Duan Qing dengan cepat terbangun setelah bermimpi bertemu pemilik asli. Sekarang ia merasakan tubuh ini lebih ringan, menandakan pemilik asli sepenuhnya meninggalkan tubuhnya dengan damai.
Ia ingin bercermin sekarang karena ia belum sempat melihat keseluruhan wajah pemilik asli.
Walaupun ia tadi sempat bertemu pemilik asli, tapi tubuh pemilik asli sangat transparan dan itu membuatnya tidak melihat wajah pemilik asli dengan jelas.
Tapi ia yakin wajah pemilik asli cukup cantik karena orang tua pemilik asli tampan dan cantik, walaupun mereka sudah menginjak usia empat puluhan.
Duan Qing dengan cepat bergegas ke kamar mandi. Ia melihat seorang wanita di cermin.
Matanya berwarna hitam pekat seperti langit malam. Hidung nya mungil tapi jembatan hidungnya cukup tinggi. Kulitnya sangat putih. Wajah orang didepannya sangat kuyu mungkin karena sakit sakitan terus menerus. Tapi tidak mengubah fakta orang di depannya sangat cantik.
Untuk sesaat ia mengagumi pantulannya di cermin. Ia sempat khawatir wajah nya akan jelek, tapi ternyata sebaliknya. Semasa hidupnya, ia juga mempunyai wajah yang cantik. Karena alasan itulah, ibu tiri dan saudarinya makin membencinya.
Mereka iri dengan wajahnya karena ia mewarisi kecantikan ibunya. Akhirnya, saudari tirinya berhasil melukai wajahnya dan itu membuat membuat ia mempunyai bekas luka seukuran koin di dahinya. Terpaksa ia harus menutupinya dengan poni untuk menutup bekas luka di dahinya.
Mengingat kehidupan sebelumnya, membuat ia merasakan rasa frustasi dan marah. Ayahnya pasti sudah mewarisi perusahaan kakeknya sekarang.
Mereka pasti bersenang senang setelah mendengar kematiannya. Rasanya ia ingin sekali mempunyai sayap dan terbang ke kota D untuk menghancurkan keluarga munafik itu.
Tapi dengan tubuh seperti ini, tidak mungkin ia bisa membalas dendam. Mau berjalan ke kamar mandi saja, ia sudah sangat kelelahan, apalagi untuk sampai ke kota D. Ia harus membangun kekuatannya untuk melawan ibu tiri dan saudarinya disini.
Biarkan saja mereka bersenang senang dahulu. Ia akan membuat mereka merasakan bagaimana jatuh di puncak tertinggi. Memikirkan itu saja membuat tubuhnya merasa segar kembali.
Tak lama setelah Duan Qing keluar dari kamar mandi, Su Xi pun datang.
"Qing er, Ibu bawain sup buat kamu. Ayo dimakan!" ujar Su Xi sambil menyerahkan semangkuk sup kepada Duan Qing.
"Hati hati panas." Dengan khawatir Su Xi melihat putrinya mengambil mangkuk sup itu dengan pelan pelan. Tangan putrinya sangat rapuh seolah olah akan patah kapan saja ketika memegang mangkuk sup. Oh rasanya ia ingin menyuapi putrinya makan saja. Mangkuk nya seperti akan jatuh ketika dipegang oleh tangan mungilnya seperti ini. Tapi putrinya pasti tidak akan mau disuapi olehnya karena malu.
"Iya bu." jawab Duan Qing.
Ia mengerti Su Xi sangat khawatir dengannya bahkan ketika ia memegang mangkuk sup panas. Matanya penuh dengan cinta ketika melihatnya membuat ia sangat terharu. Tak terasa sebutir air bening menetes dari matanya. Diperlakukan hati hati seperti ini, membuat hatinya meleleh. Rasanya seakan mengisi celah kekosongan dihatinya selama ini.
Tak ingin dipergoki oleh Su Xi kalau ia sedang menangis, Duan Qing tetap menundukkan kepalanya sambil memakan sup. Bagaimana mungkin Su Xi tidak melihat putrinya sedang menangis. Ia selalu memperhatikan gerak gerik putrinya selama ini. Itu hal yang mudah ditemukan olehnya. Ia tau putrinya memiliki masalah di hatinya. Tapi kalau ia tidak mau menceritakannya, ia tidak akan memaksa.
"Ibu mana ayah?" tanya Duan Qing setelah menghabiskan supnya. Ia mulai berani mengangkat kepalanya setelah menenangkan hatinya yang bergejolak. Walaupun matanya masih merah setelah menangis.
"Ayah masih ada kerjaan yang harus diselesaikan. Nanti dia nyusul kesini kok." ujar Su Xi dengan lembut. Tak ingin mengekspos putrinya, Su Xi memilih mengabaikannya.
"Oh gitu." Sambil menganggukkan kepalanya, Duan Qing menjawab dengan pelan.
Rasanya sangat canggung. Ia masih belum terbiasa bergaul dengan ibu pemilik asli walaupun ia sudah mewarisi ingatan pemilik asli. Itu karena ia tidak pernah mempunyai kasih sayang seorang ibu. Ibunya sudah meninggal ketika ia baru berumur tiga bulan. Ia masih terlalu kecil untuk mengingat kehangatan ibunya ketika ia masih kecil.
"Ada apa sayang?" tanya Su Xi ketika melihat putrinya melamun. Ia rasa putrinya lebih pendiam semenjak ia terbangun dari koma. Itu membuatnya sangat khawatir. Seperti putrinya benar benar menjadi orang berbeda dalam semalam. Ia pikir, seharusnya ia berkonsultasi lebih lanjut dengan kondisi putrinya saat ini. Ia rasa kondisi putrinya semakin memburuk, bahkan juga ada masalah dengan psikologis putrinya.
