Pagi ini Renata bangun kesiangan,dia dengan tergesa-gesa menuju kamar mandi. Karena sudah benar benar mepet jamnya ia tak sempat lagi untuk sarapan. Langsung saja ia berangkat dan kebetulan bis yang biasa ia tumpangi sudah datang di tempat biasa, jalanan nggak terlalu ramai kira-kira 15 menit ia sudah tiba di sekolah. Meskipun begitu tetap saja dia terlambat, berlarian menuju gerbang sekolah dan syukurlah masih belum ditutup.
Berjalan menuju kelas ia merasa heran kenapa masih pada diluar, nggak seperti biasanya.
"Cie ciee...Renata," seorang teman sekelas menggodanya.
Tidak hanya satu atau dua orang tapi hampir semua menyorakinya.Renata tidak menanggapinya, ia terus berlalu masuk ke kelas.Alangkah terkejutnya ketika ia melihat ke papan tulis di depan kelasnya.
"So sweet banget ya ternyata si Hendra ini..."ucap Nia yang langsung menghampirinya.
Ternyata di papan tulis itu penuh dengan tulisan permintaan perkenalan Hendra kepada Renata. Dalam hati Renata juga merasakan betapa manisnya cowok ini, tanpa disadari dia senyum-senyum sendiri.
"Kayaknya ada yang sedang jatuh cinta ni...." kata Nia yang sedari tadi berdiri di sampingnya, disusul sorakan dari teman-teman sekelasnya.
Renata tersipu malu dia hanya terdiam tanpa menanggapi sorakan teman-temannya. Setelah membaca seluruh tulisan yang ada di papan tulis, kemudian ia mengambil penghapus dan mulai menghapus semuanya.
"Kok dihapus, Ren...sayang kan bagus lho," ujar Nia yang sempat mencegah Renata.
"Kalo gak dihapus emang ntar guru ngajar mau nulis dimana..." sahut Renata sambil terus menghapus.
Ternyata benar saja begitu selesai menghapus semua tulisan itu, Pak Budi sudah masuk ke dalam kelas.
"Ada apa ini kok rame-rame, ayo semua kembali ke bangku masing-masing..." ucap Pak Budi dengan nada tinggi, beliau memang terkenal sebagai salah satu guru killer di sekolah ini.
Saat tiba jam istirahat Renata merasa enggan untuk keluar kelas.
"Nia, kalo ke kantin aku nitip roti ya...."
"Kok nitip, ayolah sekalian ke kantin. Emang kamu nggak pengin ketemu Hendra?"ujar Nia sambil menarik tangan Renata.
"Nggaklah aku nitip aja, baru males nih. Lagian nggak usah deh sebut-sebut dia." jawab Renata sambil mencubit lengan Nia.
Sebenarnya dalam hati Renata, ia juga ingin sekali bertemu dengan Hendra, tapi ia merasa gengsi, maklumlah ia memang dikenal sebagai cewek yang suka jual mahal, itu yang sering teman-temannya bilang. Sebenarnya saat ini dia berharap Hendra berjalan di depan kelasnya saat menuju kantin, walaupun dari kejauhan ia ingin melihatnya.
Di tengah-tengah lamunannya itu tiba-tiba Nia muncul dengan berlari kecil.
"Ren...., lihat ini " kata Nia sembari menyodorkan lipatan kertas yang ada di tangannya.
"Apa sih kok heboh banget," jawab Renata dengan gaya cuek nya.
"Ini lihat kamu dapat surat dari Hendra, ayo cepetan di baca." Nia tampak sangat penasaran.
"Surat apaan itu sih cuma lipatan kertas doang, kalo surat itu ada amplopnya..." jawab Renata sambil menepis tangan Nia. Tanpa disangka secepat kilat Nia berlari menuju ke kantin lagi.
"Dasar sok jual mahal kamu, Ren." ujar Nia sekembalinya dari kantin dengan tampang sengit.
"Siapa yang jual mahal, emang bener kan kalo surat bukan gitu bentuknya." sanggah Renata.
"Halahhh..., Ren itu cuma bisa bisanya kamu aja, padahal aku tahu kalau kamu naksir juga kan sama Hendra, nggak usah ngeles lah aku udah lama kenal kamu, jadi aku tahu gimana perasaanmu saat ini." Nia terus saja ngomel pada Renata.
Mereka berdua masih terus berdebat saat tiba-tiba Dwi masuk ke kelas dan menghampiri bangku mereka.
"Rena, ini ada titipan surat dari Hendra, ini sudah ada amplopnya lho." ucap Dwi sambil menyerahkan sebuah amplop surat berwarna pastel yang manis dan wangi.
"Makasih ya Wi,..." jawab Renata sambil menerima surat dari tangan Dwi.
"Oh ya Ren, Hendra bilang ia ingin segera mendapat balasannya." kata Dwi sambil berlalu keluar dari kelas.
Renata memegang surat itu dengan sedikit gemetar, jantungnya berdegup kencang. Dengan perlahan ia mulai membuka amplop dan mulai membaca tulisan di kertas berwarna biru. Jantungnya berdegup semakin kencang, tapi senyumnya terlihat semakin lebar. Baru kali ini dia mendapatkan surat cinta dari seorang cowok yang memang sedang menarik hatinya.
"Cie ciee... bacanya sambil cengar-cengir sendiri, isinya apaan sih..." ucap Nia sambil berusaha untuk mengintip isi surat tersebut.
"Kepo aja kamu ini, rahasia lah..." jawab Renata sambil melipat kertas berwarna biru agar tidak bisa dibaca oleh temannya itu.
Renata merasa bahagia luar biasa, berkali-kali ia membaca surat itu bahkan saat pelajaran berlangsung ia menyelipkan surat itu di buku dan membacanya sambil tersenyum senyum.
Sesampainya di rumah ia langsung membuka amplop itu dan membacanya lagi, ia mulai berfikir apa yang harus di tulisnya untuk membalas surat itu.
Dalam surat itu Hendra mengenalkan dirinya, Renata tersenyum lebar ketika melihat di surat itu tertulis "TTL : Mbah dukun, 29 Mei..."
"Ternyata di balik wajahnya yang sedikit sangar itu dia punya sisi humoris juga." gumamnya dalam hati.
Malam semakin larut sampai akhirnya Renata bisa menyelesaikan balasan surat buat Hendra, meski begitu ia tetap saja tidak bisa tidur.Bayangan Hendra tidak bisa dihilangkan dari benaknya.
"Ya Allah,aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya..."
###
Pagi hari sesampainya di sekolah, Renata langsung menemui Dwi dan menitipkan surat balasan untuk Hendra.
"Dwi, tolong nitip ya berikan ke Hendra"
"Siap... langsung paket kilat khusus. Balasan ditunggu secepatnya nggak?" goda Dwi sambil tersenyum senyum.
Tanpa diduga ternyata benar-benar paket kilat khusus, pagi hari dikirim ternyata siang hari pas pulang sekolah Renata kembali mendapatkan surat cinta nya lagi. Kali ini ia tidak langsung membukanya, ia ingin segera pulang dan membaca surat itu sambil rebahan di kamarnya. Suasana pun mendukung cuaca yang tidak terlalu panas bahkan sedikit mendung membuat perjalanan pulangnya tidak begitu melelahkan.
Setibanya di rumah Renata bergegas mandi, tanpa menghiraukan panggilan ibunya untuk makan siang ia langsung mengunci diri di dalam kamarnya.
"Rena, makan dulu...." panggil ibunya dari arah dapur.
"Nggak lapar kok, Bu....Rena capek mau langsung tidur aja." jawab Renata untuk memberikan alasan ke ibunya.
Perlahan ia mulai membuka amplop, dan sebelum membacanya ia mencium kertas berwarna biru dengan aroma wangi yang romantis menurutnya.
Ternyata isi surat kali ini lebih membuat Renata berbunga-bunga, ia tampak senyum-senyum sendiri namun jantungnya berdetak lebih kencang dari pada saat membaca surat yang pertama.
Dalam surat kedua ini rupanya Hendra ingin bertemu langsung , dia ingin mengenal Renata lebih dekat. Hendra juga terang-terangan mengakui kalo dia naksir Renata.
Setelah selesai membaca seluruh isi surat itu, Renata malah menjadi bimbang. Dia ragu apakah Hendra adalah cowok yang bisa dipercaya, atau hanya playboy tengik yang suka merayu cewek-cewek.
Renata memutuskan untuk tidak langsung membalas surat Hendra yang kedua ini, ia ingin tahu lebih banyak lagi tentang sifat maupun perilakunya.
Besoknya saat di sekolah ia mencoba bertanya pada Dwi, yang mungkin mengenal Hendra lebih dekat.
