Tok! Tok! Tok!
Tari mengetuk pintu rumahnya.
Ceklek
Bukannya pintu rumahnya tetapi malah rumah sebelah yang terbuka.
"Ada apa?" tanya si laki-laki tampan tadi setelah membuka pintu.
Ada rasa kaget ketika tahu siapa yang mengetuk pintunya.
Namun di depan pintu luar tepatnya di depan pintu rumahnya Tari pun tak kalah kaget. Pasalnya ia mengetuk pintu rumahnya bukan pintu rumah laki-laki itu.
"Saya berdiri di sini, bukan berdiri di depan pintu anda dan saya mengetuk pintu rumah saya bukan pintu rumah anda," jawab Tari panjang lebar.
Sepertinya gadis ini suka dengan perdebatan.
Tanpa babibu laki-laki tadi menutup pintunya dengan agak kasar sambil menahan malu dan menutupi wajahnya yang seperti kepiting rebus sekarang ini.
Malu. Kenapa dirinya bisa salah mendengar sih! runtuknya dalam hati.
Setelah menutup pintu ia memukul-mukulkan keningnya dengan tangannya sendiri berulang kali, sambil komat-kamit tak jelas memaki dirinya sendiri.
Memang rumah petak kontrakan itu sangat rapat bahkan dindingnya pun tidak ada jarak sehingga bisa saja orang berbicara di sebelah rumahpun bisa terdengar bahkan seperti tadi Tari mengetuk pintu rumahnya namun pikir laki-laki itu pintu rumahnyalah yang diketuk.
Fadly Anggara Dewantara laki-laki tampan itu anak dari seorang pengusaha kaya dan sukses, ia kabur dari rumah karena tidak ingin hidupnya terlalu dikekang oleh sang Mama dan Papa.
Usianya kini 22 tahun, ia lebih tua setahun dari Tari, namun sifatnya seperti kekanakan. Kalau dibilang dia terlalu dimanja tidak juga. Justru Mama dan Papanya selalu bertindak tegas dan mengajarkan kemandirian padanya.
Mama dan Papanya selalu mengatur kehidupannya mulai dari kecil hingga kini setelah ia kuliah pun masih diatur. Karena ia adalah anak laki-laki satu-satunya dikeluarga Dewantara. Sangat besar harapan papanya kepada dirinya untuk menjadi orang sukses seperti yang papanya inginkan.
Bahkan tempat kuliah dan jurusanpun diatur oleh mamanya. Oleh sebab itu ia tidak suka tinggal dirumah.
Ia pernah meminta kepada papanya untuk membelikan apartement agar ia tinggal di apartement supaya lebih mandiri tapi ditolak mentah-mentah oleh papanya.
Alhasil karena terlalu bosan dengan keadaan di rumah dan orang-orang yang selalu mengatur dirinya ia pun kabur meninggalkan rumah megah milik papanya.
Ia kabur lumayan jauh dari tempat tinggalnya agar tidak diketahui oleh keluarganya. Tidak tanggung-tanggung, ia mencari daerah terpencil untuk kabur. Tapi ia tidak bisa menemukan daerah dan tempat tinggal yang pas.
Jadilah kini ia mengontrak rumah kecil gandeng tiga milik salah satu pekerja di rumahnya, tepatnya pekerja itu adalah kepala pelayan dirumah megah milik papanya yang sebelumnya ia paksa untuk tutup mulut agar tidak memberitahukan kepada keluarganya terkhusus pada mama dan papanya.
Daerahnya tidak terlalu terpencil dan pelosok, tapi hanya sedikit kampungan baginya yang sudah terbiasa tinggal di kota besar.
Namun ia sadar selama masih satu kota pasti cepat atau lambat sang mama atau papa akan menemukannya. Karena dia adalah laki-laki dikeluarganya yang sangat diharapkan papanya untuk bisa meneruskan perusahaan besar milik papanya.
Biarlah nanti ia akan terkekang lagi dan mungkin nanti akan menuruti semua permintaan mama dan papanya.
Tapi untuk sekarang ini ia hanya ingin bebas meskipun hanya sementara waktu.
***
Kembali Tari sang gadis penjahit itu mengetuk pintu rumahnya. Setelah adegan si tetangga salah buka pintu tadi.
Sambil terbatuk-batuk bapaknya membukakan pintu untuk Tari. Dari dalam rumah muncullah wajah teduh milik bapaknya yang renta dan sakit-sakitan.
Pak Syabani sudah berumur 56 tahun. Tidak terlalu tua dibanding papa Fadly, namun karena tuntutan kehidupan yang membuat pak Syabani menjadi sakit-sakitan dan tampak lebih tua dari usia seharusnya.
"Assalamu'alaikum," ucap Tari ketika pintu terbuka dan langsung menyalami bapaknya dengan takzim.
"Wa'alaikumsalam, kenapa baru pulang nak, bapak khawatir karena gak biasanya kamu pulang malam begini. Kamu gak kenapa-kenapa kan?" begitulah sambutan hangat untuk Tari.
Tari tersenyum dan menjawab.
"Alhamdulillah, Tari baik-baik aja kok pak. Tadi Bu Hanifa datang ke kios untuk ambil bajunya, padahal bahannya baru dikasih kemarin sore dia bilang tiga hari lagi diambil. Tapi tadi dia bilang lagi kalau besok pagi-pagi dia mau pakai itu baju. Jadi Tari selesaikan bajunya dulu pak sebentar."
"Tapi tadi kamu sholat Maghrib kan nak?" tanya bapaknya.
'Aduh iya tadi gak shalat, Astaghfirullah, jawab apa ya,' gumam Tari dalam hati.
Boleh dikatakan Tari bukanlah wanita yang shaleha bahkan kepalanya pun belum ia tutup dengan hijab namun Tari memang tidak pernah meninggalkan sholat, itulah ajaran bapaknya sedari kecil.
"Tari lupa pak," jawabnya jujur.
"Astaghfirullah nak, kenapa bisa lupa? Seharusnya sesibuk apapun kamu harus tetap shalat lima waktu."
"Iya pak maaf ya, Tari selalu ingat pesan bapak, Insya Allah besok-besok gak lupa shalat lagi."
"Minta maaf sama Allah nak! karena kamu lupa sama Dia. Dan nanti jangan lupa lagi untuk shalat isya."
"Iya pak. Oh iya, kok bapak yang bukain pintu, ibu kemana pak?"
"Ibu tadi lapar katanya jadi dia pergi keluar mau beli makanan. Sudah satu jam lebih, tapi bapak gak tau kenapa belum pulang ibu kamu itu," jawab bapaknya sambil berlalu dan ingin masuk ke kamarnya.
Yang dimaksud ibu adalah ibu tirinya, Ibu Rosita. Ibunya tidak pernah mau memasak. Ia hanya mengandalkan Tari untuk mengisi perutnya yang lapar. Bahkan jika Tari sibuk dan tidak sempat untuk memasak karena banyak jahitan yang harus segera diselesaikan seperti sekarang ini ia tidak peduli.
Biasanya ia menelepon Tari untuk cepat pulang agar cepat memasak atau jika bosan dengan masakan Tari, ia menelepon untuk dibelikan makanan di luar saja.
Ia hanya memikirkan perutnya sendiri. Jika keluar dan akan membeli makan pun ia membeli untuk dirinya sendiri tidak pernah mau untuk membelikan suaminya apalagi untuk Tari anak tirinya.
Tari menutup pintu kembali.
"Jadi udah dari tadi ibu keluar tapi belum pulang?" tanya Tari. Yang hanya dijawab anggukan oleh bapaknya.
"Bapak belum makan?" tanya Tari lagi.
"Belum," jawab bapaknya.
Tanpa berpikir panjang Tari gegas ke dapur. Ia buka kulkas namun ia hanya menemukan empat butir telur saja. Tidak ada apa-apa lagi selain itu.
Ia buka penanak nasi, nasi tadi pagi yang ia masak masih ada.
Karena sudah sangat terlambat makan malam untuk bapaknya maupun dirinya sendiri jadilah ia hanya menggoreng telur itu.
Ia sediakan nasi hangat dari dalam penanak nasi dan telur dadar goreng untuk ia dan bapaknya makan.
"Makan dulu yuk pak," ajaknya pada bapaknya.
Ia tuntun bapaknya dari dalam kamar ke meja makan ala kadarnya yang terletak di rumah kontrakan mereka. Duduk lah mereka berdua makan malam dengan telur dadar dan nasi hangat.
Ketika Tari dan bapaknya sedang makan ibu tirinya, Bu Rosita pulang tanpa mengetuk pintu dan langsung masuk.
Tidak ada sepatah kata pun yang diucapkan Bu Rosita pada dua manusia bapak dan anak itu setelah masuk rumah, Bu Rosita hanya memandang sejenak kemudian melangkah masuk ke kamar.
Dia kini jadi sinis, padahal dahulu ia tidak seperti itu.
Bersambung...
Terimakasih sudah baca
Semoga suka dengan ceritanya 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Nenieedesu
mampir lagi kak btw sudah aq favoritkan
2023-06-10
0
@💞Lophe💝💗💓🤵👰
Pemuda tersebut salah paham mengira kalau Tari mengetuk pintu rumahnya pemuda tersebut
2023-06-08
0
𝓐𝔂⃝❥Etrama Di Raizel
Nah kan, dulu ngontrak juga suka gini sih🤭
2023-06-08
0