Hari demi hari berlalu dengan penuh senyuman di antara mereka berdua. Berangkat sekolah menjadi lebih bersemangat, penginnya segera tiba dan bisa saling bertemu. Namun semuanya memang tidak semudah yang mereka inginkan, banyak yang tidak suka dengan kedekatan mereka. Baik dari teman-teman sekolah, guru-guru bahkan teman dekat mereka sendiri.
Renata sadar betul bahwa saat ia memutuskan untuk memberikan kesempatan kepada Hendra, maka ia harus kuat dan bertahan dalam menghadapi cibiran tentang dia, maklumlah hampir semua warga sekolah ini tahu kelakuan dia dan gengnya itu.
"Ren, kok mau sih sama cowok bandel kayak dia..."
"Ren, dia nggak pantes buat kamu..."
"Pacaran kok sama tukang tawuran...."
bla...bla...bla...
Hampir setiap saat Renata mendengar suara-suara miring seperti itu. Dia berusaha untuk tidak mendengar ataupun memasukkan ke dalam hatinya. Dia berusaha untuk tetap percaya bahwa Hendra tak seburuk dugaan mereka.
Renata sudah cukup senang bila melihat Hendra di sekolah, karena itu artinya dia sudah tidak sering bolos di jam pelajaran lagi.
"Bangunnya kesiangan ya..." sapa Renata suatu saat ketika melihat Hendra datang hampir telat.
"Kok tahu... ngintip ya."
"Enak aja,... jam segini baru datang apalagi kalau gak kesiangan."
"Iya tuan putri semalam hamba tidurnya kemalaman...." sisi jahilnya mulai deh, memang Hendra senang sekali menggoda Renata.
"Rena, nanti pulang belakangan ya, aku pengen ngomong sesuatu ke kamu." ucap Hendra sebelum kembali ke kelasnya setelah jam istirahat habis.
"Apalagi sih...."
"Nanti aja, ditempat biasa ya..."
Setelah jam sekolah usai, Renata menuju tempat yang dimaksud Hendra. Iya tempat ini memang menjadi tempat favorit mereka untuk bertemu, letaknya cukup tenang ruang terbuka lumayan luas dan gak jauh dari kantin sekolah. Tempat ini sebelah ruangan kelas 1A, tempat yang menjadi saksi kisah cinta mereka.
Cukup lama juga Renata menunggu, hampir sepuluh atau bahkan lima belas menit. Karena merasa sudah kelamaan, hampir saja Renata beranjak dari tempatnya.
"Rena,... maaf ya nunggunya lama." akhirnya Hendra datang dengan sedikit berlarian.
"Kamu darimana saja sih, Hen..."
"Maaf,...tadi ada sedikit urusan sama temen-temen."
"Urusan apa, bentrok lagi ya...." selidik Renata.
"Enggak kok, tenang aja... pokoknya aman."
"Katanya tadi mau ngomong...apa?"
"O iya, besok aku main ke rumah kamu bolehkan, Ren?"
"Mau ngapain, tiap hari kan udah ketemu di sekolah."
"Ya lain lah,... sekali-kali apel boleh dong, syukur bisa kenalan sama camer( calon mertua)." jawab Hendra sambil tersenyum kecil.
"Nggak usahlah,...orang tua ku galak, bisa didamprat kamu nanti."
"Pokoknya besok sore aku ke rumah, biarin didamprat aku gak takut."
"Iya ya emang ada yang bikin kamu takut ..."
"Ada,...aku takut kehilangan kamu, aku takut jauh dari kamu, Ren."
"Mulai deh,..... dasar cowok bandel,..."
"Biarin bandel tapi kamu suka kan,....."
Waktu seperti cepat sekali berlalu saat mereka sedang berdua, saling bercanda, saling berbagi cerita, saling menggoda.
Tidak terasa waktu sudah cukup sore, suasana sekolah juga sudah sepi apalagi kebetulan hari itu nggak ada kegiatan ekstrakurikuler.
###
Sore ini tidak seperti biasanya, Renata sudah mandi dan berdandan manis. Ia tak sabar menunggu Hendra datang. Renata bergegas keluar ketika mendengar suara mesin motor berhenti.
"Hai, Ren..." sapa Tia, teman sekolahnya.
Ia benar-benar lupa kalo hari ini memang Tia mau main ke rumah sekaligus mengembalikan buku yang dipinjam darinya.
"Hai, Tia....ayo masuk."
"Nggak usah mendingan di teras aja, udaranya lebih seger."
Saat mereka berdua ngobrol belum terlalu lama akhirnya kembali ada suara motor berhenti, kali ini bener Hendra yang datang.
"Hai... duduk, Hen." sambut Renata
"Wahh ... ada yang di apelin ni, aku jadi ganggu dong."
"Apa sih Tia, nggaklah ganggu apanya."
Hendra duduk dengan sedikit canggung, maklumlah dia tidak begitu kenal dengan Tia. Karena suasana yang tidak kondusif, akhirnya Tia pamit pulang.
"Kok diem aja,...." suara Renata memecah keheningan.
"Kamu kenapa kemarin nggak bilang kalo Tia mau main ke sini?"
"Maaf, aku sendiri aja lupa kalo Tia mau dateng."
"Ini buat kamu, Ren." tiba-tiba Hendra mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.
"Ikat rambut...ih cantiknya. kamu dapat dari mana?"
