali.
Karena bagaimanapun juga ia sudah menolongku dengan mengantarku pulang. Tapi semua itu salah dia juga kan.
"Semoga kita bisa bertemu lagi."
Jangan sampai, deh. Siapa juga yang mau ketemu lagi sama cowok genit kayak gitu. Cowok itu pun melajukan motornya.
Setelah kepergiannya, aku langsung menuju kamarku. Dengan susah payah aku naik tangga sambil membawa barang-barang keparat ini.
Aku berpapasan wajah dengan gadis penghuni kamar nomor 2. Ia terlihat rapi sekali, semerbak wangi parfum yang menyengat tercium oleh hidungku.
"Hai, gue penghuni baru di kamar nomor 3." Aku tetap mencoba untuk bersikap baik. Meskipun wajahnya terlihat angkuh, siapa tahu kalau udah kenal kami bisa akrab.
Namun, ia tak menjawabku. Ia justru pergi begitu saja melewatiku seolah aku makhluk tak kasat mata. Sabar, Via ... sabar. Aku mencoba menenangkan diri. Cewek sombong kayak gitu nggak usah didekati. Masih banyak penghuni kos lain yang bisa diajak berteman.
***
Hari semakin sore, sebentar lagi pekerjaanku selesai. Setelah selesai beres-beres, nanti langsung nyari makan ke jalan. Karena Ibu bilang sebaiknya perlengkapan memasak tak usah. Lebih baik beli ke warung-warung makan--sebenarnya alasan utamanya aku belum bisa memasak sendiri. Yang ada di kosan hanya magic com untuk memasak nasi saja.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Aku pun membukakan pintu, hingga menampilkan sosok gadis yang memiliki seraut wajah yang cantik. Sepasang mata yang lebar dan bersinar-sinar cerdik, hidung mungil dan mancung, bibir kecil menghiasi wajahnya.
"Hai." Ia melambaikan tangannya.
"Hai juga," jawabku sedikit bingung.
Ia mengulurkan tangan kanannya. "Gue Kia. Penghuni kos baru di sini, di kamar nomor 4. Kita tetanggaan," senyumnya.
Aku menjabat tangannya. "Gue Livia. Panggil aja Via. Gue juga sama kok penghuni baru di sini. Baru datang kemarin. Masuk dulu, yuk sini." Aku mempersilakannya masuk.
"Sori, masih agak sedikit berantakan. Baru diberesin tadi."
"Gue ganggu elo, dong?" katanya sembari duduk di lantai yang sudah beralaskan karpet bulu. Untung saja aku Ibu sudah membelikanku. Setidaknya tidak malu-malu amat menyuruh tamu duduk di lantai.
Aku menggeleng. "Nggak kok. Santai aja. Gue ambil minum dulu, ya."
"Eh, nggak usah. Gue cuma mau kasih makanan aja ke elo. Kata orang tua dulu, sih. Kalau punya tetangga baru sebaiknya mengantarkan makanan atau apa untuk silaturahmi." Ia memberikanku sebuah rantang bertutup rapat yang sedari tadi dipegangnya.
"Ya, ampun. Nggak usah repot-repot. Tapi, kebetulan sih gue lagi lapar. Jadi gue terima aja, ya," candaku.
Kia pun tertawa. "Elo orangnya gampang akrab sama orang, ya. Kayaknya kita bakal betah deh tetanggaan kamar."
"Semoga aja. Tapi, kenapa harus antar makanannya ke gue?"
"Karena kan elo yang paling dekat sama kamar gue. Kamar nomor 5 kan masih kosong," jelasnya.
"Iya juga, ya."
"Elo ngekos di sini karena kuliah atau kerja?"
"Gue calon mahasiswa tahun ini. Kebetulan kampusnya dekat di daerah sini."
"Jangan bilang kalau lo juga daftar di Universitas Mentari?" tanyanya.
Aku mengangguk. Kia terlihat senang melihat jawabanku. "Kebetulan kalau gitu. Kita satu kampus. Gue juga calon mahasiswa baru di sana."
"Oh, ya? Lo mau ambil fakultas apa?"
"Manajemen."
Aku membulatkan mata. "Sama dong. Kebetulan yang tidak disengaja."
Kita berdua pun akhirnya ngobrol panjang lebar. Saling bercerita tentang diri masing-masing--meskipun dari tadi yang paling banyak bicara adalah Kia. Aku senang dalam waktu singkat berada di lingkungan baru, bisa dapat teman. Kuharap kali ini teman sungguhan. Bukan teman seperti yang dulu.
"Eh, udah sore banget, nih. Kayaknya gue harus balik ke kamar."
"Iya ... daaahh."
Usai begitu, ia pun bangun dan bergegas pergi. Suasana kembali hening setelah kepergian Kia.
***
Hari ini aku sudah bersiap-siap mengenakan kemeja putih dan rok hitam untuk kegiatan ospek pertama. Aku mengikat rambut gaya kuncir kuda. Lebih simpel.
"Via." Kudengar suara Kia memanggilku dari luar.
"Iya bentar," sahutku. Tinggal merapikan tas yang berisi barang-barang yang harus dibawa saat ospek.
"Yuk," kataku ketika aku berada di luar.
Kita berdua pergi ke kampus jalan kaki, karena memang jaraknya dekat dan terjangkau. Kan lumayan untuk menghemat uang jajan. Meskipun Ibu tak akan keberatan jika aku meminta uang lagi, namun aku ingin belajar mandiri.
Sesampainya di kampus, namanya kampus pasti gedungnya besar dan bertingkat. Banyak mahasiswa baru yang mengenakan seragam sama dengan kami. Bedanya mereka saling bergerombol. Sedangkan aku ... hanya berdua dengan Kia.
Kampus kami dikelilingi oleh deretan warung pingir jalan yang memiliki nama-nama heboh dan keren. Ada Bakmi Supergila (tidak ada yang tahu apa maksudnya, apakah si tukang bakmi jebolan rumah sakit jiwa ataukah saking enaknya si bakmi, orang yang makan jadi gila), warung roti bakar Tungku Neraka (menurutku ini ada hubungannya dengan kipas angin yang rusak), warung ayam goreng Sarang Penyamun (kalau yang ini, sudah pasti karena pelanggannya bertampang residivis semua), dan masih banyak lagi.
"Wajahnya nggak ada yang gue kenal," ujar Kia tiba-tiba. Pandangan matanya masih menatap ke sekeliling kampus.
"Apalagi gue," timpalku.
"Perhatian ... untuk semua calon mahasiswa semester baru untuk segera berkumpul di lapangan utama." Sebuah suara terdengar dari sistem audio paging kampus.
Semua orang pun berhamburan menuju lapangan utama yang letaknya berada di depan kampus dekat dengan gerbang.
Kebetulan aku dan Kia mendapat barisan kedua dari depan. Para kakak tingkat, atau biasa disebut kating yang akan mengospek kami sudah berdiri di depan. Mereka adalah anggota BEM, organisasi dengan tingkatan yang paling tinggi.
Hari pertama ospek semua fakultas disatukan, sedangkan untuk dua hari ke depan ospek dipisah sesuai masing-masing fakultas. Dan tempatnya pun di masing-masing fakultas juga.
Kulayangkan pandangan satu per satu ke arah para kating yang berdiri di depan. Sampai akhirnya pandangan mataku menangkap sosok cowok yang sepertinya kukenali. Aku membulatkan mata setelah ingat wajah cowok itu ... cowok yang kemarin mendorongku. Sial, ternyata dia kating di kampus ini? Seorang Himas lagi--terlihat dari blazer yang dikenakannya. Itu artinya dia juga berada di fakultas manajemen, dong?
OMG, dia melihat ke arahku, aku langsung menundukkan kepala tak berani melihatnya. Semoga saja dia tidak mengenaliku. Gawat kalau sampai dia sadar, karena sikapku yang kemarin tak sopan padanya. Bisa-bisa aku dimarahi habis-habisan di sini. Atau bahkan dia akan menjahiliku.
"Ternyata benar, ya. Elo!" Kudengar sebuah berasal dari depanku. Aku mendongak dan mendapati cowok itu yang sudah berdiri di depanku.
"Hai." Ia menyunggingkan senyuman. Aku masih diam. Kembali menundukkan kepala.
"Kenapa nunduk terus?" tanyanya. Lalu ia mengintip ke bawah wajahku yang ditekuk. "Lagi nyari uang jatuh?"
Hening sekejap.
"Gue minta maaf," kataku tiba-tiba.
Ia mengkerutkan dahinya. "Minta maaf kenapa?"
Aku mendongak untuk menatapnya lagi. "Karena kemarin gue udah ngomong nggak sopan sama lo."
Ia tertawa. "Santai aja kali. Kok lo tegang banget? Lo takut gue balas dendam karena gue kating di sini?" katanya sambil menatapku dengan tatapan seolah mengejek. "Elo tenang aja. Gue bukan jenis kating yang bersikap seenaknya sama adik tingkat."
"Raefal!" Suara seseorang memanggil namanya. Mataku ikut melirik ke arah wanita itu, ia juga mengenakan blazer yang sama dengan cowok yang ada dihadapanku ini.
Wanita itu pun menghampiri kami. "Elo kenal sama anak ini?" tanyanya sambil menatapku dengan tatapan sinis.
"Iya, dia teman gue."
Apa? Teman? Sejak kapan? Kenal aja nggak. Gerutuku dalam hati. Cowok ini benar-benar sok kenal banget.
"Oh ... elo dicari sama Pak Gendut, tuh."
"Iya, nanti gue ke sana. Elo duluan aja." Setelah berkata begitu. Wanita itu pun pergi meninggalkan kami.
Cowok genit itu mendekatkan wajahnya di telingaku. Lalu berbisik. "Kayaknya kita bakal sering ketemu," cengirnya.
Sialan nih cowok. Beraninya dekat denganku dengan jarak sedekat ini.
"Sampai jumpa lagi." Ia melambaikan tangannya.
Dasar cowok genit. Sok kenal dan sok dekat banget. Cowok model begitu sudah kelihatan jelas bahwa dia benar seorang playboy. Suka modusin banyak cewek. Itu sebabnya saat pertama kali bertemu dengannya pun, aku langsung tidak menyukainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
redrose
hmmmm seru crtany... sy syuka.... syuka..... semoga raefal syng bgt m via.. y
2021-02-28
0
Emy
Jangan2 Rafael reinkarnasi Leo 😅😅
2020-12-13
3
Emy
Jangan2 Rafael reinkarnasi Leo 😅
2020-12-13
0