Siang ini cuaca begitu terik, sinar matahari serasa membakar kulit. Apalagi saat ini Renata sedang mengikuti jam pelajaran olahraga, untungnya saja cuma lompat tinggi dan lompat jauh, coba kalo harus lari atau volley misalnya, bisa pingsan mungkin.
Akhirnya bel berbunyi, selesai sudah dan saatnya jam istirahat tiba. Dengan wajah yang memerah karena kepanasan Renata mencari tempat berteduh di bawah pohon yang cukup rindang, ia sengaja tidak langsung ke kantin. Keringat mengucur deras dari tubuhnya.
"Aduh kasihan... capek ya." tiba-tiba Hendra sudah muncul di depannya.
"Udahlah jangan mulai usil deh, baru kegerahan berat ni."
"Jangan sewot gitu dong, aku tahu kok makanya aku bawain es teh nih....mau nggak..." ucap Hendra sambil menyodorkan segelas es teh.
"Beneran nih,.... makasihhh." jawab Renata dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Ren, nanti pulang nggak usah nunggu aku ya."
"Kenapa?"
"Nanti aku pulang duluan, ada urusan."
"Bolos lagi ya di jam pelajaran terakhir?,
emang urusan apa sih?"
"Nggak apa-apa kok tenang aja, tolong jangan khawatir."
Hendra meninggalkan Renata dan berjalan menuju kelasnya, karena jam istirahat telah usai. Sebenarnya Renata merasa penasaran dengan urusan yang dimaksud Hendra, tapi sepertinya Hendra tidak ingin Renata banyak bertanya, makanya dia cepat bergegas meninggalkan Renata.
Panas semakin terik saat Renata harus berdiri di depan sekolah untuk menunggu bis yang biasa ia tumpangi. Syukurlah tidak terlalu lama menunggu akhirnya datang juga, Renata dengan cepat masuk ke dalam bis tersebut.
Kebetulan ia mendapat tempat duduk di dekat pintu, angin bisa meredam kegerahannya.
"Siang, Ren...panas ya." Renata terkejut ketika tiba-tiba seseorang telah duduk di sebelahnya.
"Andi...." sahut Renata.
Renata dan Andi memang sudah lama saling mengenal, mereka sering bertemu saat pulang sekolah karena satu bis dengan arah yang sama.
Andi adalah cowok siswa sekolah swasta yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah Renata, orangnya cukup menyenangkan, santun dan ramah kepada siapa saja.
"Beberapa hari ini aku kok gak pernah lihat kamu, Ren?" tanya Andi kemudian.
"Iya, kebetulan beberapa hari ini aku pulang agak sore." jawab Renata santai.
"Ooo pantesan gak ketemu,... ada ekstrakurikuler atau pacaran nih..." selidik Andi yang sepertinya memang menaruh hati pada Renata.
"Pengin tahu aja ih..." jawab Renata sekenanya.
"Jujur beberapa hari ini aku memang pengin ketemu sama kamu, ada yang ingin aku omongin."
"Oh ya, pengin ngomong apa?"
"Nggak enaklah kalo ngomong disini, bisa nggak kalo sekalian mampir minum es buah dulu?" tanya Andi sedikit ragu-ragu.
"Aduh, maaf Ndi bukannya nggak mau tapi saat ini aku capek banget." jawab Renata yang memang kelihatan sangat capek.
"Gimana kalo besok, Ren?" Andi nampaknya tidak mau menyerah begitu saja.
"Aku nggak bisa janji, Ndi.... soale aku juga nggak tahu besok pulang sore lagi atau enggak, maaf ya Ndi....." jelas Renata.
"Nggak apa-apa, Ren...aku ngerti kok."
"Akhirnya sampai juga, aku turun duluan ya Ndi." pamit Renata kepada Andi yang sepertinya agak kecewa.
"Hati-hati, Ren...."
###
Renata ingin segera bertemu dengan Hendra, ia mencoba mencarinya tapi belum juga ketemu.Ia ingin tahu tentang urusan yang dia maksud kemarin. Mencari Hendra belum ketemu malah tiba-tiba Deni menghampirinya.
"Ren, kalo jadi cewek tahu diri sedikit dong. Jangan terlalu ikut campur urusan cowok, posesif banget sih." tanpa diduga Deni marah-marah pada Renata.
"Maksudnya apa sih, Den?"