"Kok dapet, ya belilah... kebetulan aku lihat tadi pas lagi jalan."
"Makasih ya, aku suka... warnanya cantik."
"Beneran suka,...ya nggaklah masih jauh lebih cantik kamu kok."
"Mulai lagi deh gombalnya,..."
Hari mulai gelap ketika Hendra pamit pulang, hari itu untuk pertama kalinya Renata menerima tamu cowok. Orang tuanya sempat bertanya tentang hubungannya dengan Hendra, tapi ia menjawab cuma teman. Ia tidak berani mengatakan bahwa sebenarnya ia sudah jadian sama Hendra.
###
Hari itu di sekolah Renata sama sekali belum bertemu dengan Hendra, ia mencoba mencari tahu dari teman-teman sekelasnya, dan ternyata gak ada yang tahu. Dengan terpaksa ia bertanya kepada Deni, salah satu teman gengnya.
"Den, apa hari ini Hendra nggak masuk?"
"Iya hari ini dia nggak masuk, sakit." jawab Deni dengan nada datar.
Renata tahu memang Deni sejak dulu nggak suka akan kedekatannya dengan Hendra.
"Sakit apa dia,Den?"
"Tangannya mungkin patah..."
"Patah,...kok bisa,... kenapa, Den?"
"Tanya saja sendiri sama orangnya besok kalo masuk." Jawaban Deni semakin tidak enak didengar.
Deni berlalu dari hadapannya, ia hanya bisa menghela nafas panjang. Ia benar-benar harus sabar dalam menghadapi teman-teman gengnya Hendra.
Renata sangat penasaran, sebenarnya apa yang terjadi, apa benar tangan Hendra patah. Namun ia tidak tahu harus bertanya kepada siapa. Ia mencoba untuk bersabar semoga saja besok Hendra sudah masuk sekolah.
Keesokan harinya ia melihat Hendra datang ke sekolah dengan kondisi tangan kiri yang digendong, ia pun langsung bergegas menghampirinya.
"Hendra, kamu kenapa,... tangan kamu patah?" tanya Renata dengan tidak sabar.
"Nggak apa-apa cuma retak aja kok."
"Cuma retak kamu bilang, aku aja sampai nggak bisa tidur mikirin keadaan kamu."
"Jangan khawatir, Ren....aku nggak apa-apa, ini cuma retak , kemarin aku kena pukul balok pas lagi bentrok."
"Ya Allah, Hen... kenapa sih kamu masih saja ikutan. Aku khawatir sama kamu, aku nggak mau kamu kenapa-napa."
"Iya Ren,...aku ngerti kamu khawatir, tapi ini nggak apa-apa kok."
"Hendra, perjalanan kita baru dimulai, tapi aku nggak sanggup kalo harus melihat kamu begini terus, kapan kamu akan berubah?" tanpa disadari air mata Renata telah mengalir di pipinya.
"Ren,... beri aku waktu, aku janji akan berusaha untuk berubah menjadi lebih baik lagi." ucap Hendra lirih sambil mengusap air mata Renata.
"Aku juga nggak sanggup kalo harus melihat air mata kamu terus mengalir. Aku sayang kamu, Ren. Aku nggak mau mengecewakan kamu lagi,... tapi tolong beri aku waktu."
Bersandar di bahu Hendra, Renata masih saja menangis. Air mata Renata seperti tak mau berhenti mengalir, Hendra benar-benar nggak sanggup melihatnya, dia semakin merasa bersalah.
"Berhentilah menangis, Rena...hapuslah air matamu...." ucap Hendra menenangkan Renata sambil mengusap lembut kepalanya.
Kalo tidak karena rasa sayangnya pada Hendra, rasanya Renata ingin berlari pergi menjauh dari keadaan ini. Tapi ia sadar betul bahwa ia memang sangat menyayangi Hendra, ia sangat peduli padanya.
Renata berusaha untuk menguatkan hati dan berjanji kepada dirinya sendiri untuk tetap berada di samping Hendra, bersama-sama melewati perjalanan kisah cinta mereka berdua yang mungkin akan banyak menghadapi rintangan.
"Kamu sungguh-sungguh mau berubah kan, Hen?" tanya Renata untuk memantapkan hatinya.
"Percayalah padaku, Ren....aku berjanji akan berusaha untuk berubah asalkan kamu tetap berada di sampingku." jawab Hendra lirih sambil memegang tangan Renata dan menatap matanya dengan lembut.
"Iya, aku akan tetap berada di sampingmu." Renata berusaha untuk sedikit tersenyum.
"Terima kasih, Rena....aku sayang banget sama kamu."
Hendra memeluk pundak Renata, dan membawanya dekat dengan dadanya hingga suara degup jantungnya bisa di dengar jelas oleh Renata.
"Ren,... berjanjilah kalo kamu gak akan pernah ninggalin aku, aku benar-benar takut kehilangan kamu."
"Aku janji, Hen..."
"Maafkan aku sudah membuat kamu khawatir."
"Sejujurnya aku masih nggak rela melihat tanganmu digendong begitu."
"Oke,...aku janji begitu tangan aku pulih gantian kamu yang aku gendong....hehehee." Hendra mulai menggoda Renata agar tidak sedih lagi.
"Hendra.... dasar ih kamu." Renata sengaja mencubit tangan kiri Hendra yang sedang digendong.
"Aduuhhh.....sakit, Ren." teriak Hendra
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments