JIAN QING

Duan Qing menghela nafas dalam dalam untuk mengurangi kegugupannya. Ia rasa jika dibiarkan ibunya salah paham seperti ini, ayah dan ibunya tidak akan percaya apa yang akan dikatakannya nanti. Mungkin ia akan disangka gila oleh mereka.

"Ibu, dengerin aku dulu." ujar Duan Qing dengan keras ketika melihat Su Xi masih tidak mendengarnya.

Su Xi langsung terdiam ketika mendengar suara keras putrinya. Lalu ia bahagia, beginilah sikap putri mereka yang sebenarnya. Ia pikir putrinya bersikap baik padanya karena ia akan segera mati. Karena itulah ia pikir ada yang salah dengan kondisi putrinya setelah ia bangun.

"Ibu, aku mengatakan yang sebenarnya kalau aku memang bukan putri ibu. Tubuh ini memang milik Duan Qing tapi jiwanya milik orang lain."

"Bagaimana bisa?" jawab Duan Ye dengan pelan. Sedangkan Su Xi, ia terdiam karena syok dengan apa yang dikatakan Duan Qing.

"Terus bagaimana dengan Qing er?" ujar Su Xi dengan cemas.

"Maaf nyonya Duan, Duan Qing sudah meninggal dan aku yang sekarang menempati tubuhnya." ujar Duan Qing dengan pelan. Sambil menundukkan kepalanya, Duan Qing entah bagaimana merasa bersalah karena merampas tubuh pemilik asli walaupun bukan keinginannya sama sekali.

Su Xi langsung pingsan saat itu juga ketika mendengar putrinya sudah meninggal. Berbeda dengan Su Xi, Duan Ye lebih tenang.

Walaupun ia masih memasang raut wajah datar, tetapi ia tidak setenang permukaannya. Ia sebenarnya sangat sedih. Putrinya yang selalu ia rawat dengan sepenuh hati, meninggal tanpa sepengetahuannya. Bagaimana ia tidak sedih, rasanya hatinya seakan tercabik cabik. Itu sangat menyakitkan. Tapi sebisa mungkin ia tahan untuk mendengar penjelasan orang di depannya saat ini.

Sambil menopang badan Su Xi yang sudah pingsan, Duan Ye mengatakan "Siapa kamu sebenarnya?"

Mendengar nada asing dari suara Duan Ye sebisa mungkin ia tahan untuk tidak menangis. Walaupun ia sudah meramalkan akan jadinya seperti ini, tapi tetap saja ia merasakan sakit.

Apa yang ia harapkan? Tidak mungkin mereka langsung mengakui orang asing menjadi putri mereka. Mungkin kalau ia beruntung, ia akan diizinkan tetap tinggal, walaupun hanya putri mereka dalam nama.

"Namaku Jian Qing. Aku tidak tau bagaimana aku bereinkarnasi ke tubuh putri Anda. Ketika terbangun, aku sudah berada di tubuh ini." kata Duan Qing dengan tenang.

Duan Ye tetap diam tanpa respon sama sekali, jadi Duan Qing melanjutkan "Aku sudah bertemu putri Anda ketika menempati tubuh ini. Ia mengatakan untuk tidak menyalahkan diri atas kematiannya karena ia sudah memprediksi hal ini akan terjadi. Putri anda meninggal dengan damai jadi Anda bisa tenang."

Setelah mendengar penjelasan Duan Qing, emosinya yang sudah ia tahan meledak saat itu juga. Suara isak tangis Duan Ye bergema di bangsal rumah sakit itu. Kepala keluarga Duan yang berwibawa itu menjadi tua dalam semalam. Punggungnya yang selalu tegap sekarang membungkuk karena menangis meratapi putrinya. Ia sangat menyesal tidak pulang ketika putrinya memintanya waktu itu. Mungkin ia masih bisa melihat jiwa putrinya terakhir kalinya.

Duan Qing yang melihat Duan Ye menangis dengan keras juga ikutan bersimpati. Ia mengasihani pemilik asli yang hidupnya sangat singkat. Ia baru saja menikmati hidup seharusnya orang normal, tapi ia meninggal sebelum mencicipi dunia luar sepenuhnya.

Walaupun hidup pemilik asli sudah diprediksi oleh dokter tidak akan mencapai usia dua puluh satu, tapi tetap saja yang menyebabkan kematian tidak langsung pemilik asli adalah Fu Yunsheng. Ia tidak berencana mengatakannya kepada orang tua pemilik asli, karena orang tua pemilik sudah sangat sedih atas kematian pemilik asli. Ia tidak mau menambah kesedihan mereka lagi karena pengkhianatan Fu Yunsheng. Biarlah ia yang akan membalas perbuatan Fu Yunsheng sebagai tanda terima kasih karena sudah merelakan ia menempati tubuh pemilik asli.

Setelah beberapa menit berlalu, Duan Ye menstabilkan kembali emosinya. Ia baru sadar kalau ia menangis di depan orang asing yang ditemuinya. Mungkin karena nafasnya yang akrab, ia jadi lupa kalau ditubuh putrinya adalah jiwa orang asing.

"Aku akan pulang ke rumah dulu. Nanti kita bicara lagi setelah aku berdiskusi dengan istriku di rumah. Jaga dirimu baik baik!" kata Duan Ye sambil membopong Su Xi yang masih pingsan.

Tapi yang menjawab hanya keheningan. Mulut Duan Qing seakan bisu tidak mau berbicara. Duan Ye yang melihatnya hanya mengabaikannya karena ia juga belum bisa menerima kejadian yang baru dialaminya. Ia tidak bisa berbicara akrab dengan jiwa asing di tubuh putrinya.

Duan Ye pun keluar, meninggalkan Duan Qing yang masih menunduk di dalam ruangan itu.

Setelah beberapa saat, Duan Qing baru berani mengangkat kepalanya. Ia menatap jendela tempat Duan Ye tadi berdiri, seakan akan membayangkan bagaimana jadinya ia belum mengaku kepada orang tua pemilik asli. Duan Ye mungkin masih menelpon dan Su Xi mungkin masih bercengkerama dengannya sambil kadang kadang menyuapi ia dengan jeruk.

Tapi tak lama ia melihat butiran air hujan menembus jendela berwarna putih itu. Seakan tersadar dari lamunannya, Duan Qing lalu menutup jendela persegi empat itu, supaya air hujan tidak masuk ke bangsalnya.

Sebenarnya ada rasa penyesalan setelah ia mengaku kepada orang tua pemilik asli. Tapi nasi sudah menjadi bubur, ia tidak bisa memutar ulang waktu untuk mengembalikan kejadian seperti semula. Ia sebenarnya juga tidak bisa hidup dalam kebohongan terus menerus selama hidupnya. Ada baiknya juga ia mengaku, rasanya beban berat yang ada dihatinya terangkat ketika ia mengaku. Bagaimana nanti keputusan Su Xi dan Duan Ye, ia sebisa mungkin akan menerimanya.

**

Duan Ye pun meninggalkan lingkungan rumah sakit sambil membopong Su Xi yang masih pingsan. Sebenarnya ia ingin meninggalkan Su Xi di rumah sakit, tapi ia masih belum percaya kepada Jian Qing. Su Xi mungkin hanya pingsan karena syok, jadi ia tidak perlu dirawat di rumah sakit. Yang ia butuhkan mungkin hanya istirahat jadi ia membawa Su Xi pulang. Ia juga butuh istirahat setelah mendengar kematian putrinya.

Mobil Duan Ye pun melaju meninggalkan rumah sakit. Tanpa ia sadari gerak geriknya di perhatikan oleh Duan Qing sejak tadi yang berdiri di dekat jendela.

"Tuan, apa yang terjadi dengan nyonya?" tanya Gu Han, kepala pelayan kediaman Duan Ye. Ia mulai membombardir Duan Ye dengan pertanyaan yang baru saja turun dari mobil.

Duan Ye yang melihat tingkah Gu Han tidak marah. Sepertinya ia sudah terbiasa dengan tingkah Gu Han yang seperti itu. Sikapnya yang tidak formal tapi penuh kasih sayang membuat ia merasakan cinta keluarga selain istrinya. Ia juga tau pria yang berambut putih itu, hanya khawatir dengan istrinya makanya ia melupakan tata kramanya sebagai pelayan. Padahal ia dari dulu selalu memperhatikan tingkah lakunya. Lagipula dari kecil, kepala pelayan Gu lah yang selalu merawatnya ketika orang tuanya sudah meninggal. Ia sudah menganggap pria berumur delapan puluhan itu sebagai keluarga.

"Dia hanya pingsan." ujar Duan Ye sambil menuju membopong Su Xi yang masih pingsan.

"Syukurlah." Lelaki berambut putih itu pun mengelus dadanya pertanda ia lega dengan apa yang dikatakan Duan Ye. Ia pikir terjadi apa apa dengan nyonya. Tak biasanya Su Xi pingsan karena ia selalu dalam kesehatan yang baik.

Terpopuler

Comments

Asmi Pandansari

Asmi Pandansari

kalau di tempat ku ada roh yang menempati raga orang lain langsung di rukiya..atau ke dukun.orang kalau udah mati jadi setan..

2023-04-06

2

@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡

@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡

semoga mereka bisa menerima dengan baik dan lapang dada, dan bisa mengakuinya anak walau anaknya yang sebenarnya sudah meninggal 🥺🥺🥺

2023-01-28

1

Madia Normadia

Madia Normadia

pentas ko mati terbakar hidup-hidup..kasihan ibu,bapa tubuh yang asli..

2022-10-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!