"Aku ingin membatalkan pertunangan." ujar Duan Qing sambil memecah keheningan di ruangan serba putih itu.
"Kenapa?"
"Aku pikir kami tidak cocok, Bu."
"Tidak apa apa. Ibu juga merasa dia tidak cocok denganmu. Syukurlah kamu ingin membatalkan pertunangan sebelum melangkah terlalu jauh." balas Su Xi. Ia sebenarnya sudah lama tak setuju dengan pertunangan putrinya selama ini. Syukurlah putrinya ingin membatalkan sekarang, jadi ia tidak susah payah membujuk putrinya untuk membatalkan pertunangan lagi.
"Nanti biar ibu yang ngomong sama ayah. Kamu fokus dengan kesehatanmu saja." ujar Su Xi dengan semangat.
"Oke." jawab Duan Qing. Ketika melihat raut wajah bahagia Su Xi, Duan Qing menghela nafas ketika mengingat pemilik asli.
Pemilik asli sangat beruntung memiliki orang tua yang mencintainya sepenuh hati. Bahkan menahan ketidaksukaan nya kepada Fu Yansheng demi pemilik asli sangat bahagia. Tapi sayangnya pemilik asli sudah meninggal, membuat ia menjadi orang yang beruntung memiliki orang tua pemilik asli.
Ia pikir, sebaiknya ia mengatakan yang sebenarnya kepada orang tua pemilik asli. Perilakunya benar benar sangat kontras dengan pemilik asli. Jika pemilik asli mempunyai kepribadian yang berapi api sedangkan ia memiliki kepribadian yang dingin. Lama kelamaan mereka pasti akan curiga.
Ia juga tidak bisa terus menerus meniru tingkah laku pemilik asli dan hidup dibawah bayang bayang pemilik asli selama hidupnya. Ia harus pergi ke kota D demi rencana balas dendamnya.
Jika sewaktu waktu ia ditemukan orang tua pemilik asli, ia menjadi tidak sanggup membayangkannya. Mereka pasti akan membencinya, karena menempati tubuh putri kesayangannya tanpa sepengetahuan mereka.
Mereka pasti mengira ia yang membunuh putri mereka. Ia sudah mempunyai perasaan kasih sayang kepada orang tua pemilik asli walaupun ia hanya sebentar bergaul dengan orang tua pemilik asli. Lebih baik ia jujur saja dari awal, untuk mengurangi dampak kemarahan orang tua pemilik asli.
Ia yakin mereka tidak akan mengirimnya ke laboratorium ketika mereka mengetahuinya, karena mereka sangat mencintai putrinya.
Dengan gugup Duan Qing melihat Su Xi dan Duan Ye secara bergantian. Dilihatnya Duan Ye masih sibuk menelpon walaupun ia baru saja menerima telpon ketika sampai di bangsalnya. Ayahnya seakan menjadi orang paling penting karena telponnya terus menerus berdering.
"Ibu sama ayah tolong kesini. Ada yang mau aku omongin." ujar Duan Qing sambil mengotak atik jarinya pertanda ia sangat gugup.
"Ada apa Qing er?" tanya Su Xi sambil meletakkan Handphonenya kembali.
Sambil melihat ke arah putrinya, Duan Ye menyudahi percakapannya di telpon. Ia lebih memilih mendengarkan apa yang akan dibicarakan putrinya ketimbang pekerjaannya. Sepasang paruh baya itu pun duduk di hadapan Duan Qing.
"A..Aku bukan putri kalian." ujar Duan Qing terbata bata.
"Tidak mungkin kamu bukan putri kami. Ada tanda lahir dibelakang telinga kamu, menandakan kamu putri ibu." ujar Su Xi dengan heran. Duan Ye yang duduk di samping Su Xi juga memasang ekspresi bingung. Sangat jarang bagi yang selalu berwajah tegas itu menunjukkan ekspresi langka.
"Ayah, Ibu rasa memang ada yang salah dengan Qing er." ujar Su Xi dengan khawatir.
"Apa yang salah?"
"Psikologisnya. Semenjak Qing er bangun ia menjadi lebih berbeda dari biasanya. Ibu sebenarnya ingin berkonsultasi dengan psikolog besok, tapi tingkah Qing er hari ini membuat ibu makin khawatir. Panggil Dokter Bai sekarang, Ayah!" balas Su Xi cemas. Ia ******* ***** lengan Duan Ye menandakan ia sangat gelisah.
Di kepalanya sudah banyak skenario buruk yang akan terjadi pada putrinya. Bagaimana nanti kondisi putrinya makin memburuk dan ia jadi gila. Putrinya akan ditahan di rumah sakit jiwa seumur hidupnya. Membayangkannya saja, membuat ia merasa ingin menangis. Oh betapa malangnya nasib putrinya. Ia baru berumur dua puluh tahun. Putrinya masih sangat muda dan ia harus menanggung penderitaan terus menerus. Air mata Su Xi menggenang tanpa ia sadari memikirkan kehidupan putrinya yang malang.
"Sudah hentikan yang ada di kepalamu itu!" ujar Duan Ye dengan tegas. Istrinya pasti berfikir yang tidak tidak lagi membuat ia juga ikutan khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡
cara berpikirnya terlalu negatif thinking 😂😂😂 emang klo di pikir pikir perpindahan jiwa juga termasuk hal yang muskil sih jadi agak di maklum 😁😁
2023-01-28
3