"Halahhh berlagak nggak tau aja kamu, kalo emang nggak suka dengan Hendra apa adanya ya mending putusin aja gampang kan."
"Emang kamu lebih suka kalo dia jadi cowok pecundang."
"Dasar cewek egois..." ucap Deni yang lantas pergi meninggalkan Renata yang kelihatan shock.
Renata benar-benar terkejut, ia belum bisa memahami apa yang baru saja terjadi. Deni menghampirinya dan mendampratnya habis-habisan. Ingin rasanya ia menyanggah semua omongan Deni, tapi lidahnya terasa kelu.
Renata terduduk diam ditempat biasa, ia masih belum bisa memahami maksud omongan Deni. Tanpa disadari air mata mengalir di pipinya.
"Ternyata kamu disini, Ren." Hendra datang menghampiri.
"Rena...kamu menangis?"
"Ada apa Rena,....jawab Rena!"
"Aku yang seharusnya bertanya, Hen. ada apa sebenarnya kenapa aku yang disalahkan."
"Disalahkan, siapa yang menyalahkan mu?"
"Kamu disalahkan kenapa?"
"Temanmu datang menghampiri ku, dia bilang aku posesif, aku terlalu ikut campur urusan mu, dan aku cewek egois ."
"Siapa, Ren? siapa yang udah berani ngomong begitu ke kamu?"
"Siapa nggak penting, Hen...yang pasti aku capek, aku nggak mau tahu apalagi harus terseret ke dalam urusan kamu."
"Rena, maafkan aku karena sudah melibatkan kamu." ucap Hendra mencoba menjelaskan pada Renata.
"Aku yang salah, Ren... kemarin aku dan temen-temen memang sedang bermasalah dengan anak-anak sekolah swasta, kami hampir saja bentrok tapi dari pihak mereka menginginkan duel. Kesepakatan sore ini duel di lakukan, dua lawan dua." setelah menghela nafas Hendra melanjutkan
"Diputuskan kalo aku dan Deni yang akan maju, tapi aku menolaknya. Mereka marah, dan mengatakan bahwa aku pengecut dan tidak loyal kepada mereka lagi, mereka bilang aku sudah terpengaruh oleh kamu. Aku dan Deni sempat berantem, aku nggak terima dia bawa-bawa kamu ke dalam urusan ini."
"Aku bingung harus bagaimana, Ren..."
Renata hanya terdiam mendengar semua penjelasan Hendra, ia merasa sudah capek menghadapi semua ini.
"Ren, aku harus bagaimana?"
"Maafkan aku, Hen... aku capek, aku ingin sendiri dulu."
Hendra terkejut dengan jawaban Renata, dia tidak menyangka kalau Renata ternyata telah menyerah begitu saja. Padahal saat ini sebenarnya dia mengharapkan dukungan darinya.
"Rena, apakah kamu menyerah? Saat ini aku butuh kamu, Ren."
"Maafkan aku, Hen...."
Renata berdiri dan berjalan meninggalkan Hendra, hari itu mereka melewatkan jam pelajaran terakhir. Bel pulang berbunyi, Renata pun memutuskan untuk langsung bergegas pulang tanpa menghiraukan panggilan Hendra.
"Ren...Rena....Renaaa..." panggil Hendra.
Dengan langkah pelan Renata berjalan menuju gerbang sekolah, ia seperti sudah tidak bertenaga lagi. Pikirannya kusut, kepalanya terasa sedikit pusing, kata-kata Hendra terus mengiang di telinganya.
Lamunan Renata terhenti, ia terkejut melihat Andi sudah berada di luar gerbang sekolah. Tidak seperti biasanya hari itu Andi naik sepeda motor, ia jadi ingat kalo kemarin Andi mengajaknya mampir ke warung es buah.
"Syukurlah kamu udah keluar, ayo naik Ren..." ajak Andi.
Renata tidak bisa beralasan lagi, mau gak mau akhirnya ia naik ke boncengan motor. Jarak yang mereka tuju tidak terlalu jauh dari sekolah, sebentar kemudian mereka telah sampai.
"Mau duduk di dalam apa disini aja, Ren?" tanya Andi memberikan pilihan.
"Disini aja, Ndi... lebih nyaman gak terlalu ramai" jawab Renata sambil duduk di kursi.
"Aku pesen dulu ya, kamu mau es buah, es campur atau es teler ?"
"Terserah kamu aja, Ndi." jawab Renata pelan.
