4.

Berkas berkas menumpuk di meja Alina. Wanita itu tampak sibuk dengan dokumen yang ada di tangannya sesekali beralih dengan laptop yang menyala di hadapannya.

Kacamata yang Alina gunakan membuat wanita itu terlihat sedikit feminim. Ponsel wanita itu menyala. Ponsel yang baru saja ia beli tampak lebih mewah dari pada sebelumnya.

Sebuah pesan masuk mengalihkan perhatian Alina sejenak. Alina hanya melirik saja saat melihat pesan yang menurutnya tidak terlalu penting itu.

Alis Alina bertaut seketika saat melihat sebuah kejanggalan di dalam dokumen yang ia terima. Ada penggelapan dana lagi di perusahaannya. Sial! Bagaimana bisa dia kecolongan lagi.

Bukankah waktu itu Alina sudah memecat bagian keuangan yang sudah melakukan penggelapan dana. Dan sekarang sudah berada di balik jeruji besi. Seluruh dana yang ia ambil harus di kembalikan seratus persen.

"Siapa lagi ini" gumam Alina kesal.

Jam bergulir setiap saat. Detik demi detik berlalu. Tanpa butuh waktu lama Alina sudah menemukan siapa biang keladi dari aksi ini.

Tidak akan ada pengampunan bagi orang yang berani bermain main dengan dirinya. Alina mematikan laptopnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Satu hari lagi. Silahkan nikmati uang yang kau ambil. Besok kau harus mengembalikannya pada perusahaan" ucap Alina sambil memainkan kuku manis nya yang ia cat dengan warna merah menyala.

Alina melirik jam yang melingkar indah di pergelangan tangannya. Sudah malam. Bahkan dia melupakan makannya. Alina beranjak dan tujuannya sekarang adalah salah satu restaurant untuk makan terlebih dahulu.

Alina menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang. Malam ini sungguh padat jalanan kota. Lampu lampu kota yang menghiasi trotoar sudah menyala. Beberapa remaja duduk bersama di kursi yang di siapkan di atas trotoar sambil menatap ke arah jalanan.

Beberapa menit kemudian dia sampai di restaurant mewah yang biasanya hanya di kunjungi oleh kalangan menengah ke atas. Cukup ramai di jam segini.

Alina mendorong pintu kaca restaurant itu. Tampak semua tempat duduk sudah penuh. Alina tampak bingung. Haruskah dia berpindah restaurant? Oh astaga tubuhnya sudah sangat lelah.

"Hai" sapa seorang pria di sampingnya. Alina menoleh. Alisnya saling bertaut dan dahinya mengernyit.

"Ansel"

"Kau mengingatku rupanya" ucap Ansel

"Tentu saja. Wajahmu yang membuat orang kesal saat melihatnya tidak akan pernah di lupakan" ucap Alina ketus

"Kau tidak punya tempat duduk" tanya Ansel

Alina hanya meliriknya saja. Percuma baginya berbicara dengan pria seperti dia. Hanya membuang waktunya saja.

"Lebih baik kita ke ruanganku" ajak Ansel

"Gak perlu" ucap Alina dan hendak berbalik keluar dari restaurant itu. Dengan gesit tangan Ansel langsung menarik tangan Alina hingga wanita itu langsung masuk ke dalam pelukannya.

"Lapaskan" ucap Alina dengan mata tajam

"Ikut aku!!" titah Ansel tak kalah dingin

"Gak akan" Alina memberontak dalam pelukan Ansel

Ansel langsung menggendong tubuh Alina dan membawa ke ruang VIP yang dia sewa untuk makan malam.

"Lepaskan Ansel" ucap Alina penuh penekanan

Ansel melangkah satu persatu menaiki anak tangga. Pria itu membawa Alina masuk ke ruangannya. Setelah berada di ruang VIP Ansel langsung menurunkan tubuh Alina yang sedari tadi memberontak.

"Malas sekali berurusan dengan pria sepertimu" ucap Alina dengan menunjuk Ansel

Alina berjalan menuju pintu namun kalah cepat pria itu langsung mengunci pintu karena memang posisinya lebih dekat.

"Berikan accsess card itu" pinta Alina dengan bersedekap dada

"Ambil jika mampu" ucap Ansel dan mematahkan kartu akses itu.

Alina menggeram kesal. Dasar pria gak ada otak. Jika dia mematahkan kartu akses itu lalu bagaimana mereka akan keluar.

"Dasar pria gila" umpat Alina dan duduk dengan kasar di kursi. Perutnya yang lapar menuntutnya memakan makanan yang sudah tersedia disana.

Ansel duduk di hadapan Alina dan ikut makan hingga selesai. Suasana hanya hening tanpa ada pembicaraan apapun.

"Lalu sekarang bagaimana" tanya Alina kesal

"Tidur. Disini ada tempat tidur juga. Jangan khawatir" ucap Ansel santai dan masuk ke kamar yang tersedia disana.

"Ansel gila!!" teriak Alina. Ansel hanya diam tak membalas. Biarkan wanita itu berteriak sepuasnya. Ruangan ini kedap suara dan tidak akan ada orang yang bisa mendengar obrolan mereka.

Alina mencari ponselnya yang ada di dalam tas. Namun tiba tiba ponsel itu hilang. Dia yakin sekali jika dirinya tadi menyimpannya di dalam tas. Alina bersedekap dada dengan kesal. Siapa lagi jika bukan ulah Ansel.

Terpopuler

Comments

Robikah Robikah

Robikah Robikah

seru

2022-10-07

1

⃝𝖒𝖎𝖘𝖘.𝖓𝖎𝖓𝖆এ⑅⃝ᵃᵘˡᶦᵃⁿ

⃝𝖒𝖎𝖘𝖘.𝖓𝖎𝖓𝖆এ⑅⃝ᵃᵘˡᶦᵃⁿ

semangat ka

2022-06-05

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!