"Dwi, bisa ngomong sebentar..."
"Bisalah, emang ada apa kayaknya kok serius banget."
"Kamu udah kenal lama sama Hendra kan, dia itu orangnya gimana sih?"
"Setahu aku sih dia orangnya baik, emang sih agak bandel dan sedikit temperamen, dia mudah banget emosi dan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, tapi untuk sesama cowok ya kalo cewek aku kurang tahu."
"Dia apa pernah dekat sama cewek sebelumnya?" lanjut Renata penuh penasaran.
"Sepertinya nggak pernah sih, yang aku tahu dia selalu bareng sama gengnya itu, mulai nongkrong, bolos sekolah, main band bahkan tawuran antar pelajar sekolah lain."
"Kok ngeri juga dengernya..., ternyata dia memang sangar ya."
"Nggak juga sih coba aja kamu kenal lebih dekat dengan dia...., o iya sepertinya dia naksir sama kamu kan, Ren."
"Sepertinya sih begitu tapi aku masih belum berani dekat dengan dia."
Tanpa terasa Renata dan Dwi sudah berbincang cukup lama, sampai akhirnya terdengar bunyi bel yang menandakan jam istirahat sudah selesai. Mereka berdua kembali mengikuti kegiatan belajar sampai jam pulang tiba.
Hari itu Renata dan Nia pulang agak belakangan, mereka mendapat jatah piket kelas jadi harus membersihkan ruangan kelas sebelum pulang. Setelah selesai semuanya kelas sudah bersih mereka bersiap untuk pulang, dan tanpa diduga Hendra sudah ada di depan pintu.
"Rena, bisa bicara sebentar..." tanya Hendra dengan sedikit canggung.
"Oke deh kalo gitu aku pulang duluan ya, Ren..." tanpa menunggu jawaban, Nia langsung bergegas meninggalkan Renata dan Hendra di tempat itu.
Suasana sangat canggung, sambil duduk di tangga depan kelasnya Renata merasa sangat grogi duduk bersebelahan dengan Hendra.
"Rena, kenapa suratku yang kedua belum kamu balas?" tanya Hendra membuka keheningan di antara mereka.
"Maaf, aku belum sempat kemarin banyak PR yang harus dikumpulkan." jawab Renata memberi alasan.
"Beneran banyak PR,... atau itu cuma alasan kamu saja." ujar Hendra yang sepertinya tahu isi hati Renata.
Mendengar ucapan Hendra itu, membuat Renata terdiam, ia tak menyangka kalo Hendra tahu bahwa ia sedang beralasan saja.
"Kamu nggak percaya sama semua yang aku rasakan ke kamu saat ini , Ren?"
"Asal kamu tahu sebelumnya aku nggak pernah merasa seperti ini, entah kenapa saat pertama bertemu denganmu itu ada perasaan aneh yang selalu mengikuti, awalnya aku juga ragu apa aku pantas untuk memiliki perasaan seperti ini ke kamu, Ren."
"Aku sadar mungkin aku hanya cowok berandalan yang sering bikin masalah di sekolah bersama gengku, dan kamu mungkin tidak bisa menerima semua tingkah laku ku selama ini."
"Tapi apakah aku tidak bisa mendapat kesempatan untuk menyayangi wanita seperti kamu, Rena"
Suara Hendra terdengar sedikit bergetar, namun Renata masih terdiam ditempatnya dengan jantung yang berdetak sangat kencang. Hampir saja jantung Renata copot, saat Hendra melanjutkan ucapannya.
"Renata, aku sayang sama kamu...., maukah kamu memberiku kesempatan untuk mengenalmu lebih dekat."
Tatapan mata itu serasa menembus jantung Renata, lidahnya terasa kelu hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.
"Rena, ..... tolong jawablah." ucap Hendra lirih.
"Iya ... aku berikan kesempatan untuk mu." akhirnya Renata menjawabnya dengan suara bergetar.
"Terima kasih, Rena. Aku janji untuk menjadi lebih baik lagi, aku tidak ingin mengecewakan kamu." terlihat senyuman di bibir Hendra yang ternyata cukup manis juga.
Renata membalasnya dengan senyuman yang nggak kalah manisnya. Hari itu menjadi hari yang tidak pernah bisa dilupakan, gerimis pun turun seperti ingin menjadi saksi dimulainya kisah mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Tintin Suasih
alur mundur ya thoor..🤭😁
2022-07-21
0