Tidak berapa lama Andi datang dengan membawa dua mangkuk es di tangannya. Udara panas membuat es terasa sangat segar.
"Ren, dari tadi aku perhatikan kamu kok kelihatan lemes gitu, kamu sakit?" tanya Andi melihat Renata yang sedang melamun.
"Ah nggak kok, aku nggak apa-apa."
"Kamu lagi ada masalah, Ren?"
"Nggak ada, Ndi...oh ya katanya ada yang mau diomongin." ucap Renata yang berusaha untuk sedikit tersenyum.
"Aku suka sama kamu, Ren..." ucap Andi tiba-tiba, terlihat Renata sangat terkejut.
"Ren, sejujurnya udah lama aku suka sama kamu, tapi aku masih belum sanggup untuk mengungkapkannya. Aku ingin sekali bisa dekat dengan kamu." lanjut Andi.
"Maafkan aku, Ndi... bukannya bermaksud mengecewakanmu, tapi saat ini aku memang sudah dekat dengan cowok lain, dan aku sayang sama dia." ucap Renata dengan sangat hati-hati, ia tidak ingin membuat Andi sedih.
"Jadi, kamu udah punya pacar, Ren?"
"Iya, Ndi... meskipun saat ini kami sedang ada masalah tapi aku sayang banget sama dia."
"Maaf kalo aku malah jadi curhat sama kamu, aku harap kamu bisa mengerti."
"Nggak apa-apa, Ren. aku juga minta maaf, aku benar-benar nggak tahu kalo kamu udah punya pacar."
"Sekali lagi aku minta maaf, Ndi karena sudah mengecewakanmu, aku harap setelah ini kita masih berteman kan."
"Pastilah, Ren... kita masih berteman, anggap saja aku nggak pernah mengatakan apapun."
"Terima kasih atas pengertian mu, Ndi."
Renata melihat jelas kalo Andi berusaha menutupi kekecewaannya, tapi ia salut melihat Andi yang ternyata cowok gentle. Dia tidak egois dan bisa memahaminya. Mereka kembali ngobrol santai sambil menikmati es buah di depannya. Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena tanpa disadari Hendra tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
"Oo jadi begini ya,...."
"Hendra...."
"Aku nggak menyangka kamu ternyata seperti ini, Ren."
"Kamu bersekongkol dengan dia menusuk aku dari belakang, sudah berapa lama kalian menipu aku."
"Apa maksudmu, Hen...aku nggak pernah menipu kamu."
"Sudahlah jangan pura-pura nggak ngerti, dan kamu aku tunggu nanti sore kita selesaikan semuanya." ucap Hendra menunjuk ke arah Andi, kemudian bergegas pergi.
"Hendra, tunggu ..." cegah Renata yang berusaha mengejar Hendra.
"Nggak usah dikejar, Ren. Dia lagi emosi apapun yang kamu jelaskan nggak akan didengar." cegah Andi.
"Tapi aku nggak ngerti maksud dia ngomong begitu."
"Jadi Hendra itu pacar kamu, Ren?"
"Iya, Ndi...."
"Pantas saja kalo dia emosi seperti itu, aku dan Hendra memang sedang berselisih."
"Maksud kamu?"
"Aku dan dia bersama geng kami sudah lama berselisih, puncaknya kemarin kami hampir bentrok tapi diputuskan sore ini kami akan duel, dua lawan dua."
"Jadi yang tadi dikatakan Hendra itu ternyata kamu, Ndi?"
"Maafkan aku, Ren...aku sama sekali nggak tahu kalo dia pacarmu, tolong jangan berfikir kalo aku sengaja melakukan semua ini."
"Ren, tunggu Ren ..."
Renata seketika langsung pergi meninggalkan tempat tersebut, ia tidak peduli dengan panggilan Andi. Renata benar-benar tidak tahu kalo akan begini jadinya. Perasaannya sangat tidak karuan saat ini. Dia tidak akan tenang sebelum menyelesaikan semuanya dengan Hendra.
Sore itu di rumah Renata merasa gelisah, hatinya tidak tenang, ia sangat mengkhawatirkan Hendra. Andai saja ia tahu keberadaan Hendra saat ini, tapi kepada siapa ia harus bertanya. Ia benar-benar bingung, hingga malam telah larut ia belum bisa menutup mata.
"Ya Allah, lindungilah Hendra di manapun dia berada, berilah dia keselamatan. Amiin." Doa Renata menjelang tidurnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments